HET Tes PCR: Bukti Sektor Kesehatan Di Kapitalisasi




Oleh : Ummu Aimar

Para pengusaha yang bergerak di bidang kesehatan menilai, harga eceran tertinggi (HET) tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR) yang ditetapkan pemerintah Rp275.000 (Jawa-Bali) dan Rp300.000 (luar Jawa-Bali) cukup memberatkan pelaku usaha kesehatan.

“Rumah sakit, klinik dan lab dapat dikategorikan terdesak. Jika tidak melakukan layanan, mereka akan ditutup, tapi kalau mereka melakukan ya buntung,” kata Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia, Randy H Teguh, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (13/11/2021 https://kumparan.com/kumparanbisnis)

Polemik yang terjadi pada Harga Eceran Tertinggi (HET) Polymerase Chain Reaction (PCR) di bidang kesesehatan menjadi bisnis yang menggiurkan bagi pengusaha, HET dan PCR yang ditetapkan cukup memberatkan pelaku usaha kesehatan. Rumah sakit, klinik, dan laboratorium terdesak ketika melakukan PCR. 

Karna, apabila tidak memberikan layanan PCR mereka akan ditutup, tetapi kalau mereka melakukannya akan mengalami kerugian. Seharusnya pemerintah
dilibatkan dalam penentuan harga tes PCR demi keberlangsungan layanan kesehatan selama pandemi.

HET tes PCR menjadi keuntungan bagi para pengusaha dalam sektor kesehatan. Keuntungan yang diraup pun bernilai puluhan triliun. Ditambah lagi ketentuan HET tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia sehingga harganya bisa naik berkali lipat. Ada juga yang  harganya tiga kali lipat dibandingkan harga tes PCR normal sebab hasil PCR normal terlalu lama didapatkan konsumen, minimal 1×24 jam.

Hal ini biasanya dilakukan oleh sejumlah oknum yang mengambil untung di tengah mahal dan lama keluarnya hasil tes PCR. Akhirnya semua bisa dibisniskan meski merugikan publik. Sementara itu, masyarakat dalam kondisi bertarung dengan virus dengan nyawa dipertaruhkan. Namun kedaan ekonomi semakin turun ditengah pandemi saat ini. Keadaan nya semakin dipersulit oleh negaranya sendiri.

Namun, tak perlu heran. di mana setiap sektor kehidupan dijadikan lahan bisnis bagi para kapital termasuk sektor kesehatan. Mereka memanfaatkan momen ini untuk kepentingan mereka tanpa berpikir panjang pada masyarakat.

Di sini bukti negara lepas tangan, semuanya telah diketahui bersama bahwa pemerintah dalam sistem kapitalisme hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan penanggung jawab penuh setiap urusan rakyat. Hanya mampu mengimbau agar HET tes PCR dihargai semurah mungkin agar terjangkau. Tidak memberi solusi yang benar-benar menyelesaikan berbagai masalah yang timbul di tengah pandemi.

Kesejahteraan rakyat hanya angan angan saja. Bisa dan mampu menjamin kesehatan rakyat, mustahil hal itu terjadi. Justru saat ini yang menjadi fokus pemerintah ialah menggenjot perekonomian lewat pariwisata. Hingga berani membuka pintu masuk bagi wisatawan asing dan memperbolehkan mereka membawa minol 2.500 ml tanpa dikenai sanksi. Padahal, ada ancaman virus varian baru yang siap mengintai rakyatnya sendiri. 

Di dalam sistem Islam, negara akan memberikan pelayanan kesehatan gratis dan berkualitas bagi masyarakat. Tidak sedikit pun membebani rakyat dengan membayar kebutuhan layanan kesehatan. Dan akhirnya wabah ini dijadikan ajang untuk mengejar materi dan keuntungan sebanyak banyaknya.

Seperti yang pernah dilakukan Rasulullah Saw. dalam menjamin kesehatan rakyatnya dengan mengirimkan dokter kepada rakyat yang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya sendiri. (An-Nabhani, Muqadimmah ad-Dustur, II/143) 

Meski pun gratis, pelayanannya tetap tidak asal-asalan, memberikan layanan yang prima. Semuanya ditanggung oleh pemerintah. Hal ini menjadi kewajiban bagi negara untuk menjamin kebutuhan rakyat atas kesehatan. Tidak mengalihkan tanggung jawab tersebut kepada swasta. Yang akhirnya dibisniskan para kapitalis.

Dalam Islam, Khilafah akan menyediakan dana yang dapat diambil dari Baitulmal atau pajak darurat dari orang kaya sebagai dana untuk memjamin kebutuhan rakyat dalam bidang kesehatan. Sektor kesehatan tidak menjadi lahan mencari materi.

Ini semua menyadarkan kita betapa buruknya pengurusan penguasa terhadap rakyatnya. Tentu kita akan terus mengupayakan penerapan Islam di setiap negeri muslim karena satu-satunya institusi yang mampu menjamin kesehatan dan kesejahteraan.

Wallahu'alam...

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak