Oleh Ummu Raihan
(Relawan Media)
Pengrusakan tempat ibadah kembali terjadi. Peristiwa ini terjadi di Makassar. Pelaku berinsial KB ( 22 tahun) membakar mimbar Mesjid Raya Makassar. Polisi sudah mengantongi bukti antara lain, sajadah yang dijadikan alat untuk membakar mimbar, Al-Qur'an dan potongan mimbar. Alasan pelaku melakukan hal itu karena sakit hati kepada security yang mengusirnya saat ia mau beristirahat di mesjid.
Penangkapan tersebut berawal dari keterangan saksi dan rekaman CCTV yang ada di Mesjid Raya. Sebagaimana dikutip dari merdeka.com, (26/9/2021). Kepala Polrestabes Makassar, Komisaris Besar Witnu Urip, mengatakan, "Dari keterangan saksi dan CCTV berhasil kita identifikasi terduga pelaku yang melakukan pembakaran mimbar. Pukul 14.00 wita kami mendapat informasi bahwa pelaku berada di jalan Tinumbu dan mengamankan pelaku," ujarnya saat jumpa pers di Mapolrestabes Makasar pasa hari sabtu.
Selain pengrusakan tempat ibadah, keselamatan para ulama juga tidak terjamin. Sepanjang tahun ini serangan terhadap sejumlah ulama atau ustaz kerap terjadi. Anehnya rata-rata pelaku penyerang ulama adalah Orang dengan ganguang jiwa (gila). Satu kasus yang paling menghebohkan juga adalah ketika Syeikh Ali Jaber ditusuk pria yang tak dikenal. Pelakunya pun divonis mengalami gangguan jiwa oleh pihak berwajib.
Ulama diserang oleh orang tak dikenal. Bukan hanya pada almarhum ustadz Syekh Ali Jaber. Belum lama ini seorang ustaz di Mustikajaya, Bekasi. RM Jamiludin menjadi korban pembegalan dan pembacokan. Peristiwa tersebut terjadi pada 21 September 2021 pukul 3 dini hari.
Kejadian serupa juga terjadi di Batam, kepulauan Riau. Ustaz Chaniago diserang saat sedang berceramah di sebuah masjid di Batam. Video penyerangan tersebut ramai di media sosial YouTube. Lagi-lagi pelakunya adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Beberapa daerah lain juga misalnya di Tangerang, Banten. Ustaz Marwan, menjadi korban penembakan di depan rumahnya yang terletak di kecamatan Pinang, kota Tangerang pada 18 September 2021 sekitar pukul setengah 7 malam. (okezone.com, 22/9/2021).
Sering terjadinya penyerangan ulama ini, pihak kepolisian dituntut untuk menuntaskan penyelidikannya. Publik juga mendesak agar melakukan pemeriksaan secara detail. Jangan terburu-buru memvonis bahwa pelaku adakah orang dengan gangguan jiwa.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, menyampaikan bahwa pemerintah mengutuk keras terhadap pelaku pembakaran mimbar mesjid. Beliau juga menyampaikan kepada kepolisian agar pemeriksaan terhadap para pelaku dilakukan secara tuntas dan terbuka. Selain itu, para tokoh agama, fasilitas tempat ibadah agar selalu dalam pengawasan aparat kemanan segingga tercipta ketentraman yang harmoni. (detik.news, 25/9/2021).
Segala penyerangan baik ditujukan pada tokoh agama maupun fasilitas tempat ibadah, misalnya mesjid, menunjukkan kegagalan sistem yang diterapkan saat ini. Keamanan dari negara kepada warganya begitu lemah dan juga tempat ibadahnya. Saat ada penyerangan, pihak berwajib langsung menetapkan bahwa pelaku adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) . Sehingga pelaku langsung dilepaskan begitu saja, tanpa ada pemeriksaan lebih lanjut. Misalnya dengan memanggil dokter yang mampu mendiagnosis apakah pelaku normal atau ODGJ.
Sanksi yang diberikan juga lemah bahkan nyaris tidak ada. Jika pelaku berkelakuan seperti mengalami gangguan jiwa, meskipun pelaku tersebut bisa main gadget. Jika sanksi yang diberikan lemah, pasti memunculkan ODGJ berikutnya.
Oleh karena itu, penguasa maupun aparat keamanan jangan hanya mewaspadai adanya PKI. Tetapi negara harus benar-benar hadir, misalnya memberikan sanksi yang setimpal kepada para pelaku, agar pelaku tidak mengulang hal yang sama yang merugikan tokoh ulama. Para hakim juga jangan mau diusap untuk menutupi kesalahan para pelaku.
Ulama merupakan pewaris nabi. Ulama juga sebagai teladan umat yang akan menuntun umat ini kearah yang lebih baik. Maka negara harus memberikan perlindungan. Saat memberikan perlindungan, jangan hanya pada ulama yang pro terhadap kebijakan penguasa. Tetapi pada ulama yang tidak pro juga harus mendapatkan hak yang sama.
Ulama yang hanif yang senantiasa menyampaikan amar ma'ruf dan nahi mungkar, akan mendapatkan perlindungan yang maksimal jika berada dalam sistem Islam. Islam hadir bukan hanya sekedar agama yang mengatur tata cara ibadah manusia dengan pencipta-Nya. Tetapi juga hadir untuk mengatur hubungan manusia dan manusia lainnya. Dengan aturan yang tetapkan oleh Islam maka manusia yang hidup dalam negara tersebut akan merasa aman. Begitu pula dengan fasilitas yang dimiliki tempat ibadah. Karena sanksi dalam Islam merupakan pencegah dan penebus dosa bagi pelaku.
Dalam negara Islam, tokoh agama ( ulama) sangat dilindungi. Sebagaimana dalam hadist Rasulullah:
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (H.R At-Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim dan Ibnu Hibban).
Negara akan memberikan sanksi yang setimpal kepada para pelaku yang mengusik ulama. Dengan seperti ini ulama akan aman dari orang-orang yang berniat jahat. Selain itu, ketika sanksi diterapkan tidak ada yang mengintervensi. Sehingga tidak ada yang memperjual belikan hukum.
Penerapan Islam memiliki tujuan yang terintegrasi. Yakni memberikan kemaslahatan, diantaranya menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, menjaga harta, kehormatan, keamanan dan menjaga negara.
Sungguh indah jika negara-negara Islam saat ini menerapkan Islam disemua lini. Karena kenyamanan, kesejahteraan bisa dirasakan oleh umat dan ulama yang tinggal dalam negera Islam.
Wallahu a'lam bishawab