Oleh: Dewi Tisnawati, S. Sos. I (Pemerhati Sosial)
Sedih dan kecewa rasanya, menyaksikan video "Tangis Pilu guru honorer tua di saat tengah mengikuti tes seleksi PPPK 2021." Pasalnya dia telah mengabdikan dirinya hingga belasan tahun demi mendidik putra-putri bangsa, namun minim perhatian dari pemerintah. Dia mendapatkan gaji di bawah standar, sangat jauh dari kesejahteraan hidup. Mirisnya masih banyak guru honorer lain yang memiliki nasib yang sama.
Untuk mendapatkan status yang layak, dia pun harus melalui seleksi PPPK dengan menggunkan kecanggihan tekhnologi CAT yang sulit untuk di tempuh. Mata yang sudah rabun, tulisan pun terasa kecil, membuat pertahanannya jebol karena sudah pupus harapan. Tangisannya pun pecah saat ada yang memapah hingga mengangkatnya untuk masuk ke ruangan tes, (16/9/2021).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, terdapat 3.357.935 guru yang mengajar di 434.483 sekolah. Sementara jumlah siswa mencapai 52.539.935. Dengan demikian, rasio rata-rata perbandingan guru dan siswa adalah 1:16. Rasio yang ideal dalam pemenuhan layanan belajar.
Ditinjau dari status kepegawaian, terang-benderanglah peran signifikan guru honorer. Mayoritas guru honorer. Saat ini baru 1.607.480 (47,8 persen) guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), sedangkan 62,2 persen sisanya merupakan guru honorer.
Adapun keputusan pemerintah saat ini adalah pengangkatan proses guru honorer untuk menjadi PPPK harus melalui seleksi. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru honorer adalah individu yang ditugaskan sebagai guru bukan ASN di satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
Berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, berikut syarat dan kriteria untuk dapat mengikuti seleksi PPPK 202, yakni Guru honorer di sekolah negeri dan swasta (termasuk guru eks-Tenaga Honorer Kategori 2 yang belum pernah lulus seleksi menjadi PNS atau PPPK di tahun sebelumnya), terdaftar di Data Dapodik dan lulusan PPG yang saat ini tidak mengajar.
Adapun besaran Gaji PPPK Guru 2021, disebutkan dalam PP nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK Pasal 4 (1) dijelaskan, besaran gaji PPPK 2021 untuk guru honorer yang lulus sesuai dengan tunjangan PNS di instansi setempat.
"PPPK yang diangkat untuk melaksanakan tugas jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan tunjangan sesuai dengan tunjangan Pegawai Negeri Sipil pada Instansi Pemerintah tempat PPPK bekerja," bunyi informasi tersebut.
Pengangkatan guru honorer dengan program PPPK menegaskan buruknya sistem hari ini dalam menyediakan layanan pendidikan bagi rakyat, memfasilitasi pendidikan dengan jumlah guru yang memadai dan berkualitas serta membiayai kebutuhan pendidikan termasuk dengan menempatkan terhormat dan menggaji secara layak para pendidik.
Berkebalikan dengan sistem Islam yang menempatkan pendidikan sebagai hak dasar publik serta memiliki sistem politik-ekonomi yang mendukung pembiayaan Pendidikan secara maksimal.
Dalam Islam, guru adalah sosok yang dikaruniai ilmu oleh Allah SWT yang dengan ilmunya itu dia menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan, memperoleh, serta menuju kebaikan di dunia maupun di akhirat. Selain itu guru tidak hanya bertugas mendidik muridnya agar cerdas secara akademik, tetapi juga guru mendidik muridnya agar cerdas secara spritual yakni memiliki kepribadian Islam.
Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam naungan Islam mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara, termasuk pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Di riwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dar al- Wadl-iah bin Atha, bahwa ada 3 orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas; bila saat ini 1 gram emas Rp. 500 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar 31.875.000).
Selain mendapatkan gaji yang besar, mereka juga mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Hal ini tentu akan membuat guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.
Kepemimpinan Islam dalam mencetak guru berkualitas tanpa ketergantungan pada asing yang justru merusak kemandirian bangsa telah tercatat dalam sejarah peradaban Islam. Suatu ketika Sulaiman bin Abdul Malik bersama pengawal dan anak-anaknya mendatangi Atha’ bin Abi Rabah untuk bertanya dan belajar sesuatu yang belum diketahui jawabannya.
Walau ulama dan guru ini fisiknya tidak menarik dan miskin, tapi dia menjadi tinggi derajatnya karena ilmu yang dimiliki dan diajarkannya. Di hadapan anak-anaknya ia memberi nasihat, “Wahai anak-anakku! Bertakwalah kepada Allah, dalamilah ilmu agama, demi Allah belum pernah aku mengalami posisi serendah ini, melainkan di hadapan hamba ini.
Ini menunjukkan betapa terhormatnya guru atau orang yang berilmu. Sampai-sampai sekelas kepala negara masa itu harus mendatanginya untuk mendapatkan ilmu serta menasihati anak-anaknya untuk belajar dan menghormati guru.
Sejarah ini, tidak mungkin terulang dalam sistem kapitalis hari ini. Oleh karena itu, membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh untuk mewujudkan sistem Islam agar para guru di manapun mereka berada mendapatkan penghargaan yang layak bahkan dengan gaji yang melampaui kebutuhannya oleh negara. Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini