Oleh : Dahlia
Mayat bayi diduga baru dilahirkan ditemukan di bantaran Sungai Ciliwung, Sukasari, Kota Bogor. Bayi lelaki itu dibungkus plastik warna merah dan mengalami luka di kepala.
Jasad bayi tersebut pertama kali ditemukan seorang pemulung bernama Ujang Mahmudin (52), Rabu (10/11/2021), sekitar pukul 07.00 WIB.
Plastik merah berisi jasad bayi berada sekitar 30 sentimeter dari bibir Sungai Ciliwung. Lokasinya berada persis di bawah jembatan Bale Binarum yang berada di Jalan Pajajaran, Kota Bogor. Untuk ke lokasi, hanya ada satu jalan setapak yang cukup curam dan bisa diakses dari pinggir jembatan.
Belum diketahui, apakah jasad bayi tersebut sengaja disimpan di lokasi oleh pelaku atau dibuang dari atas jembatan Bale Binarum yang memiliki tinggi sekitar 15 meter. Polisi masih menyelidiki kasus temuan jasad bayi tersebut.
Maraknya kasus penemuan bayi yang sengaja dibuang baik dalam keadaan bernyawa ataupun sudah tak bernyawa, beragam alasan yang membuat orang tua tersebut tega. Mulai dari faktor ekonomi sehingga tak mampu mengurus anak, sampai dengan faktor malu akibat hasil hubungan haram dan mereka belum siap mengasuh anak.
Kalau sudah begini siapa yang pantas disalahkan? Apakah sang ibu sendiri yang harus menanggung kesalahan? Sepertinya tak cukup tega untuk menyalahkannya saja.
Ibu adalah seorang wanita yang memiliki kepekaan rasa yang besar. Setiap masalah yang dihadapi akan selalu disimpan. Bagaikan bom waktu, jika semakin banyak masalah yang disimpan dan tidak dikeluarkan, maka sewaktu-waktu akan bisa meledak.
Masalah yang dihadapi seorang ibu bisa bermacam-macam, di antaranya:
Pertama, ekonomi. Masalah ini kerap kali meminta tumbal nyawa. Susahnya mencari pekerjaan, persaingan dunia kerja, tidak adanya keahlian khusus, rendahnya tingkat pendidikan, menjadikan masalah ekonomi semakin sulit. Hasilnya, keluarga tak mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, apalagi jika harga kebutuhan pokok melonjak tinggi.
Kedua, ketidakharmonisan keluarga. Masalah dengan suami tercinta memang selalu menimbulkan luka. Apalagi jika keduanya saling meminta, memaksa, dan menuntut. Perkataan atau tindakan kasar dari pasangan akan menimbulkan stres yang luar biasa. Jika sang ibu tak mampu menahan, ia akan melampiaskan pada orang-orang di sekitarnya.
Ketiga, malu dan belum siap punya anak. Umumnya alasan ini hinggap pada ibu-ibu muda. Terutama para ibu yang married by accident (hamil di luar nikah). Sehingga mereka tega membuang bahkan membunuh jabang bayinya.
Dari alasan-alasan di atas, penyebab utamanya adalah diterapkannya aturan ala kapitalisme. Sistem kapitalisme hanya memprioritaskan hasil instan, menomorduakan agama, surga bagi para kapital, dan menyingkirkan orang-orang tak berdaya.
Apalagi kapitalisme telah mengubah pemikiran menjadi instan. Pasangan hanya ingin mendapatkan haknya tanpa melaksanakan kewajiban. Mereka berleha-leha, bahkan bisa lebih parah dengan hura-hura, berjudi, atau main wanita. Inilah prinsip kebebasan dalam kapitalisme, bebas melakukan apa saja.
Oleh karena itu, kita butuh peran negara mengatur kebijakan. Baik memperbaiki sistemnya maupun memberikan sanksi bagi para pelanggar. Jika kondisi baik maka fitrah ibu pun akan terjaga.
Negara yang bisa melakukan hal ini adalah negara berdikari, yang memiliki ideologi kuat. Tentu saja bukan negara penganut kapitalisme neoliberal. Tapi negara yang mencerminkan Islam di dalamnya. Negara yang menjadikan Islam sebagai landasannya, ialah Khilafah ‘ala minhaj nubuwwah.
Wallahu a’lam bishawab.