Oleh: Lina Herlina S.IP
( Komunitas Pejuang Pena Dakwah )
Kampanye LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) semakin bebas disosialisasikan. Kampanye ini telah menjadi gerakan massif dan sistematis. Dilansir berita Makassar terkini id./ 2 Oktober 2021, menobatkan: " Millen Cyrus terpilih menjadi Miss Queen Indonesia 2021, merupakan kontes kecantikan bagi para transgender yang diselenggarakan di Bali. Ia kemudian berhak ikut Miss Internasional Queen di Thailand tahun depan 2022. Ia menyebutkan berhasil menjadi juara berkat usaha kerasnya dan berharap masyarakat Indonesia ke depannya bisa lebih menghargai perbedaan khususnya bagi transpuan (transgender)".
Millen Cyrus sebagai selegram transgender dan juga keponakan artis terkenal, meskipun nyata melakukan penyimpangan orientasi seksual, namun Miss Queen ini tidak segan mengimbau masyarakat Indonesia agar bisa menerimanya, menghargai perbedaan penyimpangan perilakunya, bahkan mengimbau negara bisa memberikan perlindungan kepadanya sebagai kaum LGBT.
Mengapa pembiaran ini bisa terjadi? Tentu saja diawali dari pandangan dan sikap masyarakat Indonesia yang semakin toleran terhadap penyimpangan kerusakan ini. Mulai adanya pengakuan dari lingkungan terkecil keluarganya dan bahkan keluarga besarnya, bahkan dukungan dari media sosial lewat warganet tidak sedikit pula, padahal nyata hal tersebut menimbulkan kerusakan.
Bagaimana tidak? LGBT jelas - jelas tidak sesuai dengan fitrah penciptaan manusia. Allah SWT jelas menetapkan identitas manusia dengan dua jenis kelamin sebagai laki - laki dan perempuan. Tidak ada rangkap/ ganda keduanya atau cenderung berpindah ke salah satunya. Masing-masing mempunyai perbedaan fungsi dan perannya dalam menjalani kehidupan. Laki- laki memiliki sifat kemaskulinannya, dan perempuan memiliki sifat feminimnya.
Lantas usaha apa sajakah yang sudah dilakukan oleh negara? Sementara sampai saat ini negara belum melakukan tindakan apapun untuk memproteksi gencarnya gerakan ini, terkesan membiarkan tidak ada usaha menutup celah pintu penyebarannya, baik terhadap ide, perilaku, dan perilaku LGBT.
Karena negara miskin memproteksi hal ini, para pengadopsi perilaku menyimpang seksual ini, akhirnya bisa gencar beraksi karena mendapat legalisasi dan justifikasi dari ide Liberalisasi, kebebasan berekspresi yang dibangun di atas ideologi sekuler yang menafikan agama dari kehidupan. HAM ( Hak Asasi Manusia) sering digunakan sebagai tameng dalam seluruh kegiatan mereka. Para pendukungnya juga banyak dari berbagai kalangan selalu punya beribu alasan untuk membela mereka yang menyimpang ini. Sementara negara tidak melakukan tindakan apa apa.
Dalam sistem sekuler kapitalisme yang menganut gaya hidup bebas, sebebas-bebasnya menganut bahwa perilaku seks bebas LGBT adalah diperbolehkan karena merupakan hak asasi manusia, dan merupakan bagian dari kebebasan individu yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh negara. Sebaliknya dalam sistem kehidupan Islam sangat bertolak belakang dengan gaya hidup liar ini. Islam memandang perilaku LGBT ini hukumnya haram. Perbuatan ini sekaligus dinilai sebagai tindakan kejahatan kriminal ( Al Jarimah) yang harus dihukum ( Abdurrahman Al Maliki, Nizham Al Uqubat halaman 8-10).
Fungsi negara di sini bukan untuk melindungi, tetapi untuk memproteksi dan harus menghukumi perbuatan tersebut.
Solusi untuk memberantas penyimpangan LGBT ini harus dilakukan negara mulai dari akarnya, yakni dengan mencampakkan ideologi sekuler berikut paham liberalisme kapitalisme. Menggantinya dengan menerapkan idelogi Islam.
Islam memberikan solusi preventif ( pencegah) terhadap perilaku menyimpang ini dengan cara: Pertama, mewajibkan negara untuk terus membina keimanan dan memupuk ketakwaan rakyat. Inilah satu satunya benteng yang menghalangi muslim terjerumus pada keharaman. Kedua, negara menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan yang mempunyai fungsi dan peran masing-masing dan negara memberikan tuntunan dan proteksi agar fitrah ini terjaga. Rasulullah Saw, melarang laki laki dan perempuan menyerupai lawan jenisnya, apalagi menggantinya.
Ketiga, Secara sistematis negara harus menghilangkan rangsangan seksual dari ranah publik termasuk konten pornografi dan pornoaksi, serta segala bentuk tayangan sejenisnya yang menampilkan perilaku LGBT atau apapun bentuk dan cara yang mendekati ke arah tersebut.
Keempat, Selain itu, negara harus menetapkan aturan yang tegas dan jelas bersifat kuratif (menyembuhkan) menghilangkan segala bentuk praktek praktek LGBT, memutus siklusnya dari masyarakat. Mereka harus dijauhkan, lalu dipahamkan kepada mereka bahwa LGBT adalah dosa besar yang akan menjerumuskan pada kehinaan. Ajak mereka untuk kembali bertobat. Jika tidak bisa, dihukum dengan hukuman ( persanksian) yang sangat tegas. Sampai hukuman mati.
Demikian Islam telah memberikan aturan agar negara tegas memproteksi terhadap perilaku LGBT. Hal tersebut hanya bisa terwujud jika syariah Islam diterapkan secara total oleh institusi negara dibawah sistem negara khilafah Islamiyyah.
Wall'ahu a'lam bi ash shawwab.
Bogor, 14 Oktober 2021
Tags
Opini