Pembangunan IKN: Untuk Rakyat atau Korporat?

Oleh: Atik Hermawati


Bergerak terus. Itulah ungkapan yang dilontarkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Suharso Monoarfa terkait proyek pembangunan ibu kota baru atau ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur. Pandemi tidak menjadi halangan, ia memastikan target pemindahan ibu kota tetap akan terlaksana pada 2045. Bahkan proyek tersebut telah sampai pada tahap land development dan persiapan penataan kota, seperti penanaman bibit pohon hingga mempersiapkan aksesibilitas jalan menuju titik IKN (Tempo.co, 02/09/2021).

Miris sekali, banyaknya penolakan bukan menjadi renungan. Yang menolak dianggap orang-orang yang tak ingin perubahan. Jubir Kepresidenan Fadjroel Rachman menegaskan proyek ini merupakan langkah konkret Presiden mewujudkan Indonesiasentris yakni pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Ia melanjutkan bahwa hal ini merupakan bagian dari keberpihakan pemerintah mengonsolidasikan tatanan demokrasi dan pemerataan kesejahteraan. Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa telah menyerahkan Surpres tentang RUU IKN kepada Ketua DPR RI pada Rabu (29/9) (Kompas.com, 01/10/2021).


Surga bagi Para Kapital

Dampak pandemi terutama pada perekonomian masyarakat semakin kentara. Jaminan negara sangat dibutuhkan. Bansos yang ada tak merata bahkan sarat akan korupsi para pengelola. Setengah hati dan itung-itungan, itulah yang dirasakan masyarakat terkait negara yang memang abai terhadap kewajibannya. Keseriusan proyek pemindahan IKN yang terang-terangan dipertontonkan, menjadikan masyarakat semakin mengelus dada. RUU IKN terburu-buru, tanpa menengok baik-buruknya bagi kehidupan masyarakat.

Pemulihan kesehatan saja harus mengandalkan utang. Belum lagi hal lainnya yang menambah bengkak utangnya negeri ini. Lalu, pemindahan IKN bukanlah hal yang membutuhkan biaya sedikit. Pun banyak proyek infrastruktur dan bidang layanan publik yang terbengkalai karena kurang dana. Akhirnya bukan rahasia lagi, tentu semua akan ditutup dan dioperatori oleh swasta.

Proses build-lease-transfer pada proyek pemindahan IKN menjadi jalan mulus bagi investor dan pengusaha. Banyaknya permintaan hunian menjadi daya tarik mereka. Lagi-lagi, pemerintah hanya menjadi regulator dan menumbalkan rakyatnya dengan kolaborasi yang hanya menguntungkan kalangannya. 

Dominasi swasta dalam proyek vital bukanlah hal yang akan mengantarkan masyarakat pada kemajuan. Hegemoni mereka akan 
 kedaulatan negara. Alasan untuk kepentingan rakyat, menjadi bualan yang sudah biasa. Pemerataan kesejahteraan penduduk akhirnya hanya isapan jempol. Wajar saja rakyat menolak dan tak percaya, pemerintah lebih serius memperhatikan proyek para kapital daripada keselamatan dan kehidupan mereka yang semakin terancam. Inilah watak kapitalisme, kepentingan pemilik modal di atas segalanya.

Islam Menyelamatkan Manusia

Lain halnya dengan sistem Islam yakni Khilafah. Islam sebagai asas bernegara menjadikan para pemimpin tunduk pada syariat-Nya. Para pemimpin yang terpilih ialah mereka yang mampu memegang amanah sebagai pengurus rakyat, bukan ajang bisnis duniawi. Keselamatan dan kesehatan masyarakat ialah hal yang harus dijamin. Negara menjadi tameng utama untuk mewujudkannya, apalagi di masa wabah. Bukan malah mengurusi proyek yang mubazir dan berbahaya.

Tidak ada bagi kursi atau balas budi seperti dalam demokrasi saat ini. Jika ada yang menyalahi, secara otomatis rakyat akan mencabut kedudukannya. Asy-Syari' (Allah SWT) ialah Sang Penguasa sejati. Aturan kenegaraan benar-benar akan dijalankan sesuai syariat Islam. Para Khulafaur Rasyidin telah mencontohkan hal demikian dan meneruskan estafet Rasul SAW untuk mengatur negara dengan Islam. Keterpurukan umat saat ini, sejatinya ialah akibat pencampakan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh dalam bingkai kenegaraan). Rindukah kita dengan sistem Islam?

"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya" (QS. An-Nisa' [4] : 136).

_Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak