Oleh: Atik Hermawati
Ucapan selamat Hari Raya Nawruz oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Q. bagi agama Baha'i kembali mengguncang bumi Pertiwi. Agama ini mengklaim M.A.A. sebagai utusan Tuhan dan membawa kitab Al Bayan yang menghapus syariat Nabi Muhammad saw, puasa 19 hari, shalat 9 rakaat, juga hal lainnya yang sangat bertentangan dengan syariat Islam. Alasan jitu yang selalu diungkapkan menteri agama yang begitu kontroversial ini ialah bahwa ia adalah menteri semua agama, yang harus menghormati agama apapun di Indonesia. Kebebasan beragama menjadi salah satu pilar dalam negeri yang menganut demokrasi ini. Ide kebebasan beragama dikatakan selaras dengan ajaran Islam yang tidak memaksa manusia untuk memeluk agama apapun. Benarkah demikian?
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَاۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya, "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 256)
Ayat itulah yang sering dikutip kaum liberal untuk menjustifikasi ide kebebasan beragama. Ide ini memandang bahwa manusia manapun berhak memeluk, menentukan, bahkan berpindah-pindah agama/aliran apapun dan kapanpun sesukanya. Misalnya seseorang hari ini muslim, lalu besoknya Nasrani, lalu pindah lagi dan sebagainya, hal itu mereka anggap tidak boleh dilarang. Melainkan harus dihormati dan merupakan HAM yang harus dijaga.
Berbagai aliran atau tradisi musyrik yang menyimpang di negeri ini, dianggap sebagai sebuah kepercayaan yang harus diakui dan dihormati. Bahkan didukung atas nama kebhinekaan. Tidak diluruskan dengan pembinaan. Para penganutnya pun dibiarkan menyebarkannya. Semua kepercayaan atau agama dianggap benar.
Tidak Ada Paksaan' dalam Islam
Sabab nuzul ayat di atas ialah, diriwayatkan Muhammad bin Ishaq, dari Ibnu 'Abbas yang menyatakan bahwa ayat ini turun pada seorang Anshar dari Bani Salim, bernama al-Hushaini. Dia memiliki dua orang anak yang beragama Nasrani. Dia sendiri ialah seorang muslim. Lalu dia berkata kepada Rasulullah saw., "Apakah tidak saya paksa saja keduanya (untuk masuk Islam) karena mereka enggan kecuali jadi Nasrani." Maka Allah menurunkan ayat ini menjelaskan perkara tersebut. (Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Ibnu Katsir/ 285). Seorang muslim yang mualaf pun tidak diperkenankan memaksa non muslim untuk masuk ke dalam agama Islam walaupun itu anaknya atau saudaranya sendiri.
Al Baidhawi dalam Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta'wil menuturkan bahwa makna "al-ikrah" (paksaan) pada ayat tersebut ialah mengharuskan orang lain melakukan suatu perbuatan, sementara orang yang dipaksa itu tidak melihat kebaikan di dalamnya tatkala dia membawanya. Lalu ad-din yang dimaksud ialah Islam. Ibnu Katsir dan para mufassir lainnya menyimpulkan ayat ini melarang tindakan memaksa orang kafir untuk masuk Islam.
Kendati demikian, dalam beberapa surah lainnya Allah SWT memerintahkan untuk memerangi kaum kafir dan munafik sampai mereka bersedia menjadi kafir dzimmi dengan membayar jizyah dan tunduk pada hukum Islam yang diterapkan negara. Salah satunya dalam QS. At-Taubah : 29 yang artinya, "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk."
Kemudian, dalam lanjutan ayat tersebut dinyatakan "sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat", yakni keimanan dan kekufuran, kebenaran dan kebatilan, maupun petunjuk dan kesesatan itu telah jelas dan pasti. Berbagai bukti maupun ayat yang menjelaskan hal itu membuat manusia mudah membedakan, dan seharusnya tidak salah memilih. Apalagi sebagai makhluk yang dikaruniai akal, sudah sepatutnya manusia menggunakan dan memenuhi seruan untuk bertafakkur dan beriman pada apa yang Allah turunkan.
...فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ...
Dalam ayat itu pula Allah SWT memerintahkan dengan tegas untuk mengingkari thaghut. Al Jazairi dalam kitabnya Aysar al-Tafasir menjelaskan bahwa kata al-thagut sebagai segala sesuatu yang memalingkan dari ibadah kepada Allah SWT, baik dari kalangan manusia, syetan, dan lainnya. Orang yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah SWT, dikatakan bahwa ia telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat dan tidak akan putus.
Dengan demikian 'tidak ada paksaan dalam memeluk agama (Islam)' yang dimaksud ialah bagaimana sikap seorang muslim bahkan negara terhadap orang-orang nonmuslim atau kafir. Mereka tidak dibenarkan memaksa non muslim untuk masuk Islam, ataupun mengganggu dan merusak tempat ibadahnya. Orang-orang kafir dilindungi dan ditunaikan hak-haknya sebagai seorang manusia dan diperintahkan untuk membayar jizyah.
Namun, khusus kaum Musyrik Arab Badui, mereka hanya diberi pilihan untuk masuk Islam atau diperangi. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Fath: 16 yang artinya, "Katakanlah kepada orang-orang Badui yang tertinggal, "Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih."
Lalu berbeda halnya apabila sudah menjadi muslim, Islam memerintahkan dengan tegas pemeluknya untuk tetap pada agamanya sampai kapanpun. Apabila ia murtad atau keluar dari agama Islam maka dia diajak kembali dan bertobat. Namun, jika tetap ingin murtad maka ia dibunuh. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw. bersabda, ”Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia” (HR Bukhari 3017, Nasai 4059, dan yang lainnya). Juga sebuah riwayat dari Mu‘az bin Jabal ketika ia diutus Rasulullah saw. ke Yaman.
Rasulullah saw. mengatakan kepadanya,
”Laki-laki mana saja yang murtad, maka ajaklah dia (kembali pada Islam), jika ia tidak mau kembali pada Islam, maka bunuhlah ia. Perempuan mana saja yang murtad, serulah ia kembali pada Islam, jika mereka tidak mau kembali, maka bunuhlah mereka.” (HR. Tabrani).
Orang-orang murtad ini akan diseru untuk bertobat dan kembali pada Islam. Diselediki apa yang membuat mereka ingin murtad dan diberikan solusi lewat berdialog atau diskusi yang makruf. Namun apabila tetap bersikeras, hukuman mati ialah balasannya. Bukan kejam, melainkan inilah syariat uqubat yang harus dilaksanakan demi menjaga akidah Islam yang lurus juga para pemeluknya. Termasuk terhadap orang-orang yang mengada-ada ibadah, mengaku nabi, membuat aliran baru, dan lainnya seolah-olah itu dari Islam.
Ide Kebebasan Tidak Ada dalam Islam
Freedom of religion jelas bertentangan dengan Islam. Ide tersebut berasal dari Barat dan selalu dipropagandakan untuk menghancurkan kaum muslim. Allah SWT jelas mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang memilih kesesatan. Lalu memberikan pahala, surga, dan ridha-Nya bagi yang mengikuti perintahnya yakni memeluk dan mengamalkan ajaran Islam. Banyak ayat maupun hadits yang menjelaskan tentang hal itu secara tegas dan pasti.
Rasulullah saw. pun diutus sebagai penutup para nabi dan rasul untuk seluruh alam. Semua syariat terdahulu telah dihapuskan dengan adanya Islam. Seluruh manusia ialah objek yang diseru untuk memeluk agama Islam itu sendiri. Barangsiapa yang mencari selain Islam maka Allah SWT tidak meridhai. Firman-Nya dalam QS. Ali Imran: 85, "Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."
Oleh karena itu, sejatinya perkara agama bukanlah pilihan sesuka hati, melainkan perintah Allah SWT untuk memeluk Islam ialah berlaku untuk semua manusia dari suku atau bangsa manapun. Hukuman dan ancaman yang tegas bagi yang murtad juga menunjukkan bahwa Allah tidak memberikan kebebasan pada muslim untuk berpindah agama seenaknya.
Tiada paksaan tersebut tidak menghilangkan kewajiban yang dibebankan Allah SWT kepada seluruh manusia untuk memeluk Islam. Pun bukan berarti menganggap semua agama di luar Islam adalah benar. Sudah pasti, Islam ialah satu-satunya agama yang benar (Lihat QS. Ali Imran: 19). Manusia dikaruniai akal dan kebenaran-kesesatan itu telah jelas. Bisakah semua itu dalam sistem demokrasi?
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini