Oleh: Banin Salma
Perhelatan akbar gala premier film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) 2 yang diselenggarakan hampir sebulan lalu masih menyisakan kesan mendalam bagi 350.000 lebih penontonnya. Salah satu sisi sejarah yang tidak pernah di ajarkan di sekolah terbongkar sehingga membuka mata umat atas tabir yang selama ini coba di tutupi bahkan di kubur dalam-dalam. Sekuel JKDN dari bagian 1 hingga 2 ini di ambil berdasarkan hasil penelitian sang sutradara dan telah teruji mampu di pertanggung jawabkan secara ilmiah dengan bukti sejarah yang tidak terbantahkan dan tersebar di seluruh Nusantara.
Sebagaimana diketahui, Islam merupakan bagian integral tidak hanya bagi sejarah nusantara melainkan seluruh dunia. Pada masa kejayaannya, Islam berhasil membangun peradaban gemilang yang membentang dari ujung Maroko hingga ke Merauke, 2/3 dunia berada dibawah naungan Rayahnya selama lebih dari 13 abad lamanya. Mustahil kiranya jika ingin menihilkan sejarah peradaban Islam di Indonesia karna menurut sarjana di Barat sendiri, Islam is the key to understanding Indonesia’s history (Islam adalah kunci untuk memahami sejarah Indonesia). Maka atas berbagai macam alasan, sejarah Islam mengalami pengaburan, penguburan, pembelokan, hingga pelurusan. Hal ini pula yang mendorong panitia yang sama untuk bekerja semakin serius dalam menggarap lanjutan film dokumenter ketiga yang akan membahas bagaimana Islam mampu menginspirasi perjuangan kemerdekaan hingga hari ini. Setidaknya itu yang disampaikan Ustadz Ismail Yusanto dalam salah satu webinar yang diselenggarakan oleh saluran Youtube Rayah TV.
*Mengapa Sejarah Dikaburkan dan Dikuburkan*
Tidak ada tokoh besar di dunia ini kecuali sangat menguasai sejarah orang-orang terdahulunya. Saking krusialnya bidang ini, hingga sebagian kaum muslim tersalah menjadikan sejarah seolah menjadi salah satu sumber hukum, meski sebenarnya bukan. Sebagaimana yang kita saksikan dalam sirah (kisah hidup) Muhammad Al Fatih, penguasaan beliau tentang sejarah menjadi faktor kuat, menjadikannya mampu mengambil segala hal yang diperlukan untuk merealisasikan apa yang telah dicita-citakan oleh beliau dan para pemimpin sebelum beliau: membuktikan kebenaran bisyarah Rasulullah saw. atas ditaklukkannya kota Konstantinopel. Alih-alih hidup dalam aliran perjuangan jihad Lillaahi Ta’ala, kini kita hidup di zaman monsterisasi ajaran Islam yang menggema. Jejak-jejak Islam beserta negara adidaya Khilafah coba dihapuskan dalam memori, menjadikannya utopi dan mimpi yang usang, tak layak diperbincangkan maupun dipelajari. Lantas siapa yang tega berbuat seperti ini? Apa yang melatarbelakangi mereka hingga sebegitunya?
Satu kata: Islamophobia, ketakutan dan trauma atas kebangkitan Islam yang secara turun-menurun diwariskan sejak Rasulullah Muhammad saw. mendirikan negara di Madinah tentu harus disertakan dalam pembahasan sejarah yang menjadikan Islam sebagai kambing hitam. Kedengkian dari musuh-musuh Islam yang diabadikan dalam Alquran menjadi petunjuk yang tidak ada keraguan didalamnya.
Zaman now, ketidak-senangan itu mereka wujudkan dalam bentuk penjajahan pemikiran, ekonomi dan politik dalam bingkai negara demokrasi-sekuler yang berideologikan kapitalisme. Selama umat muslim tidak diajarkan bagaimana para leluhurnya berpegang teguh pada syariah dalam seluruh lini kehidupan, selama itu pula penjajahan mereka dapat dilanggengkan. Proses yang memakan waktu sangat lama dengan segenap daya upaya yang mereka kerahkan, tentu tidak mungkin akan disia-siakan. Sebisa mungkin dimanfaatkan kekuasaan yang sedang Allah pergilirkan kepada mereka untuk secara lebih terstruktur, sistematis serta masif dalam men-degradasi pengaruh Islam terhadap pemeluknya. Salahsatunya dengan pengaburan dan penguburan sejarah.
Sejarah adalah tafsir terhadap realitas kehidupan (masa lalu), begitu kutipan dari kitab Daulah Islam yang ditulis oleh Syekh Taqiyuddin An Nabhani rahimahullah. Sejarah tidak hanya berisi fakta kejadian, namun juga penafsiran dari siapa yang menulisnya, bagaimana keberpihakannya, apa ideologi yang dianutnya dan sebagainya. Maka sejarah sangat memungkinkan dipakai sebagai alat politik penguasa. Penghapusan bahkan rekayasa bukan barang baru dalam penulisan sejarah. Menurut Sejarawan Moeflich Hasbullah, kepentingan asing terhadap jejak-jejak sejarah Islam Indonesia yang hegemonik dan berlimpah semakin intensif terjadi sejak zaman kolonial hingga pasca kemerdekaan. Bahkan menguat setelah memasuki orde lama lanjut ke orde baru.
Misi perjuangan yang diwariskan para pahlawan belum selesai. Apa yang dibawa oleh Rasulullah saw. dan dilanjutkan shahabat-shahabat beliau radhiyallahu’anhum menjadi lecutan bagi para pejuang di nusantara, yakni memerdekakan diri dari penjajah demi menghamba kepada Allah Azza wa Jalla secara totalitas. Syariah harga mati, Khilafah wajib dan merupakan janji. Setiap kelalaian dalam penegakkannya adalah dosa tak terperi. Sudah saatnya kita menyibukkan diri dalam perjuangan ini, menjadikannya poros dalam memanfaatkan rentang usia yang Allah anugerahkan.
Segala pengorbanan akan diganti, berbuah surga yang sama dengan para pendahulu kita yang telah secara sadar dan suka rela berjual beli dengan Allah atas harta, tenaga, pikiran, waktu, jiwa dan raganya demi kemuliaan umat dan agama ini. Maka pastikan diri kita berdiri di barisan itu, berjuang secara berjama’ah merealisasikan bisyarah itu. Kereta dakwah akan terus melaju semakin dekat dan semakin dekat lagi dengan destinasi terakhirnya, dengan atau tanpa kita. Tidakkah kita merasa merugi jika kita tidak tercatat sebagai penggeraknya dihadapan Allah Ta’ala?
Wallaahu’alam bi ash-shawwab.
Tags
Opini