Penulis : Yenni Sarinah, S.Pd
OPINI – November, curah hujan meningkat dari biasanya. Inilah yang menjadi kesimpulan tunggal terjadinya bencana banjir. Benarkah hanya karena hujan? Ataukah ada dalang lainnya?
Melihat fakta yang menjadi penyebab banjir di Kalimantan Barat bukan hanya curah hujan tinggi. Tapi juga kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta maraknya konversi tutupan lahan. (merdeka.com, 06/11/2021)
Perubahan atau konversi lahan, menyebabkan jenis tutupan lahan berubah, hal ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan daerah aliran sungai (DAS), sehingga hidrografi aliran pada DAS tersebut berubah menjadi tidak baik. Ini hanya salah satu pemicu banjir selain kerusakan Kawasan hutan ada sebab lain yang terselubung dari bencana ini. Kapitalisme, sponsor utama bencana negeri ini. Korban jiwa dan kesengsaraan ratusan ribu manusia disebabkan banjir adalah akibat pembangunan kapitalistik. Para kapitalis dengan modal besarnya mampu menguasai lahan untuk keuntungan mereka tanpa memperhatikan akibatnya. Misalnya, pembangunan perumahan di daerah persawahan dan rawa, pengerukan besar-besaran sumber daya alam (SDA). Utang riba yang meroket dan zina yang semakin merajalela, juga kemaksiatan lainnya.
Berbanding terbalik dengan pembangunan dalam sistem Islam yang berorientasi penyelamatan dan kesejahteraan publik, bukan keuntungan segelintir elit. Kalau kita mengacu kepada al Qur’an bahwa Allah SWT sudah mengabarkan di dalam surahAr Rum ayat 41. Dalam ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa semua kerusakan yang terjadi di muka bumi, penyebab utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti kerusakan yang sebenarnya. Merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.
Permasalahan ini harus ada solusi tuntas agar bencana tidak terulang. Untuk mengatasi banjir dan genangan, menurut Syamsuddin Ramadhan AnNawiy bahwa Negara Islam memiliki kebijakan canggih dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir.
Pertama sekali pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletsyer, rob, dan lain sebagainya. Maka, harus dibangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya.
Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi. Di Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir.
Memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain). Selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut. Jika ada pendanaan yang cukup, akan dibangun kanal-kanal baru atau resapan agar air yang mengalir didaerah tersebut bisa dialihkan alirannya, atau bisa diserap oleh tanah secara maksimal.
Selain itu juga membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu. Sumur-sumur ini, selain untuk resapan, juga digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan, terutama jika musim kemarau atau paceklik air.
Kedua, membuat kebijakan tentang master plan. Dalam kebijakan pembukaan pemukiman atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase. Penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Dengan kebijakan ini, Negara mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan.
Ketiga, dalam menangani korban-korban bencana alam, Negara akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak. Agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. Selain itu, mengerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah-taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka. Sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar dan tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT sebelum di dahului oleh para misionaris yang hanya akan mencabut iman mereka dengan semangkuk mie instan.
.
Inilah kebijakan Negara dalam Islam untuk mengatasi banjir. Kebijakan tersebut tidak saja didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasional, tetapi juga disangga oleh nash-nash syariat. Dengan kebijakan ini, insya Allah, masalah banjir bisa ditangani dengan tuntas.
.
Semua tahapan penanganan banjir itu tentu memerlukan ketegasan aturan dan memakan banyak biaya. Islam punya solusi atas itu, yakni salah satunya dari pengelolaan sumber daya alam oleh Negara yang hasilnya dikembalikan untuk kepentingan warga negara, terutama dalam menangani masalah banjir ini. WallahuA’lambishshawab