Hilirisasi SDA Mungkinkah Tanpa Investor Asing?



Oleh Ummu Syifa

Hilirisasi sumber daya alam memiliki makna suatu upaya peningkatan nilai tambah SDA melalui proses pengolahan SDA dalam suatu industri manufaktur. Mata rantai nilai mulai dari penyediaan bahan baku dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan penambangan, diolah hingga menjadi barang jadi. 

Sawit diproses menjadi minyak sawit, minyak goreng, mentega, fatty acid, atau produk turunan lainnya. Bijih bauksit menjadi alumina, aluminium, lembaran aluminium, kaleng, dan turunan lainnya. Gas bumi menjadi amoniak, pupuk, dan banyak turunan lainnya seperti plastik dan bahan tekstil.

Indonesia memiliki beragam jenis sumber daya hayati, seperti sawit, karet, cokelat, kopi, dan ikan, serta sumber daya nonhayati seperti minyak bumi, gas bumi, mineral, dan batubara. Beberapa jenis SDA telah menjadi ikon ekspor Indonesia, seperti minyak sawit produksi dan ekspor terbesar di dunia, karet nomor dua, dan cokelat nomor tiga di dunia. Beberapa jenis sumber daya seperti kayu, sawit, bijih nikel, dan timah memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan Indonesia lainnya adalah memiliki pangsa pasar yang besar di kawasan Asia setelah China sehingga menjadi sasaran pasar produk negara di kawasan ini. Dengan pangsa pasar besar, kesempatan melakukan hilirisasi, yaitu membangun industri berorientasi konsumen dengan berbasis SDA yang sangat terbuka luas, dan peluang untuk menjadi industri yang kompetitif sangat besar.

Hilirisasi industry sepertinya di sambut dengan tangan terbuka oleh para pengusaha, salah satunya adalah pengusaha dikalimantan selatan.
“Warna emas menjadi corak pabrik biodiesel itu. Dibangun persis di tepi Selat Pulau Laut. Di Desa Sungai Dua. Sekitar setengah jam perjalanan dengan kendaraan dari pusat kota. Pabrik itu pertama dan terbesar di kawasan timur Indonesia. 

Posisinya jauh dari pusat kota. Belok ke dalam dari jalan nasional Kalsel - Kaltim. Sirine menggema saat Presiden Joko Widodo memencet tombol tanda diresmikannya pabrik PT Jhonlin Agro Raya itu. Hasil gawe pengusaha lokal Andi Syamsuddin Arsyad, biasa disapa Haji Isam. Keseriusan Haji Isam menggeluti industri kelapa sawit memang telah terlihat beberapa tahun terakhir (amp.kalsel.prokal.co/read/news 22/10/2021). 

Presiden Jokowi telah meresmikan pabrik biodiesel pertama dan terbesar di timur Indonesia senilai 2T milik pengusaha lokal Kalsel tersebut.
Hilirisasi di Kalsel, bak angin segar bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya serap tenaga kerja. Namun, kenyataan berbicara sebaliknya, jika menilik kilas balik pengelolaan tata ekonomi sumber daya alam negeri ini. Pemerintah Indonesia sangat mendorong untuk dilakukan hilirisasi industri di negeri ini. Namun, tetap semua proyek tersebut memerlukan investor. 

Dengan dibukanya pintu investasi, maka terbuka pula peluang hegemoni kapitalis terhadap negeri ini. Nyatanya, hilirisasi industri tetap saja menguntungkan para pemilik modal. Tentu ini sangat berbahaya bagi umat Islam, sebab SDA milik umat suatu hari nanti akan berpindah seluruhnya ke tangan para Kapitalis. Lalu bagaimana nasib umat Islam selanjutnya?

Kebijakan ekonomi yang dijalankan penguasa negeri masih terus diarahkan dengan mendatangkan investasi asing. Padahal menggantungkan diri pada investasi asing bisa membahayakan dan merapuhkan ekonomi negeri. Belum lagi adanya keringanan pajak ekspor dan libur pajak bagi perusahaan untuk menarik investor asing. 

Ditambah, pekerja asing yang masuk tanpa visa pekerja, terbebaskan dari pajak penghasilan perseorangan hingga iuran asing. Semua makin menambah deretan keuntungan yang didapatkan negara asing. Seharusnya pemerintah mengevaluasi kebijakan ekonominya dengan tidak menggantungkan diri pada investasi asing, khususnya dalam proyek hilirisasi. 

Sementara itu kebijakan hilirisasi, bertolak belakang dengan kondisi industry pengolahan bahan mentah menjadi siap pakai, yang terus terperosok. Indonesia juga belum sanggup menjadi negara produsen global. Inilah akibat kebijakan yang dijalankan hanya berpihak melayani kebutuhan para kapital bahkan efek buruk sistem kapitalis ini telah membuat Ekonomi masyarakat kian hari makin terpuruk.

Kebebasan kepemilikan merupakan prinsip dasar sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini melegalkan kepemilikan umum dimiliki individu, yang jelas beorientasi memperkaya diri sendiri, sehingga membuka peluang kesewenang-wenangan. Kepemilikan umum yang seharusnya diolah untuk menyejahterakan rakyat diambil dengan mudahnya oleh asing lewat investasi. Jika penguasa negeri memfokuskan pada kebijakan mendatangkan investasi asing, sejatinya telah memberi jalan terbuka lebar masuknya penjajah.Pantas dipertanyakan, seberapa besar manfaat bagi rakyat, yang dihasilkan dari investasi asing?

Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah SWT berfirman: Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (TQS an-Nahl [16]: 89).

Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.

Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.: Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, setiap Muslim, termasuk para penguasanya, wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam. Karena itu semua perkara dan persoalan kehidupan, termasuk masalah pengelolaan sumberdaya alam, harus dikembalikan pada Alquran dan as-Sunnah. Allah SWT berfirman: Jika kalian berselisih pendapat dalam suatu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah (Alquran) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) jika kalian mengimani Allah dan Hari Akhir (TQS an-Nisa [4]: 59).
 
Selain itu, apa saja yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, termasuk ketentuan dalam pengelolaan sumberdaya alam sebagaimana dipaparkan di atas, wajib dilaksanakan. Tak boleh dibantah apalagi diingkari sedikit pun. Allah SWT berfirman:
Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian, terimalah (dan amalkan). Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah sangat pedih azab-Nya. (TQS al-Hasyr [59]: 7). Wallahu‘alam………

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak