Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Dilansir okezone.com, 1 Oktober 2021, Millen Cyrus menyabet juara Miss Queen Indonesia 2021 yang siap bertanding ke Thailand. Keponakan Ashanty ini pun senang dan terharu saat mahkota Miss Queen dipasang di kepalanya. Ajang khusus untuk Transpuan tersebut diikuti Millen Cyrus dengan serius. Bahkan, karena sebelumnya Millen pernah di-blacklist, ia memperbaiki diri dan berhasil menjadi juara pertama.
Prestasi ini mengandung racun opini yang tak main-main, bahwa kaum trangender ini terus tak lelah mengampanyekan gaya hidupnya, agar diakui dunia bahwa mereka normal. Sementara negara kita miskin proteksi. Kampanye LGBT semakin bebas dan masyarakat makin ‘toleran’ terhadap kerusakan ini. Meskipun banyak menghujat, namun juga tak sedikit warganet yang memberi dukungan pada pemenang untuk tampil di ajang sejenis di tingkat global.
Waspada! Negara melakukan pembiaran dan tidak menutup semua pintu penyebaran ide dan perilaku LGBT karena adopsi kebebasan dan HAM liberal. Acara penobatan Millen Cyrus menjadi pemenang Miss Queen Indonesia 2021 diselenggarakan di Bali dan secara defakto maupun de yure Bali masih sah menjadi bagian dari negara Indonesia. Namun seakan hukum di Bali lebih bebas daripada di wilayah Indonesi lainnya.
Upaya mengkerdilkan dampak buruk gaya hidup menyimpang ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Ini adalah kebebasan yang tak bisa dipertanggungjawabkan, padahal manusia lain tak seharusnya menjadi pengganggu bagi manusia lainnya. Ide liberalisme yang terus menerus ditanamkan kepada generasi adalah tindakan keji, tak seharusnya diberikan wadah, di tolerir bahkan kemudian dibuatkan payung undang-undangnya agar mereka bisa hidup layaknya manusia normal.
Lost generasi hanya salah satu dampak burujnya, ketika mereka membangun rumah tangga dengan sesama jenis, namun secara fitrah mereka menghendaki keturunan dalam kehidupan pernikahan mereka, lantas muncul peluang menjadi ibu surrogate ( perempuan yang rela rahimnya disewa untuk melahirkan anak dari benih para transgender ). Lagi-lagi karena alasan ada penawaran dan permintaan hal ini dianggap normal, satu pihak butuh uang, satu pihak butuh anak maka apa salahnya?
Lantas, status anak itu rancu, sebab jelas dari hasil zina meskipun mother surrogate tak pernah terikat pernikahan dengan para transgender itu. Ibarat karena nila setitik maka rusak susu Sebelanga. Inilah kelak yang akan terjadi jika ide kebebasan dibiarkan ada dan lestari.
Dalam Islam jelas melarang mereka hidup, akan ada upaya untuk membuat mereka kembali ke kehidupan normalnya sekaligus memberikan edukasi yang benar terkait pemahaman mereka berada di tubuh yang salah. Kemudian dilakukan pembuktian secara medis terkait saluran kencing mereka cenderung yang mana, jika terbukti secara medis mereka laki-laki atau perempuan maka akan diminta menjalani kehidupan sebagaimana yang seharusnya, jika menolak maka mereka halal dibunuh.
Hukuman ini bukan berarti kejam dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), sebab HAM sendiri adalah buatan manusia yang tak ingin diatur oleh agama. Hukuman dalam Islam justru mengembalikan manusia pada kedudukannya yang mulia dan berbeda dengan hewan. Dampak negatifnya lebih merusak jika setelah mereka diberi waktu untuk bertobat dan ketika mereka menolak justru dibiarkan.
Semestinya kaum Muslim hari ini tak hanya berhenti dengan mengecamnya saja namun juga secara politik mengadakan perubahan nyata, yaitu mencabut sistem yang menumbuh suburkan gaya hidup menyimpang ini, liberalisme demokratis. Salah satu pilar demokrasi adalah menjamin kebebasan berpendapat, yang azasnya sekulerisme atau meniadakan aturan agama dalam kehidupan.
"Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.'' (QS Asy-Syu'araa [26]: 165-166). Pertanyaan Nabi Luth kepada kaumnya diabadikan dalam Alquran bukan semata untuk dongeng sebelum tidur, melainkan untuk kaum sesudahnya bisa mengambil pelajaran, betapa perbuatan keji itu bukan hal baru, selalu berulang dan bertambah, namun keadilan Allah tak berubah. Mereka akan menerima azab Allah SWT cepat atau lambat, di berikan di dunia maupun di akhirat.
"Saat subuh tiba, Allah mendatangkan gempa bumi, angin kencang, dan hujan batu hingga negeri Sodom hancur bersama orang-orang tercela di dalamnya. "Dan Kami turunkan kepada mereka hujan [batu]; maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu," Qs Al-A'raf :84. Ayat inilah penegasan azab itu, tidakkah kita mengambil pelajaran darinya? Sudahkah dipahami jika kita hanya mengecam tapi tidak bertindak nyata yaitu mengedukasi umat betapa pentingnya kita kembali kepada syari'at Allah. Wallahu a' lam bish showab.
Tags
Opini