Oleh : Eti Fairuzita
Tindakan keras Pemerintah China terhadap etnis minoritas Muslim Uyghur telah mendapat kecaman internasional. Namun beberapa suara yang sebenarnya signifikan, yakni dari negara-negara Muslim malah nyaris tak terdengar.
PBB memperkirakan sekitar 1 juta warga dari etnis Uyghur, Kazakh dan minoritas lainnya diduga telah ditahan di Xinjiang barat laut China sejak 2017.
Para pengamat mengatakan pemerintah negara-negara Muslim memang tidak dimasukkan ke dalam satu kategori, namun, ada sejumlah kesamaan utama di balik kebisuan mereka, yakni pertimbangan politik, ekonomi dan kebijakan luar negeri.
Bahkan pemerintah negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim, termasuk Malaysia, Pakistan, Arab Saudi dan Indonesia telah menghindari mengangkat masalah ini secara terbuka.
Pemerintah Indonesia juga tetap diam mengenai topik ini, sampai minggu lalu ketika masalah ini diangkat di parlemen.
"Tentu saja, kami menolak atau ingin mencegah pelanggaran hak asasi manusia," Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla, mengatakan kepada wartawan, Senin lalu (17/12).
"Namun, kami tidak ingin campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain," katanya.
https://www.merdeka.com/peristiwa/tak-masuk-daftar-43-negara-kecam-china-atas-isu-uighur-indonesia-pilih-jalan-lain.html
Muslim Uighur menjerit karena ditindas, diintimidasi, dan dipaksa menanggalkan agamanya, kemana dan sedang apakah negara-negara Muslim di seluruh dunia, bahkan negara yang mayoritas Muslim seperti Indonedia justru diam seribu bahasa seolah ada yang membuat kelu lidah mereka untuk bersuara.
Posisi Indonesia sebagai ketua ASEAN seharusnya sangat berpengaruh dalam menindaklanjuti pembataian yang dialami umat Islam namun kenyataannya mereka tidak mau ikut campur akan hal itu, jangankan mengirimkan pasukan militer untuk membebaskan saudara seiman yang sedang teraniaya, sekedar kalimat kecaman pun tak bisa keluar dari mulut mereka.
Bukankah umat Islam bagaikan satu tubuh, dimana salah-satu anggota tubuh merasakan sakit maka seluruh tubuh akan merasakan hal yang sama.
Bukankah persaudaraan merupakan hal yang sangat penting dalam umat Islam. Hal itu berhubungan erat dengan keimanan seseorang. Di dalam ajaran Islam, persaudaraan bukan hanya menyangkut hubungan antar dua orang atau lebih secara horisonal, tetapi juga menyangkut keimanan dan ketaatan seseorang terhadap Allah subhanahu wata’ala.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌفَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Alloh, supaya kamu mendapat rahmat” (QS. Al Hujurat: 10)
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا …
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya…” (QS. Al-Hujurat: 9)
Ayat tersebut dengan sangat gamblang menjelaskan bahwa hendaknya setiap mukmin berusaha untuk menjaga tali persaudaraan antar sesama mukmin. Jika terjadi pertikaian, pertengkaran, ataupun permusuhan antar sesama orang yang beriman, hendaknya orang mukmin itu berusaha dengan segenap upaya untuk mendamaikannya bukan malah membiarkannya.
Fenomena ini membuktikan bahwa cara tuntas menyelesaikan konflik yang menimpa umat Muslim di seluruh dunia tidak lain adalah kekuatan persatuan atas negeri-negeri Islam. Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan umat Muslim oleh kebringasan kaum kafir hanyalah dengan bersatunya umat Muslim diseluruh dunia dalam satu kepemimpinan dibawah naungan Khilafah Islamiyah.
Indonesia tidak termasuk negara yang kecam China atas kasus muslim Uighur. Alasannya, karena Indonesia memilih cara lain membela Uighur dan Indonesia ingin membalas sikap China yang tidak mencampuri urusan dalam negeri negara mitra dagangnya.
Padahal sikap seperti ini diharamkan syariat, karena hal ini menunjukkan penolakan Indonesia untuk membela sesama Muslim.
Sikap ini lahir dari cara pandang sekuler, yakni pemisahan agama dari kehidupan serta belenggu slogan internasional ‘non intervensi’ dan jeratan investasi asing yang membelenggu negeri kaum Muslim.
Pemerintah Indonesia seharusnya lantang membela muslim Uighur karena negeri ini merupakan mayoritas Muslim terbesar dan pembelaan sesuai tuntunan syara adalah dengan memutus hubungan dagang-politik dengan China, mengirimkan kekuatan Muslim untuk menolong Muslim Uighur yang terjajah di tanah miliknya sendiri.
Saat saudara mereka ditindas dan meminta pertolongan, maka kaum Muslim wajib memberikan pertolongan.
Allah Berfirman : "Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan,"(Qs. al-Anfal : 72).
" Dan berpegang teguhlah kamu pada tali (agama) Allah (kamu ) semuanya dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunianya kamu menjadi bersaudara sedangkan (ketika itu ) kamu berada di tepi jurang neraka lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana, demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mendapat petunjuk,"
(QS. Ali Imran: 103).
Wallahu alam bish-sawab
*(Menulis Asyik Cilacap)
Tags
Opini