Oleh: Rany
Kementerian Agama menggelar Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-20 dengan tema “Islam in a Changing Global Context: Rethinking Fiqh Reactualization and Public Policy”, atau reaktualisasi fikih dan kaitannya dengan berbagai kebijakan publik.
“Tema ini sesungguhnya dirumuskan untuk menjawab dinamika perubahan Islam dunia,” ujar Dirjen Pendis Kemenag M. Ali Ramdhani di Solo, Jateng, Minggu.
Ali mengatakan penyelenggaraan AICIS ke-20 ini berlangsung di Kota Surakarta dengan tuan rumah UIN Raden Mas Said. Dia berharap forum diskusi antara peneliti, dosen, hingga pakar lintas keilmuan ini dapat memberikan kontribusi teoritik dan praktik dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang tengah dihadapi.
Gelaran AICIS juga diharapkan berdampak dalam penguatan identitas ilmu pengetahuan Islam Indonesia yang menjadi rujukan keilmuan Islam dunia.
“Juga mampu melihat lebih dekat bagaimana reaktualisasi fikih dan kebijakan publik dari sudut pandang Islam dalam beragam isu seperti pandemi, moderasi beragama, kerukunan, harmoni, tata kelola pendidikan, serta isu spesifik lain seperti isu wisata halal, dan lainnya,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Suyitno mengatakan AICIS tahun ini digelar dengan beberapa inovasi yang responsif terhadap perkembangan era supremasi digital. Kegiatan ini diselenggarakan sepenuhnya secara virtual setelah 19 kali penyelenggaraan.
"Ini merupakan sejarah monumental penyelenggaraan AICIS virtual pertama kali,” kata dia.
Selain itu, AICIS kali ini disempurnakan dengan hadirnya aplikasi AICIS One Touch. Dengan aplikasi ini, para panelis dan peserta akan mendapatkan kemudahan dalam mengikuti konferensi dari mana saja melalui gawai yang ada dalam genggaman mereka.
“Inovasi ini merupakan terobosan yang dilakukan oleh Kementerian Agama dalam penyelenggaraan forum-forum internasional yang berkualitas dan adaptif terhadap kemajuan teknologi,” kata dia. (m.antaranews.com, 24/ 10/ 2021)
Islam sebagai agama multidimensional semestinya sudah lengkap dan jelas dengan segala syariatnya. Ketika ada problem dunia yang baru, objek itulah yang harus diubah sesuai Islam, bukan sebaliknya.
Seperti masalah pandemi saat ini yang terus berlarut-larut hampir dua tahun. Dalam Islam solusi lockdown total sudah menjadi bukti nyata ketika pandemi serupa terjadi pada masa Khalifah Umar Bin Khattab.
Lagipula dengan adanya kontekstualisasi fiqih yang diaruskan oleh pemerintah memiliki bahaya yang besar dibandingkan dengan ide awalnya yang dimotori oleh orang-orang yang mempunyai kedengkian pada Islam.
Tujuannya sudah sangat jelas yaitu mengacak-acak Islam dengan cara menampilkan pemikiran sekular dengan dilabeli Islam.
Contoh wacananya adalah menetapkan haji di bulan haram (bukan hanya dzulhijjah). Padahal Fikih bukanlah buah pikiran manusia sebagaimana pendapat filosof atau pemikir. Akan tetapi pemahaman terhadap wahyu (nash qur’an hadits) dengan kaidah yg ditetapkan syariat.
Dan kontekstualisasi fiqih ini akan menjauhkan umat dari solusi syariat karena mengadopsi pemahaman menyimpang yang bukan berasal dari wahyu. Wallahu ‘alam
Tags
Opini