Buah Kapitalisme; Eksploitasi Perempuan Guna Pertumbuhan Ekonomi Mikro



Oleh : Rosmawati 
(Pemerhati Masyarakat)


Dalam acara KTT G20 yang di gelar di La Novola, Roma Italia, Presiden Jokowi menyebutkan bahwa peranan perempuan dalam penguatan UMKM harus terus didorong. Karena hal tersebut bisa menjadi aksi nyata dalam peningkatan inklusi keuangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Adapun saat ini peningkatannya telah mencapai 81 persen dan Jokowi menargetkan 90 persen di tahun 2024. Menurutnya, keberpenaran kaum perempuan dalam UMKM merupakan suatu keniscayaan bagi kemajuan bangsa Indonesia. Karena UMKM sendiri disebut-sebut sebagai sendi utama perekonomian. (Viva.co.id, 31/10/2021)

Pemerintah pun terus menggenjot para pelaku UMKM ini, yang mana 64 persen diantaranya adalah perempuan. Untuk mencapai target, pemerintah indonesia mengalokasikan dana sebesar USD17,8 M untuk kredit usaha rakyat (KUR) dan lebih dari 2,4 juta telah diterima pengusaha perempuan.

Pemerintah begitu berambisi dengan program ini. Karena perempuan dinilai lebih mumpuni, lebih cekatan sebagai pelaku usaha dibandingkan dengan laki-laki. Alih-alih pemerintah memberikan solusi untuk perempuan. Namun sejatinya malah merusak peranan perempuan sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga (ummu warobbatul bait).

Dengan kesibukan berusaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Perempuan justru banyak melalaikan perannya sebagai ibu, anak jadi tidak terurus, tidak terdidik dengan agama nya sendiri.

Maka dari itu, tak heran jika saat ini kita banyak menemui anak-anak yang kurang etika, tidak mengerti soalan moral. Hal tersebut tak lain disebabkan karena rusaknya peran perempuan sebagai para pendidik.

Lagi-lagi, semua hal tersebut adalah buah dari sistem kapitalisme, yang senantiasa mengeksploitasi kaum perempuan. Mereka berpikir akan menghasilkan uang dan keuntungan yang lebih besar dengan melakukan hal tersebut. Sistem rakus yang nihil etika, bahkan nilai-nilai kemanusiaan untuk memenuhi keinginannya.

Islam menempatkan perempuan pada posisi yang mulia. Di dalam keluarga, ia memiliki peran besar sebagai ibu bagi anak-anaknya, pengatur urusan rumah tangga, hingga pengurusan soal pendidikan anak-anak. Sedangkan untuk nafkah, maka Allah telah bebankan itu semua kepada sosok ayah.

Ayah lah yang memiliki kewajiban untuk mencari dan memberikan nafkah pada keluarganya, bukan ibu. Adapun ibu, jikalau kondisinya memang terpaksa harus pergi keluar rumah untuk mencari tambahan uang untuk kebutuhannya, maka hukum melakukannya adalah mubah atau boleh untuk mereka. Tidak ada dosa yang akan diterima jika mereka tidak melakukannya.

Terkait dengan peranan ibu yang disebutkan diatas, hal tersebut dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 233, yang artinya,

"Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak di bebani lebih dari kesanggupannya".

Perihal mengembalikan peran ibu sesuai dengan Islam, juga harus diimbangi dengan pergantian sistem dasar negara kita dan segala pemikiran yang ada di dalamnya. Mengeksploitasi kaum perempuan untuk tingkatkan perekonomian adalah salah. Jika tetap dilakukan maka hal tersebut sama saja dengan mempertaruhkan nasib bangsa kedepannya.

Pasalnya, para generasi selanjutnya akan kehilangan sosok ibu sebagai madrasah pertama mereka, berganti dengan berbagai tontonan dan lingkungan mereka. Hidup dalam kondisi tontonan yang liar dan lingkungan buruk sungguh akan merusak mereka dan menjadikan negeri ini berada di ambang kehancuran.

Semua perkara tentang mengeksploitasi kaum perempuan harus dihentikan. Serahkan segala jenis pekerjaan itu kepada kaum lelaki, sungguh itu akan membuat semuanya jadi lebih baik dan berjalan di rel yang tepat. Perekonomian akan berjalan sebagaimana mestinya, tingkat kriminalitas berkurang, dan kualitas generasi kedepannya pun akan terjamin dengan baik.

Sungguh, semua permasalahan di atas akan terpecahkan dengan diterapkannya Islam sebagai sistem hidup dan ideologi negara, bukan Kapitalisme. Dalam arti lain, Islam wajib diterapkan sebagai satu-satunya aturan dalam sebuah wadah kenegaraan, yakni dalam bentuk Kekhilafahan.

Wallahu A'lam bis Shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak