Oleh: Tri S, S.Si
Indonesia yang sedang berjuang menghidupkan ekonomi kreatif banyak berharap dan bertumpu pada bangkitnya dunia pariwisata. Maka tak heran jika Bu mentri Luar negeri pun turun tangan meminta beberapa negara agar Indonesia dihapus dari Red List Covid 19.
Hal ini sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu 25 September 2021 "Menteri Luar negeri Indonesia, Retno Marsudi, meminta agar negara lain menghapus Indonesia dari daftar hitam (red list) perjalanan, mengingat kasus Covid-19 di negara ini yang disebut sudah melandai.
"Secara khusus, terhadap beberapa negara yang masih menerapkan red list, saya minta agar situasi di Indonesia saat ini dapat dipertimbangkan untuk mengubah status red list tersebut," ujar Retno dalam pernyataan resmi, Sabtu (25/9)."
Ia kemudian menyebut negara yang sudah menghapus RI dari daftar hitam atau red list seperti Prancis tentu diharapkan bisa membuka kran pengunjung atau wisatawannya ke Nusantara. Baik sekedar berwisata ataupun untuk tujuan bisnis.
Langkah permintaan penghapusan red list (daftar hitam) covid 19 bagi Indonesia patut diapresiasi, karena hal ini menunjukan adanya upaya membangun sektor ekonomi dan pariwisata secara khusus, yang diharapkan mampu membangkitkan geliat dan minat masyarakat untuk berwisata ke Indonesia, guna menambah pundi- pundi pendapatan daerah dan negara.
Namun, yang patut menjadi fokus perhatian pemerintah saat ini, semestinya adalah faktor keselamatan dan kesehatan masyarakat di dalam negeri. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa badai Covid 19 masih terus menerjang, maka kedatangan pengunjung, terutama wisatawan asing akan bisa membawa dampak yang luas dalam masalah kesehatan.
Kedatangan wisatawan asing memungkinkan membawa penyakit, atau virus Covid yang sulit dikendalikan penyebarannya. Jika ini yang terjadi maka kerugian dan bahaya yang didapatkan jauh lebih banyak dibanding pemasukan yang diharapkan. Belum lagi gaya hidup bebas yang dibawa oleh turis asing disadari atau tidak, juga akan berdampak pada rusaknya perilaku generasi di negri ini. Tentu hal ini patut jadi perhatian utama, sebelum masalah semakin luas.
Dibukanya pintu pariwisata di Bali, atau Nusa tenggara dan wilayah mana pun di Indonesia patut dipikirkan dengan cermat agar tidak mengundang bahaya luas bagi masyarakat.
Berwisata adalah sesuatu yang boleh atau sah-sah saja, selama bertujuan untuk mengagumi ciptaan Allah, dan semakin menumbuhkan ketaatan padaNya. Tatkala pandemi terjadi maka dunia pariwisata akan di tutup sementara hingga wabah bisa teratasi.
Sebab ketika wabah sedang melanda suatu wilayah maka negara islam akan mengadakan lockdown total wilayah yang terkena wabah. Masyarakat dari wilayah lainnya akan dilarang memasuki wilayah yang di lock down agar masalah wabah bisa terfokus pada satu wilayah dan perhatian pemerintah juga bisa lebih mudah di satu titik saja, dalam penyelesaiannya, langkah selanjutnya pemerintah dan semua pihak yang wajib turun tangan akan bahu-membahu dalam bekerja sama menyelesaikan wabah dan menuntaskan semua kebutuhan masyarakat.
Jika pemerintah mengalami kesulitan biaya maka rakyat akan dianjurkan untuk berinfak hingga semua kebutuhan bisa terpenuhi. JiKalau dengan adanya infak pun kebutuhan masyarakat belum juga tercukupi maka hal terakhir yang dibolehkan untuk pemerintah adalah penarikan pajak bagi kalangan orang-orang kaya saja, secara insidental sesuai kebutuhan saat wabah melanda. Tidak boleh diambil lebih dengan tujuan apapun.
Jika wabah sudah terselesaikan, masyarakat sehat, selamat dan semua kebutuhan terpenuhi maka berwisata dan aktivitas apapun akan dibuka kembali, aktivitas ekonomi juga dengan mudah bisa berjalan dan dipulihkan dengan kerjasama semua masyarakat dan pemerintah yang peduli dan bertanggung jawab pada warga negaranya. Begitulah Islam mengatur tentang pariwisata. Ketika Hukum-hukum Allah SWT didahulukan, maka Insya Allah kehidupan yang teratur akan terwujud. Yaitu dengan menerapkan Islam kaffah di tengah-tengah umat.