Menyoal Bahaya Kontekstualisasi Fiqh





Oleh: Tri S, S.Si



“Jelas, dunia membutuhkan sebuah ortodoksi Islam alternatif, yang akan dirangkul dan diikuti oleh sebagian besar umat Islam di dunia,” tutur Menag Yaqut Cholil Qoumas. Pada acara Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-20 yang digelar di Surakarta, Jawa Tengah. Yang mengusung tema “Islam In A Changing Global Contex: Rethinking Fiqh Reactualization and Public Policy”. (ngopi bareng.id, 25 Oktober 2021).


Pidato pak menteri agama ini menunjukkan seakan-akan dia berhak mengubah Islam sesuai kehendaknya dan menganggap ajaran Islam sudah kadaluwarsa dan tidak relevan lagi sehingga perlu disesuaikan dengan kondisi zaman. Sungguh kata-kata yang penuh dengan keangkuhan dari seorang Menteri Agama ini.


Sebagaimana kita umat muslim ketahui bahwasanya Islam adalah Agama seluruh para Nabi, Al Qur’an merupakan kitab penyempurna dari kitab-kitab terdahulu yang Allah turunkan serta Nabi Muhammad adalah penutup para Nabi. Dan Ketika Rosulullah wafat Allah telah menyempurnakan syariat-Nya sebagaimana tertuang dalam QS. Al Maidah ayat 3


اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ


Artinya : Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.


Adapun diantara 14 konteks yang dijadikan alasan di usungnya tema ini pada gelaran AICIS 2021, seperti yang tertuang pada point 8 tentang Ketidakstabilan sosial dan politik, perang saudara dan terorisme yang timbul dari tindakan dari kelompok-kelompok Muslim ultrakonservatif yang bersikeras menerapkan elemen fiqh tertentu dalam konteks yang tidak lagi sesuai dengan norma klasik yang ada di era awal Islam dan point 9 tentang Setiap usaha untuk mendirikan negara Islam-al-imamah al-udzma universal (Imamah Agung), juga dikenal sebagai al-khilafah (Khilafah) - hanya akan menimbulkan bencana bagi umat Islam, karena akan ada banyak pihak yang berebut untuk menguasai umat Islam di seluruh dunia.


Kedua point diatas merupakan pernyataan subjektif dan tidak mendasar bahkan diucapkan dengan tanpa ilmu dan terdapat niat terselubung didalamnya. Agar menghentikan arus dakwah terhadap seruan Islam Kaffah, berusaha menyurutkan besarnya animo masyarakat dan kerinduannya terhadap penerapan Syariah Islam secara kaffah dibawah naungan khilafah rasyidah a’la minhajjin nubuwah. Bukan hanya sampai disitu tuduhan tak berdasar ini pun sejatinya merupakan bentuk penentangan terhadap hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa wasallam.


Para ulama fikih telah merumuskan suatu tata cara dalam beribadah selalu merujuk pada nash-nash Al qur’an dan hadits Rasulullah Saw. serta ijma sahabat. Bukan hanya melihat kultur atau kondisi wilayahnya. Mereka tidak pernah memaksakan kepada murid-muridnya atau kepada masyarakat untuk mengikuti buah pemikirannya. Bahkan Imam Syafi’i seorang ulama fikih yang banyak di ikuti masyarakat di Indonesia mengatakan “Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadits Rasulullah, peganglah Hadits Rasulullah itu dan tinggalkan pendapatku itu”


Oleh karena itu sebagai seorang muslim yang meyakini Allah sebagai Mudabbir (pengatur) wajib menyesuaikan seluruh amal perbuatannya dengan syariat Allah, karena setiap perbuatan manusia boleh jadi akan mendatangkan ridho atau murka-Nya. Dan baik atau buruknya setiap amalan ditentukan oleh syariat Allah bukan berdasarkan pandangan atau pendapat manusia, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Baqarah ayat 216, yang berbunyi:


كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”


Dan setiap perbuatan yang tidak diperintahkan oleh Syariat maka akan tertolak, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ


“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718).


Maka berhati-hatilah wahai para pemangku kebijakan, perhatikan setiap ucapan dan perbuatanmu, apakah akan mendatangkan keridhoan Allah SWT atau justru mengundang murka-Nya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak