Oleh : Rayani umma Aqila
Potensi Blok Wabu yang menyimpan kandungan emas lebih banyak dari kandungan emas Grasberg yang dikelola Freeport, kini menjadi incaran para korporasi dalam negeri dan tak menutup kemungkinan juga akan dikelola asing. Blok Wabu merupakan blok tambang emas atau kawasan yang pernah dipakai Freeport untuk menambang emas. Blok Wabu yang berada di Intan Jaya, Papua, diduga memiliki potensi kandungan emas yang lebih besar dari Tambang Grasberg, Freeport Indonesia. Blok ini disebut-sebut menjadi rebutan para pengusaha setelah dikembalikan Freeport Indonesia ke pemerintah sebelum 2018. (economy.okezone.com, 3/10/2021).
Lokasi Blok Wabu sebenarnya tidak jauh dari area tambang milik Freeport. Kompas.com (23/9/2021), Blok Wabu sempat masuk dalam area konsesi Freeport Indonesia, tepatnya sebagai bagian dari Blok B dalam kontrak karya yang didapat perusahaan tersebut sejak 1991 atau di era Orde Baru. Belakangan, perusahaan anggota holding MIND ID ini melepas Blok Wabu karena Freeport Indonesia ingin fokus menggarap tambang Grasberg, Papua. Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, meski hasil eksplorasi menunjukkan kandungan emas yang ada di Blok Wabu cukup menjanjikan, Freeport Indonesia memutuskan untuk tidak melakukan penambangan di sana.
Berdasarkan data Kementerian ESDM 2020, Blok Wabu menyimpan potensi sumber daya 117.26 ton bijih emas dengan rata-rata kadar 2,16 gram per ton (Au) dan 1,76 gram per ton perak. Ferdy mengatakan nilai potensi ini setara dengan US$14 miliar atau nyaris Rp300 triliun dengan asumsi harga emas US$1.750 per troy once. Sementara itu, setiap satu ton material bijih mengandung logam emas sebesar 2,16 gram. Nilainya jauh lebih besar dibanding kandungan logam emas material bijih Grasberg milik Freeport yang hanya mengandung 0,8 gram emas. (Tempo, 24/9/2021)
Dengan potensi emas demikian besar, Blok Wabu kemudian menjadi incaran para pengusaha. Menilik penguasaan swasta atas kekayaan alam milik negara bukanlah hal baru di sistem kapitalisme yang tengah diterapkan negeri ini. Penambangan emas di Papua yang dilakukan cukup lama membuktikan kuatnya aroma kapitalisasi tambang oleh para korporat. Disebabkan liberalisasi sektor ekonomi. Siapa pun leluasa mengelola walaupun kekayaan alam tersebut terkategori harta milik umum yang disebabkan kesepakatan antara penguasa dan pengusaha atas nama kerja sama atau kontrak karya. Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator dan kebijakannya yang lebih memihak kepentingan kapitalis, segelintir elite bisa berkuasa atas hajat hidup orang banyak. Kekuasaan dipegang segelintir orang. Dengan kekuasaan itu pula mereka bisa leluasa memegang kendali atas nama kebebasan kepemilikan. Penguasa tidak sepenuhnya berkuasa. Pengusaha bisa menjadi penguasa yang sesungguhnya. Kebebasan kepemilikan dalam kapitalisme memiliki dampak berkepanjangan bagi rakyat. Boleh jadi satu wilayah memiliki kekayaan alam melimpah, tetapi tak menjamin penduduknya hidup sejahtera. Ketimpangan inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa kapitalisme tidak menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Pengelolaan Tambang dalam Islam
Berbeda dengan Islam kekayaan alam adalah bagian harta milik umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan harta milik umum kepada individu, swasta, ataupun asing. Pengelolaan kepemilikan umum ini merujuk pada sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah). Rasul saw juga bersabda, “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah)
Mengenai kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).
Dalam Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar, baik garam maupun selain garam, seperti batu bara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas, dan sebagainya, semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas. Oleh karenanya, pengelolaan tambang emas seperti Freeport dan Blok Wabu tidak seharusnya dikelola secara individu atau diswatanisasi. Sebab bila tambang emas Freeport dan Blok Wabu dikelola berdasarkan pedoman syariat Islam, tentu cukup memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya Papua dan tak hanya gunung emas, namun juga kekayaan alam lainnya seperti hutan, laut, dan tambang lainnya.
Tentu, hal ini tak mustahil jika beralih untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam tata kelola negara Khilafah. Dengan demikian pengelolaan tambang yang menyejahterakan hanya bisa dilakukan dengan syariat Islam seperti yang telah terjadi dimasa keemasan Islam.
Wallahu’alam bishowab.