Oleh Irma Dharmayanti
Ibu Rumah Tangga, Cileunyi Kabupaten Bandung
Berdasarkan hasil data Badan Pusat Statistik sebanyak 93.000 masyarakat di Kabupaten Bandung dikatakan miskin ekstrem. Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan, untuk menanggulangi masalah kemiskinan, pihaknya telah menginstruksikan seluruh jajarannya agar bersama-sama menangani masalah tersebut.
"Kami memiliki program khusus untuk menangani masalah kemiskinan ini berupa integrasi program," ujar Dadang. (AyoBandung.com 28/10/21).
Kemiskinan di Kabupaten Bandung sendiri melonjak akibat dari pandemi Covid-19. Sejak munculnya pandemi ini masyarakat banyak yang hilang mata pencaharian. Bahkan demi mengisi perut yang kelaparan segala cara di tempuh untuk mendapatkan makanan. Walaupun pemerintah sudah memberikan berbagai bantuan dana kepada masyarakat, tetapi itu semua tidak memberikan efek yang merubah kemiskinan ini.
Dan saat ini Bupati Bandung telah merencanakan untuk membuat program kembali untuk mengatasi masalah kemiskinan. Padahal sudah jelas sekali bahwa kemiskinan ini terjadi karena kurangnya sumber daya alam dan sumber modal. Hal ini terjadi karena bisa saja alam sudah tidak lagi memberikan keuntungan bagi masyarakat, ketika alam sudah tidak dapat diolah lagi, itu pun menyebabkan kemiskinan. Tapi hal tersebut bisa terjadi di luar kemampuan manusia, misalnya karena bencana alam sehingga langsung jatuh miskin karena tidak punya apa-apa lagi.
Selain itu, keterbatasan modal pun menghambat perkembangan seseorang. Apalagi jika tingkat pendidikannya rendah, bukan hanya modal material tetapi orang tersebut akan memiliki keterbatasan dalam keterampilan dan pengetahuan. Sementara itu, untuk dunia kerja maupun dunia usaha, pendidikan adalah modal untuk bersaing dalam mendapatkan kesejahteraan nantinya. Oleh karena itulah terjadi banyak pengangguran. Mereka hidup miskin bukan karena nasibnya yang tak beruntung. Mereka miskin bukan pula karena keterbatasan skill. Mereka sejatinya dimiskinkan sistem yang serba kapitalistik. Mereka dimiskinkan secara terstruktur oleh penguasa demokrasi kapitalis.
Kebijakan untuk rakyat dipersulit, regulasi untuk pemodal justru dipermudah. Belum lagi rakyat harus berhadapan dengan korupsi menahun di negeri ini. Di situasi pandemi, para penguasa itu masih saja memanfaatkannya sebagai ladang korupsi berjemaah.
Dari sini dapat dilihat bahwa dengan adanya program-program pun belum menjamin akan berhasilnya mengatasi kemiskinan. Lalu bagaimana Islam mengatasi kemiskinan? Dalam negara yang menerapkan syari'at Islam seperti zaman Nabi saw, mewajibkan negara membantu rakyat miskin. Jika seseorang tidak memiliki kerabat atau memiliki kerabat tapi hidupnya pas-pasan, maka pihak yang berkewajiban memberinya nafkah adalah baitulmal (kas negara). Dengan kata lain, negara berkewajiban memenuhi kebutuhannya, mewajibkan kaum muslim membantu rakyat miskin. Jika kas negara kosong, maka kewajiban nafkah beralih ke kaum muslim secara kolektif. Allah Ta’ala berfirman,
“Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian.” (QS adz-Dzariyat [51]: 19).
Negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan. Misalnya, negara memberikan sebidang tanah kepada seseorang yang mampu untuk mengelolanya. Dan seorang pemimpinnya akan memberikan pendidikan gratis untuk seluruh masyarakat, sehingga akan mencetak generasi yang berketerampilan dan berpengetahuan. Negara sendiri akan membutuhkan banyak pegawai dikarenakan banyak sekali proyek atau lahan yang menjadi kepemilikan umum dan dikelola negara.
Dengan demikian negara akan memperkerjakan para kepala keluarga dalam sektor tersebut jika masyarakat itu tidak memiliki pekerjaan. Karena itu sebenarnya program-program yang telah direncanakan ini bukanlah solusi sama sekali. Masalah kemiskinan ini adalah masalah yang paling kompleks dan mendasar. Tidak bisa di atasi dengan mengadakan program saja. Hanya Islamlah yang layak mengatasi segala persoalan yang ada, termasuk kemiskinan ini.
Wallahu a'lam.