Tenaga Kerja Asing Menambah Angka Pengangguran di Indonesia





Oleh : Rines Reso 

Ekonom Senior Faisal Basri membeberkan gaji tenaga kerja asing (TKA) asal Cina di Indonesia. Ia menyebutkan gaji TKA yang diberi izin masuk oleh pemerintah mencapai Rp17 juta hingga Rp54 juta. Maka dari itu, ia menyebut omong kosong kalau ada pejabat negara menyebut semua TKA yang masuk adalah staf berkeahlian khusus.

Menurut dia, mereka adalah pengemudi, koki, hingga manajer gudang yang seharusnya bisa digantikan oleh tenaga kerja RI.“Apakah mereka tenaga ahli? Ya tidak, gaji mereka itu Rp17 juta sampai Rp54 juta,” ujarnya dalam Core Media Discussion: Waspada Kerugian Negara dalam Investasi Pertambangan, Selasa (12/10).

Ia menyebut TKA tetap deras masuk ke RI di tengah pandemi covid-19 atau sejak tahun lalu lewat Bandara Sam Ratulangi, Sulawesi Utara, dan I Gusti Ngurah Rai, Bali. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), ia memaparkan untuk periode Januari 2020-Agustus 2021 secara total ada 33.834 TKA yang masuk ke RI.
“Sebagian besar mereka tidak pakai visa pekerja, tidak bayar iuran yang US$100 dan macam-macam itu,” imbuh dia.

Faisal menyebut TKA asal Cina tidak berani masuk lewat Bandara Soekaro-Hatta karena takut ketahuan.“Kalau di Soetta banyak diteriakin wartawan, wartawannya banyak. Tapi ketahuannya hanya satu, Sam Ratulangi mereka lebih santai,” pungkasnya.
(Lajur.Co, 15 Oktober 2021 lalu)

Jalan mulus untuk masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia tampaknya kian terbuka lebar. Pasalnya, pemerintah telah menerbitkan perpres No.20/2018 tentang penggunaan TKA. Dengan perpres ini semakin memudahkan TKA bekerja di Indonesia. Bisa dibayangkan, akan terjadi persaingan antara tenaga kerja lokal dengan TKA. Hal ini tentunya akan berdampak pada meningkatnya angka pengangguran di negeri dengan jumlah penduduk yang besar ini.

Jelas ini adalah kebijakan yang tidak adil dimana hak rakyat untuk mendapatkan pekerjaan, harus bersaing dengan TKA. Ketidakadilan yang cukup mencolok misalnya terjadi di sebuah industri di Konawe Sulteng yang memperkerjakan buruh Cina 500 orang sebagai juru masak, sopir, office boy (OB), sampai buruh bangunan. 

Sedangkan buruh lokal hanya 246 orang. Belum lagi di sebuah pabrik semen di Serang Banten, dimana perbandingan upah yang sangat tidak adil, buruh Cina dibayar 15 juta/bulan, sedangkan buruh lokal hanya 2 juta/bulan.

Pemerintah mengatakan bahwa dengan adanya Tenaga Kerja Asing yang ada di Indonesia tidak akan berimbas dengan adanya penurunan lapangan kerja. Menurut data, pada tahun 2019 terdapat sebanyak 95.335 Tenaga Kerja Asing yang ada di Indonesia.

Angka tersebut dianggap pemerintah tidak sepadan dengan jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, karena pada tahun 2019 terdapat 276.553 orang yang secara legal bekerja sebagai TKI. Namun, anggapan pemerintah tidak selalu selaras dengan anggapan yang ada di masyarakat. Khususnya masyarakat usia angkatan kerja, mereka beranggapan bahwa dengan adanya peraturan presiden ini menyebabkan terjadinya gesekan sosial di masyarakat.

Menurut mereka, pemerintah tidak sensitif dan juga responsif terhadap jumlah pengangguran yang ada di Indonesia. Sebelum wabah pandemi Covid-19 melanda Indonesia, tercatat hingga Agustus 2019 terdapat 7,05 juta usia angkatan kerja yang menjadi pengangguran.

Bila memang yang dikatakan pemerintah adalah benar yaitu dengan adanya peraturan presiden nomor 20 tahun 2018 dapat menambah lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia, tetapi pada faktanya angka pengangguran  yang ada di Indonesia semakin  bertambah setiap tahunnya  dan bahkan diperparah dengan adanya wabah pandemi Covid-19.

Pemerintah beralasan bahwa Perpres No.20/2018 ini akan berdampak positif terhadap investasi asing dan pembangunan. Padahal sejatinya investasi yang disertai masuknya TKA justru menunjukkan betapa lemahnya pemerintah dalam berdiplomasi dan bernegoisasi dengan negara investor.

Keputusan pemerintah untuk membuka peluang masuknya TKA sesungguhnya berpijak pada pemikiran liberal yang kian menunjukkan ketidakmampuan negara dalam mengelola SDM dalam negeri guna terwujudnya kemandirian ekonomi dan kesejahteraan ekonomi rakyat. Masalah perburuhan yang terjadi sebenarnya dipicu oleh dasar yang digunakan oleh sistem kapitalisme, yaitu kebebasan kepemilikan, kebebasan bekerja dan living cost terendah yang dijadikan sebagai standar penentuan gaji buruh. 

Jelas bahwa perpres TKA telah meminggirkan hak-hak rakyat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan berkah. Negara terjerat dalam berbagai perjanjian perdagangan, negara menjadi tidak berdaulat dan tidak mandiri, jauh dari negara yang disabdakan Rasulullah saw, "yaitu negara sebagai perisai dan pengayom."

Dalam sistem Islam, Khalifah ber­ke­wa­jiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi Politik Ekonomi Islam. Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR Bukhari Muslim).

Islam punya solusi untuk menyelesaikan persoalan TKA. Negara harus menerapkan syariah Islam secara kaffah yang akan menjadikan negara mandiri dan berdaulat, akan mampu melepaskan dari dominasi negara lain.

Dalam iklim investasi dan usaha, Khalifah akan menciptakan iklim yang merangsang untuk membuka usaha melalui birokrasi sederhana, penghapusan pajak, dan melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat. Pengangguran mudah diatasi dan lapangan kerja tercipta secara adil. Semua hal ini akan terwujud manakala sistem Islam diterapkan dalam institusi negara Khilafah Islamiyah. Wallahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak