Menyoal Tes PCR Wajib Bagi Moda Penerbangan





Oleh Hanifah Afriani


Virus corona melanda negri ini hampir genap 2 tahun, tepatnya pada tahun 2019 di bulan November. Berbagai upaya dilakukan untuk mengantisipasi agar virus corona tidak menular dan terpapar. Salah satunya dengan banyak penelitian agar ditemukannya vaksin corona. Di tahun 2021, masyarakat Indonesia sudah mulai melaksanakan vaksinasi sebagai upaya untuk terhindar dari virus dan menjadikan kekebalan tubuh terhadap virus corona.

Berbagai fasilitas umum kini banyak menjadikan vaksin sebagai salah satu syarat untuk bisa masuk ke fasilitas umum, misalnya Ketika memasuki mall, menaiki transportasi umum bus, kereta dan lain sebagainya. Hanya dengan menunjukan kartu vaksin kita bisa memasuki area itu. Lain halnya dengan penerbangan, pemerintah mensyaratkan PCR agar bisa menaiki transportasi udara berkapasitas penuh.

Pemerintah secara resmi mewajibkan penumpang pesawat untuk penerbangan dari atau menuju bandara di Pulau Jawa dan Pulau Bali menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama. Aturan perjalanan terbaru dengan pesawat terbang yakni calon penumpang diminta memperlihatkan surat keterangan hasil negatif covid tes RT-PCR.

Pemerintah hanya mengakui penggunaan surat keterangan bebas Covid-19 dari RT-PCR, sehingga hasil antigen, terlebih GeNose, tak lagi diakui.  Terkecuali di daerah terpencil atau perintis, aturan itu tidak berlaku. Sehingga penumpang pesawat perintis dibebaskan dari kewajiban tes PCR.  Hal ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Aturan wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR ini juga berlaku bagi penerbangan antar kota di Pulau Jawa dan Pulau Bali dan daerah yang menerapkan PPKM level 4 dan 3. Dengan kata lain, wilayah di luar Pulau Jawa dan Bali yang masuk kategori PPKM level 4 dan 3 juga wajib menunjukkan tes RT-PCR. Sementara, seluruh wilayah di Pulau Jawa dan Bali yang masuk kategori PPKM level 4-1 wajib menunjukkan tes RT-PCR sebagai syarat perjalanan. (kontan.co.id, 22/10/2021)

Pemerintah akan mengizinkan pesawat mengangkut penumpang dengan kapasitas penuh atau 100 persen seiring pemberlakuan syarat tes polymerase chain reaction (PCR) bagi penumpang pesawat. Hal ini dibenarkan oleh Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati. "Betul (pesawat boleh mengangkut penumpang dengan kapasitas 100 persen)," kata Adita ketika dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (21/10/2021).

Dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021, pemerintah mewajibkan penumpang perjalanan udara membawa hasil tes PCR (H-2) negatif sebagai syarat penerbangan pada masa PPKM. Adapun sebelumnya pemerintah hanya mewajibkan pelaku perjalanan udara menunjukkan hasil negatif antigen (H-1) sebagai syarat penerbangan. (Kompas.com, 21/10/2021)

Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh Taqwaddin Husin mengkritik kebijakan wajib tes PCR (Polymerase Chain Reaction) kepada calon penumpang pesawat udara. Aturan ini dinilai memberatkan masyarakat.

“Kebijakan ini menyusahkan dan memberatkan rakyat, apalagi bagi orang daerah yang perlu ke Ibu Kota provinsi atau ke Ibu Kota negara Jakarta,” kata Taqwaddin Husin di Meulaboh seperti dilansir dari Antara, Minggu 24 Oktober 2021.

Ia mengatakan kewajiban tes PCR 2x24 jam sebelum berangkat dinilai semakin memberatkan konsumen selaku pengguna jasa pesawat udara. Tentu saja, karena biaya yang harus dikeluarkan oleh calon penumpang mencapai ratusan ribu rupiah.

Apabila tidak melakukan tes, maka masyarakat tidak boleh naik pesawat. Sedangkan biaya PCR, kata Taqwaddin Husin, masyarakat harus membayar dengan biaya mahal. Bahkan, kata dia, ada rute pesawat yang biaya PCR sama dengan harga tiket pesawat. (viva.co.id, 24/10/2021)

Mensyaratkan PCR agar moda transportasi udara bisa berkapasitas penuh adalah kebijakan yg menyusahkan masyarakat (secara biaya, teknis) demi keuntungan maskapai dan penyedia jasa PCR (pengusaha).

*Antara Meraih Keuntungan atau Menjaga Kesehatan* 

Jika kita amati, syarat PCR ini khusus untuk moda penerbangan saja, tidak untuk transportasi yang lain. Apalagi harga PCR yang terbilang lumayan mahal memberatkan para penumpang yang akan menggunakan mode transportasi penerbangan ini. 

Pada awal pandemi Covid-19, harga tes PCR di Indonesia yakni sekitar Rp 900.000. Bahkan beberapa rumah sakit dan laboratorium mematok harga tes PCR sebesar Rp 1 juta ke atas. 

Namun kemudian, lantaran banyak kritik dari masyarakat, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menurunkan harga tes PCR di wilayah Jawa-Bali menjadi Rp 495.000. Harga tes PCR terbaru ini merujuk pada Surat Edaran (SE) Dirjen Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/2824/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

Masih merujuk regulasi yang sama, untuk harga tes PCR di luar Jawa-Bali ditetapkan sebesar paling tinggi Rp 525.000. Aturan ini mulai berlaku efektif sejak 17 Agustus 2021. (kontan.co.id, 22/10/2021)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan harga baru tes PCR pada Rabu 27 Oktober 2021. Harga tes PCR terbaru kini turun menjadi hanya maksimal Rp300.000. Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Nomor HK 02.02/1/3843/2021 tertanggal 27 Oktober 2021 (zonabanten.com, 28/10/2021)

Dalam sistem ekonomi kapitalis, yang bermodal yang berkuasa, juga sistem ekonomi kapitalis memiliki asas modal yang sedikit-dikitnya dan meraih untung sebanyak-banyaknya. Berbagai potensi yang sekiranya dapat menghasilkan uang pun ya dijadikan bisnis, seperti syarat PCR untuk penerbangan udara.

Bukannya mempermudah masyarakat, akan tetapi kebijakan ini justru dinilai mempersulit dan menambah beban masyarakat yang akan bepergian menggunakan jalur udara.

Jika alasannya karena untuk menjaga kesehatan rakyat, bukankah kesehatan dan keselamatan rakyat itu adalah kewajiban negara untuk menjaminnya, sehingga jika tes PCR itu harus dilakukan maka negara harus memberikan fasilitas tersebut dengan cuma-cuma atau dengan harga yang murah tidak memberatkan masyarakat. 

Ataupun kenapa tidak menggunakan syarat menunjukan kartu vaksin yang memang vaksin corona ini sudah dilakukan hampir pemerataan untuk masyarakat Indonesia, dan prosenya akan lebih mudah, tinggal menunjukan bukti bahwa calon penumpang sudah melakukan vaksin. Pertimbangannya jelas bukan standar kesehatan, karena bila alasan kesehatan mengapa moda transportasi lain tidak diwajibkan?

*Jaminan Kesehatan di Sistem Islam*

Dalam sistem kekhilafahan Islam, kesehatan merupakan hak rakyat yang wajib dipenuhi. Bagaimana negara harus menjamin kesehatan dan keselamatan rakyatnya. Dalam kepemimpinan Islam nyawa manusia sangat berharga, dijaga darah serta jiwanya.

Fasilitas umum seperti pendidikan, kesehatan dan yang lainnya akan diterima secara cuma-cuma oleh rakyat. Karena sistem khilafah menerapkan Al-Quran dan sunnah sebagai pedoman hukumnya. Aturan Allah diterapkan. Rasulullah sebagai tauladan kepemimpinan, jadi tidak heran warga negara kekhilafahan akan mendapat kesejahteraan.

Dalam masalah pandemi, negara akan berupaya untuk menyelesaikannya hingga tuntas. Negara akan mendukung berbagai penelitian untuk menciptakan vaksin terbaik, yang kelak akan diberikan kepada rakyat dengan mudah, tanpa diminta bayaran.

Termasuk ketika pun harus tetap selalu dilakukan tes, kalau memang pandangan ini muncul dari ahli kesehatan, maka negara harus memastikan rakyat menjalankannya dengan mudah, tetap tanpa diminta bayaran.

Seorang khalifah wajib melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai perintah Allah, menjalankan aturan Allah, dan berpedoman kepada Al-Quran dan sunnah, ia pun pasti memahami akan kewajibannya dan nanti di akhirat akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Seperti dalam hadits berikut:

“Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya...” (HR. Muslim)

Jelaslah hanya sistem Islam yang mampu mensejahterakan umat manusia di bawah pimpinan khilafah yang memakai aturan Allah dan akan melahirkan kebahagiaan dan ketentraman.

Wallahu’alam bi shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak