Oleh : Wulansari Rahayu*
Banjir kembali melanda beberapa wilayah di Indonesia. salah satunya adalah banjir Banjar yang melanda kota Batu, Malang. Banjir bandang tersebut menerjang Desa Sumberbrantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Malang, Jawa Timur hingga Kamis (4/11) sore. CNN (4/11/2021) mengabarkan berdasarkan pantauan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, banjir terjadi di dua titik sejak pukul 15:15 WIB.
Selain itu kota Bengkulu juga kembali diterjang banjir, yaitu Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu. Di wilayah Bandung Raya banjir juga menggenang pada Selasa (2/11/2021) malam. Sejak siang hingga malam, hujan yang mengguyur Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat menyebabkan daerah tersebut tergenang banjir (Detik[dot]com, 2/11/2021).
Upaya pengendalian terus dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari evakuasi warga saat kejadian, pemberian bantuan kebutuhan pokok bagi masyarakat terdampak, hingga adanya rencana relokasi perumahan bagi warga terdampak musibah banjir ini.
Pemerintah mestinya bukan sekedar merespon dengan memberi bantuan semata, tetapi juga menganalisa, kenapa banjir terus berulang dan meluas ke beberapa daerah. solusi jangka pendek ditengah bencana tentu diperlukan, akan tetapi penyelesaian persoalan bencana banjir yang berulang saat ini tentu harus dilihat akar persoalannya secara utuh.
Banjir di Malang misalnya, Kekritisan hutan lindung sebagai resapan air mengakibatkan banjir di Malang, Jawa Timur. Pendiri Profauna Indonesia, Rosek Nursahid menyatakan banjir bandang yang melanda Kota Batu, Jawa Timur, pada Kamis (4/11/2021)
diakibatkan beralihnya fungsi lahan yang berada di lereng Gunung Arjuna.
“Sekitar 90 persen hutan lindung itu lahannya telah berubah. Hutan Lindung di Malang Raya sudah pada tahap kritis, harus ada rehabilitasi atau pemulihan dengan menanam pohon,” ujarnya.
Berkurangnya penyangga DAS Citarum di analisis sebagai penyebab dampak terjadinya banjir di Bandung. Sementara itu, pakar konservasi sumber daya air (hidrology) Dede Rohmat mengatakan saat ini terjadi ketidakseimbangan ekologis di DAS Citarum. “Masalah ini makin
sulit ditangani karena kendala koordinasi penanganan DAS,” jelasnya.
Meski fenomena la nina dengan curah hujan berintensitas lemah–sedang sedang diwaspadai kehadirannya. Diperkirakan La Nina tahun ini akan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan berkisar antara 20-70% di atas normalnya. Namun curah hujan dengan intensitas tinggi sebenarnya merupakan sunnatullah yang terjadi di tengah kehidupan manusia, tentu hal ini menjadi berkah tersendiri saat kondisi bumi sebagai penampung air hujan dalam kondisi baik sesuai ketetapan Sang Pencipta alam, Allah SWT.
Persoalan banjir ini menjadi penting dibawa kedalam kacamata akar persoalannya, karena ini tidak akan bisa dilepaskan dari aktivitas Kapitalisasi sumber daya alam dan pengelolaan sumber daya alam yang tidak tepat. Dimana terjadi eksploitasi besar-besaran dan juga pembangunan yang tidak memperhatikan tata kelola kota dengan baik, sehingga berdampak pada banjir.
Kondisi ini dikritisi aktivis muslim Yahya Nisbet yang memandang ideologi kapitalismelah yang menggagalkan upaya perubahan serius terkait masalah iklim. Kapitalisme merupakan ideologi Barat yang menggerakkan ambisi kolonial mereka untuk memperkaya diri sendiri dengan segala cara, termasuk menghancurkan kehidupan jutaan manusia, memiskinkan dunia, dan merusak lingkungan alam.
Semua ini adalah hal yang layak diterima oleh kaum kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan. Meskipun ada ancaman perubahan iklim yang nyata, para kapitalis tetap memprioritaskan keuntungan jangka pendek mereka.
Dalam Islam kebijakan untuk mengatur negara tidak bisa dilepaskan dari solusi sistemik yang melibatkan seluruh komponen sistem. Dari sistem ekonomi yang diterapkan, sistem tata ruang negara serta sistem pendidikan yang akan menghasilkan generasi bertakwa pemimpin negeri, yang menjadikan takwa tolak ukur setiap keputusan dan kebijakan nya.
Di dalam Islam kawasan yang menjadi konservasi dan resapan air dengan berbagai tanaman dan pohon tidak boleh menjadi pemukiman yang dapat merusak fungsinya. Apalagi di eksploitasi tanpa memperhatikan kelangsungan ekosistem. Dalam menanggulangi bencana, Khilafah tidak hanya mengandalkan pendekatan scientific semata tetapi juga melibatkan aturan Allah secara totalitas.
Dalam Islam kepemilikan umum, dimanfaatkan untuk semua umat, tidak untuk dimiliki dan dikuasai. Di mana kepemilikan umum, dimanfaatkan bersama-sama oleh seluruh umat manusia atau dikelola oleh negara untuk kesejahteraan umat. Kepemilikan umum dalam Islam tidak ada yang memiliki apalagi menguasai dalam luasan yang sangat luas. Wallahu Alam Bi Showab.
*(Pemerhati Sosial dan Anggota Revowriter)
Tags
Opini