Oleh : Ummu Khielba
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Memiliki rumah yang layak huni dan lingkungan yang aman, asri dan bersahaja merupakan impian setiap orang. Namun, tidak berlaku bagi masyarakat miskin terkategori pendapatan rendah hanya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Hanyalah impian bahkan angan-angan belaka di sistem yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
Dilansir dari website InilahKoran.com Bogor, 7/10/21, anggaran proyek rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) di Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor pada 2022 kembali mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.
Jika pada 2020 lalu, besaran anggaran proyek Rutilahu berjumlah Rp49,8 miliar, pada 2021 besar anggarannya hanya Rp30 miliar, maka pada 2022 mendatang kembali turun ke angka Rp19 miliar. Dengan turunnya anggaran tersebut, Bupati Bogor Ade Yasin pun berharap keterlibatan perusahaan swasta dan dana desa, alokasi dana desa serta lainnya dalam membantu pengentasan jumlah Rutilahu. (InilahKoran Bogor, 7/10/21)
Keniscayaan terjadi pada sistem yang rusak di berbagai lini, terlebih lagi penerapan APBN kapitalistik tak tepat sasaran dan tidak matang persiapan, sistem pengelolaan SDA yang salah, dan hantaman pandemi berimbas pada pengurangan dana untuk memenuhi hajat hidup rakyat, dalam hal ini untuk alokasi perbaikan rutilahu. Di sisi lain, sebelum dikurangi pun, dana program Rutilahu sangat tidak mencukupi, karena jumlah rakyat dengan Rutilahu masih sangat banyak di tiap RT/RW atau pun desa.
Menurut anggota Komisi III DPRD dan sekretaris DPC PKB Kabupaten Bogor, menyayangkan anggaran proyek Rutilahu kembali turun di Tahun 2022 mendatang, padahal jumlah Rutilahu di Bumi Tegar Beriman di angka sekitar 80.000 unit.
Fakta ini terjadi di skala daerah apalagi skala nasional. Skala prioritas hajat hidup rakyat digadaikan demi infrastruktur yang notabene dinikmati segelintir orang. Pendapatan negara yang diambil dari sektor non riil (pajak) menjadi peluang penguasa untuk mengeruk harta rakyat, sementara kekayaan alam terdapat di lautan, daratan dan udara yang jelas-jelas bisa menjadi andalan pendapatan negara dari sektor riil terkuras dan tergadai oleh para korporasi oligarki yang rakus dan tamak.
Negeri ini butuh solusi Islam dalam sistem pemerintahan, APBN, dan butuh sistem ekonomi Islam untuk bisa memakmurkan rakyat. Setiap negara pasti memiliki Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Begitu pun dalam sistem pemerintahan Islam. Negara Khilafah memiliki mekanisme pengelolaan anggaran negara. Bedanya, APBN negara Khilafah tidak dibuat tiap tahun.
APBN Khilafah tidak membutuhkan pembahasan dengan Majelis Umat. Khalifah memiliki hak tabanni dalam menyusun APBN negara. APBN yang telah disusun kepala negara (khalifah) dengan sendirinya akan menjadi UU yang harus dijalankan seluruh aparatur pemerintahan.
Adapun mengenai pos-pos anggaran, negara Khilafah memiliki institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya untuk kaum muslim yang berhak menerimanya. Institusi itu dikenal dengan sebutan Baitulmal.
Baitul mal terdiri dari dua bagian pokok. Bagian pertama, berkaitan dengan harta yang masuk ke dalam Baitul mal, dan seluruh jenis harta yang menjadi sumber pemasukannya. Bagian kedua, berkaitan dengan harta yang dibelanjakan dan seluruh jenis harta yang harus dibelanjakan.
Arah dan tujuan anggaran belanjanya jelas, prinsip pengeluaran Baitul mal ini akan berjalan manakala negara benar-benar menerapkan syariat Islam secara kaffah. Pengelolaan anggaran negara juga tidak akan bertumpu pada pajak dan utang seperti halnya negara demokrasi.
Wallaahu a'lam
Tags
Opini