DATA PENDUDUK BOCOR? BUKTI LEMAHNYA SISTEM KEAMANAN DEMOKRASI



Oleh: Sabrina

 

Terkuaknya kebocoran data RI1  menunjukkan betapa lemahnya sistem perlindungan data di negeri ini. Jika data RI1 saja bocor, tentu lebih tidak ada jaminan lagi, bagi data rakyat biasa. Hal ini sangat mengejutkan dan sangat disayangkan. Negeri ini dengan perangkat sistemnya belum mampu melindungi meski hanya sekedar data. Dikutip dari laman Republika.co.id (3/9/21) Data pribadi nomor induk kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo (Jokowi) bocor dan beredar di dunia maya. NIK Jokowi diketahui dari sertifikat vaksinasi di aplikasi PeduliLindungi yang bisa diakses oleh orang lain. Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sebenarnya kebocoran NIK bukan hanya terjadi pada Presiden Jokowi, tetapi juga dialami oleh pejabat-pejabat penting lainnya. Karena itu jajarannya sedang bergerak untuk melindungi data-data tersebut sehingga tidak kembali terulang. 

Pengamat hukum dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Umar Husein meminta masyarakat untuk berhati-hati menjaga data pribadinya dan tak mudah memberikan data. Umar juga meminta rancangan undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) segera disahkan."RUU PDP segera disahkan karena tujuh UU yang sudah ada sebelumnya tidak jalan," ujar Umar. Umar menerangkan, sudah banyak perangkat undang-undang yang mengatur tentang perlindungan data pribadi seperti UU Perbankan, UU Dokumen Perusahaan, UU Telekomunikasi ITE, UU Dukcapil, UU Kesehatan, hingga UU Kearsipan. Sayangnya, dia melanjutkan, perangkat hukum yang telah ada ini tidak berjalan.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution menilai pemerintah bersikap teledor, karena data diri Presiden bocor. Hal ini menunjukkan lemahnya sistem perlindungan data pribadi di Indonesia. Berdampak pada ketakutan publik dan terancamnnya kedaulatan data pribadi warga negara. (viva.co.id, 6/9/2021).

Negara seharusnya menggunakan semua perangkat yang ada untuk mencegah kebocoran data penduduk yang berulang kali terjadi. Dibutuhkan pembacaan dan analisa yang benar dalam melihat apa akar masalah kebocoran data serta solusi tuntas agar tidak terjadi lagi. Pertanyaannya, apakah hal ini sudah dilakukan? Jika belum, wajar saja kebocoran data kembali berulang.

Sudah seharusnya perlindungan data tersebut diberikan kepada seluruh rakyat. Negara tidak boleh melakukan diskriminasi dengan mengkhususkan pada penguasa dan pejabat saja. Lantas, apa yang menyebabkan begitu lemahnya pengamanan data penduduk di negeri ini? 

Sebagai negeri muslim terbesar yang memilih dan menerapkan sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Patut kiranya meminta pertanggungjawaban atas setiap persolaan kepada sistem yang diambil. Ketika kebocoran data marak terjadi saat ini, sangat penting untuk mengkaji ulang pilihan mengambil demokrasi. Sudah tepat dan layakkah demokrasi dipilih sebagai sistem yang mengatur kehidupan? Mampukah demokrasi menjadi solusi atas semua masalah yang bermunculan?

 

Penilaian ini dapat dilihat dari aspek sumber aturan demokrasi itu sendiri. Demokrasi telah menjadikan manusia/wakil rakyat sebagai pihak yang berhak membuat hukum atau kebijakan. Manusia yang menentukan baik buruk, benar salah berdasarkan akal dan hawa nafsunya. Padahal hakikat akal manusia lemah dan terbatas. Tidak akan mampu mengetahui apa yang dia butuhkan dalam kehidupan. Tidak akan mampu menetapkan mana yang benar dan salah. 

Sehingga saat aturan dipaksakan lahir dari akal, aturan tersebut tidak akan mampu menjadi solusi atas problem yang dihadapinya. Hanya akan ada solusi tambal sulam. Disamping itu manusia cenderung dipengaruhi oleh kepentingan individu atau kelompok. Sehingga sulit berharap demokrasi akan mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan yang lain. 

Gonta ganti aturan atau kebijakan dalam alam demokrasi adalah hal yang biasa. Berganti orang, berganti kebijakan semua tergantung kepentingan. Jika ditengah perjalanannya sebuah aturan dirasa gagal, tinggal buat aturan baru. Namun dasar berfikirnya tetap akal. Memisahkan agama dari kehidupan (sekuler). Hasilnya, aturan yang baru gagal lagi. Kemudian antar lembaga atau instansi terkait saling lempar kesalahan. Serperti kasus bocornya data RI1, tidak ada yang mau mengaku itu atas kelalaian lembaga mana.

Mungkinkah kasus kebocoran data penduduk ini bisa dihentikan? Adakah sistem alternatif yang bisa kita terapkan untuk menjaga keamanan data penduduk? Tidak hanya data RI1 beserta pejabatnya, tapi seluruh penduduk RI (Republik Indonesia). Jawabannya bisa, yaitu  ketika sistemnya dirubah dengan sistem  anti kepentingan manusia, yakni Islam.

Islam mewajibkan negara memberikan jaminan keamanan kepada setiap individu rakyat. Termasuk keamanan data pribadi. Tanpa melihat dan membedakan dia penguasa atau rakyat jelata. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa seorang kepala negara adalah sebagai “pengatur/ra’in” dan Perisai/pelindung/junnah” bagi seluruh rakyatnya baik muslim maupun nonmuslim tanpa membedakan jenis kelamin dan strata sosialnya.

Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll).

Imam (Khalifah/Penguasa) dengan segala kekuatan akan mencegah musuh dari perbuatan yang mencelakai kaum muslimin, dan mencegah sesama manusia (melakukan kezaliman), memelihara kemurnian ajaran Islam, rakyat berlindung di belakangnya, dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya. Termasuk melindungi rakyatnya dari data pribadi yang tidak boleh disalahgunakan, memberi sanksi kepada pihak-pihak yang telah membocorkan data bahkan memperjualbelikan data pribadi rakyatnya apalagi kepada musuh-musuh Islam.

Atas dasar dorongan keimanan penguasa dalam sistemIslam tidak hanya menjaga jiwa, harta, dan kehormatan rakyatnya, tetapi juga melindungi rakyatnya dari kerusakan pemikiran dan mental disebabkan berbagai informasi yang bertentangan dengan Islam. Mudah bagi negara untuk menutup segala akses informasi yag merusak bagi rakyatnya tanpa mempertimbangkan kerugian ”materi” yang bisa dibayar tinggi oleh pihak-pihak kapital. Karena keberadaan kepala negara adalah sebagai pengatur dan pelindung rakyatnya dengan menerapkan aturan-aturan yang telah Allah SWT turunkan didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan begitu, pintu masuk kebocoran data penduduk bisa ditutup ketika Islam diterapkan dalam tataran negara.

Wallahu a’lam bish-showab.

 

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak