Oleh : Eti Fairuzita*
Hari Santri Nasional 2021 jatuh pada tanggal 22 Oktober. Penetapan ini sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015, sebagai bentuk pengingat seruan resolusi jihad Nahdlatul Ulama (NU).
Apa yang dimaksud dengan resolusi jihad awal mula Hari Santri Nasional?
Aksi resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 dimulai dari seruan KH Hasyim Asy'ari kepada para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagi penjuru Indonesia. Instruksi tersebut berisi untuk membulatkan tekad dalam melakukan jihad membela tanah air.
"KH Hasyim Asy'ari menyebut aksi melawan penjajah hukumnya fardhu 'ain. Melalui semangat resolusi jihad tersebut para laskar ulama-santri mempunyai semangat yang sama dalam mengusir tentara sekutu yang ingin merebut kembali Surabaya," tulis situs resmi Universitas Islam Nusantara (Uninus).
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5776995/hari-santri-nasional-2021-lahir-dari-resolusi-jihad-bagaimana-awalnya
Dalam peringatan Hari Santri Nasional 2021, dan Peluncuran Logo Baru Masyarakat Ekonomi Syariah atau MES, Presiden Joko Widodo berharap pengembangan ekonomi syariah terus dilakukan. Termasuk di kalangan santri.
Acara ini digelar secara fisik dan virtual di Istana Negara Jakarta pada Jumat, 22 Oktober 2021. Hadir Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri BUMN yang juga Ketua Umun Masyarakat Ekonomi Syariah, Erick Thohir, Gubernur BI Perry Warjiyo serta Menteri Kabinet Indonesia Maju lainnya.
Jokowi menaruh harapan besar kepada Masyarakat Ekonomi Syariah. Sebagai organisasi keumatan, MES harus mampu menjadi lokomotif pengembangan ekomomi syariah yang membumi dan mampu melahirkan lebih banyak wirausaha dari kalangan santri yang menggerakkan perekonomian yang inklusif.
"Karena itu kita harus mendorong munculnya lebih banyak enterpreneur, wirausahawan dari kalangan santri dan lulusan pondok pesantren. Orientasi santri seharusnya bukan lagi mencari pekerjaan tetapi sudah menciptakan kesempatan kerja bagi banyak orang menebar manfaat seluas-luasnya bagi umat," kata mantan Gubernur DKI itu.
Gayung bersambut, pernyataan senada juga diungkapkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan, santri berperan besar dalam menggerakkan ekonomi desa.
Pondok Pesantren yang sebagian besar berada di tengah-tengah desa mempunyai arti penting secara spiritual, sosial, dan ekonomi bagi warga desa.
“Secara kultural pesantren dan desa seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Sebagian besar pesantren-pesantren berada di tengah-tengah desa. Para kiai pesantren merupakan rujukan utama warga desa jika mereka membutuhkan pandangan terkait masalah spiritual dan sosial. Dewasa ini, pesantren juga menjadi penggerak ekonomi desa,” ujar Abdul Halim Iskandar, pada peringatan Hari Santri Nasional 2021, Jumat (22/10/2021).
Dia menjelaskan, secara spiritual, pesantren menjadi pusat kegiatan-kegiatan keagamaan. Sedang makna sosial pesantren melahirkan tokoh-tokoh agama yang berperan penting ditengah masyarakat.
“Kalau mau jujur harus diakui jika salah satu kunci kemajuan desa terletak pada peran aktif kiai maupun santri yang bisa bersinergi dengan masyarakat desa. Jika sinergi ini bisa terus dipertahankan maka kemajuan desa segera direalisasikan,” katanya.
Pengangguran dan urusan lapangan kerja memang merupakan persoalan berat yang tak kunjung mampu diselesaikan oleh pemerintah. Meski rezim telah berganti berkali-kali, namu masalah pengangguran tetap menjadi problem klasik di negeri ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun ini terjadi peningkatan angka pengangguran pada kalangan kaum muda. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada penduduk usia 20—24 tahun pada Februari 2021 sebesar 17,66%. Angka ini meningkat 3,36% dibandingkan periode yang sama tahun lalu; sedangkan pengangguran usia 25—29 tahun sebesar 9,27% pada Februari 2021, meningkat 2,26% dibandingkan tahun lalu.
Data BPS juga mengungkap bahwa pengangguran terbanyak adalah lulusan SMA dan perguruan tinggi. Jika kita kaitkan dengan para santri, usia para lulusan pesantren berada pada rentang yang banyak terjadi pengangguran ini. Permasalahan yang sama juga dihadapi para pemuda lain yang notabennya bukan santri, yang tidak menempuh pendidikan di pondok pesantren. Jika para pemuda (termasuk lulusan pesantren) justru termasuk dalam kalangan yang banyak menjadi pengangguran, lantas di mana relevansi harapan pemerintah agar mereka membuka lapangan kerja atau berwirausaha ? Padahal, membuka lapangan kerja tentu lebih sulit daripada bekerja. Lha, ini faktanya untuk bekerja saja mereka sulit, apalagi membuka lapangan kerja.
Masalah pengangguran di Indonesia yang terus bertambah bukanlah perkara baru yang bisa diselesaikan dengan mudah. Ibarat mata rantai semua masalah yang menimpa negeri ini saling berkaitan satu sama lain dimana setiap kebijakan yang diambil akan berdampak luas tak terkecuali masalah pengangguran tidak lepas dari sistem yang menaungi saat ini.
Dalam sistem ekonomi neoliberal, untuk mewujudkan kemakmuran rakyat negara tidak perlu ikut campur tangan terhadap perekonomian masyarakat. Hal ini tampak dari definisi politik ekonomi yang menyebutkan bahwa " politik ekonomi adalah ilmu pengetahuan tentang kekayaan dan berhubungan dengan usaha-usaha yang dibuat manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan keinginan ".
Definisi tersebut sama sekali tidak menyebutkan peran negara melainkan hanya sekedar ilmu belaka, sehingga negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis kurang berperan dalam mensejahterakan rakyatnya. Sangat berbeda dengan politik ekonomi Islam dimana dalam politik ekonomi Islam merupakan kebijakan yang diterapkan oleh negara khilafah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, orang per-orang secara menyeluruh, serta menjamin kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka sesuai dengan kadar yang mampu diraih sebagai manusia yang hidup dalam suatu masyarakat yang khas dengan corak dan gaya hidup yang unik.
Berdasarkan definisi tersebut politik ekonomi Islam merupakan kebijakan negara yang fokus pada kesejahteraan orang per-orang, bukan sekadar kesejahteraan negara yang hanya tertulis dalam angka, namun kenyataannya ada saja kasus rakyat yang mati kelaparan. Sementara di dalam politik ekonomi Islam ada jaminan bagi setiap individu yang hidup dalam Daulah Islamiyah untuk memenuhi kebutuhan primernya. Negara mendorong dan mengkondisikan agar setiap laki-laki yang mempunyai kemampuan untuk berusaha dan bekerja mencari rezeki tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk memenuhi semua orang yang menjadi tanggung jawabnya. Disinilah negara hadir dalam mencipta lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi rakyatnya.
Namun apabila individu tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhannya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya maka beban tersebut dibebankan kepada ahli waris dan kerabat dekatnya. Jika hal itupun tidak bisa terpenuhi maka beban tersebut beralih kepada negara dengan menggunakan harta yang ada di kas Baitul Mal, termasuk harta zakat.
Negara juga menciptakan kondisi agar warganya berkesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka sesuai dengan kemampuan masing-masing. Meskipun demikian dengan dakwah dan pendidikan yang sistemik negara mengarahkan warganya memiliki corak dan gaya hidup yang Islami (sederhana, tidak boros, tidak menggunakan hartanya untuk bermaksiat, melainkan mendorong warganya untuk mendayagunakan hartanya di jalan Allah. Walhasil, apabila taraf hidup orang per-orang warga negara meningkat ditambah dengan corak dan gaya hidup yang Islami, maka tentu pertumbuhan ekonominya akan stabil dan rakyat menjadi sejahtera.
Pemerintah adalah penguasa yang bertugas mengurusi (riayah) urusan rakyatnya, termasuk urusan lapangan kerja. …اَلْإِمَامُ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ… “Pemimpin masyarakat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim.
Keadaan ini sungguh berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis neoliberal yang diadopsi negeri ini dimana peran negara sangat minim terhadap kesejahteraan rakyat yang terjadi justru sebaliknya negara makin liberal dan pro asing sehingga kegagalan pembangunan ekonomi tampak begitu nyata.
Terbukti dengan segudang masalah yang melanda negeri ini mulai dari pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat makin merosot, pendapatan negara seret, kelaparan merajalela, dan jutaan orang menganggur. Keadaan ini diperparah dengan kenaikan berbagai pelayanan publik membuat kehidupan mereka semakin tercekik bahkan demi masuknya investasi asing dibuatlah kebijakan yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengancam kenyamanan dan keamanan masyarakat.
Dengan demikian sudah saatnya Islam tampil ke pentas dunia dengan sistem ekonomi Islamnya. Dimana hanya Islam satu-satunya alternatif terakhir agar kesengsaraan dan penderitaan rakyat segera diakhiri. Sudah seharusnya kita umat secara keseluruhan ikut berjuang agar syariat Islam bisa diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara khilafah.
Sejarah telah membuktikan kemampuan khilafah dalam mensejahterakan rakyatnya, sebagai contoh pada masa kholifah Umar bin Abdul Aziz tergambar dari ucapan Yahya bin Zaid seorang petugas zakat masa itu, " Saat hendak membagikan zakat, saya tidak menjumpai seorang miskin pun. Umar Abdul Aziz telah menjadikan setiap individu rakyat pada waktu itu berkecukupan.
Mau tunggu apa lagi? Ganti sistem adalah solusi yang hakiki dimana keberkahan Islam akan dirasakan oleh semua penduduk bumi.
Dengan demikian para santri akan fokus pada tugas utamanya yaitu sebagai pelopor perubahan di tengah-tengah umat dengan menyampaikan bahwa Islamlah satu-satunya solusi untuk menyelesaikan krisis multidimensi yang melanda di berbagai lini kehidupan ini.
Wallahu alam bish-sawab
*(Menulis Asyik Cilacap)
Tags
Opini