Petani Garam Cirebon Menjerit dengan Kebijakan Impor



oleh: Iyas*


Sejumlah petani garam di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menolak kebijakan pemerintah pusat yang melakukan impor garam sebanyak 3,07 juta ton pada 2021 ini. Menurut para petani lokal hal itu hanya akan membuat petani menangis. Ismail Marzuki, 34, petani garam asal Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon mengatakan, kebijakan impor garam seharusnya tidak dilakukan. Sebaliknya, pemerintah harus berupaya mengangkat garam lokal agara bisa memenuhi kebutuhan industri. "Pemerintah harusnya mendorong agar hasil produksi garam lokal bisa meningkat dan kualitasnya layak untuk kebutuhan industri, bukan malah impor garam yang membuat kesejahteraan petani garam terpuruk," katanya. Ia pun mengatakan, untuk meningkatkan kualitas garam hingga kadar NaCL nya tinggi, sebenarnya petani garam lokal di Kabupaten Cirebon bisa membuat hal tersebut. (Bisnis.com/11/10/2021)

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal (Purn) Dr H Moeldoko ketika melakukan kunjungan ke Kabupaten Cirebon menerima aspirasi petani garam tersebut di Kecamatan Pangenan dan Kapetakan. Moeldoko pun menjelaskan alasan pemerintah untuk tetap menerbitkan kebijakan impor garam. Menurutnya, impor dilakukan karena produksi garam lokal tak sesuai dengan kebutuhan nasional. Dalam sambutannya, Moeldoko mengatakan, kebutuhan garam nasional telah mencapai angka sekitar 4 juta ton per tahun. Kebutuhan garam ini mayoritas diperuntukkan untuk industri, yakni sekitar 3,7 juta ton. "Sedangkan kemampuan produksi garam lokal kita itu pada 2020 baru 1,365 juta ton. (detik.com/11/10/2021)

Sungguh miris melihat produk impor meningkat tetapi kuantitas dan kualitas produk garam lokal justru malah semakin menurun, Kebijakan impor yang diambil untuk menutupi alih-alih kekurangan stock garam dalam negeri membuat petani semakin menjerit kesulitan. Padahal menurut Ismail Marzuki, 34, salah satu petani garam asal Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, mengatakan “petani garam di Cirebon bisa menghasilkan garam industri asal dibantu pemerintah”. Banyak permasalahan pun turut terjadi dalam produksi garam lokal ini seperti kebocoran pemasaran garam impor yang langsung ke masyarakat sehingga membuat harga garam lokal jatuh terjun bebas sangat murah, biaya transportasi mahal, rantai tata niaga terlalu panjang, adanya kartel dan penyerapan yang rendah.

Padahal kualitas garam berkurang akibat mahalnya harga alat yang dibutuhkan petani sehingga garam yang dihasilkan dibawah standar. Sementara agar kandungan NaCL bagus supaya garam bisa masuk dalam garam industri, membutuhkan sejumlah alat, dimana salah satunya yaitu geomembran. Untuk 1 hektar lahan garam, dibutuhkan geomembran sebanyak 12-15 gulung. Sedangkan untuk 1 gulungnya harganya berkisar Rp5juta. Seharusnya pemerintah menyediakan dan mendukung bagaimana caranya agar petani meningkatkan produk kualiatas dan kuantitasnya bukan malah dengan mengimpor garam, dengan membantu menyediakan kebutuhan utama para petani, mereka bisa menghasilkan garam industri, disisi lain hal ini bisa membantu petani garam dalam perekonomiannya, bahkan dapat membuka peluang lapangan pekerjaan baru jika dioptimalkan.

Hal – hal yang disebutkan diatas sebenarnya bukan hanya merupakan masalah teknis belaka melainkan masalah kapitalisme liberal. Karena dalam hal ini pemerintah hanya hadir sebagai regulator, operator, unit pelaksana teknis dan desentralisasi kekuasaan. Sehingga akhirnya membuat kebijakan yang bukan semakin mensejahterakan namun justru malah untuk kemaslahatan korporasi. Pada akhirnya pengaturan garam dikendalikan oleh korporasi seperti investor besar, importir dan distributor.

Sungguh sangat jauh berbeda ketika Islam diterapkan. Karena dalam masalah perekonomian dan sistem politik Islam, peran pemerintah adalah sebagai pelayan dan perisai yang akan melindungi umat. Pemerintah bertanggungjawab langsung mulai dari perencanaan, produksi, distribusi dan konsumsi hingga realisasi. Pemenuhan hajat rakyat dan membuka peluang usaha atau terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Hal ini bisa mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Hal ini hanya bisa diterapkan jika sistem saat ini diubah menjadi sistem islam atau syariat islam.

Sabda Rasulullah sallalahu alaihi wassalam: “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (Hadist Ahmad, Bukhari)

Maka tentu sudah selayaknya sebagai seorang muslim kita mendambakan akan kembalinya kehidupan dibawah naungan Daulah Khilafah yang akan menerapkan sistem Islam dan membawa keberkahan bagi seluruh alam semesta. Sudah selayaknya kita tak hanya berdiam diri dalam keadaaan yang seperti ini tanpa ikut serta melakukan perubahan.



Ilustrasi  500px.com

*(Aktivis Milenial Peduli Negeri)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak