Oleh : Eti Fairuzita*
Uangkapan kekesalan akan berbagai kebijakan yang sungguh semuanya bisa menyaksikan, sepertinya memang sudah tidak lagi bisa untuk ditahan-tahan.
Perasaan greget, gemas, kecewa, marah, bahkan putus asa. Itulah kesan yang tertangkap dari berbagai mural yang tiba-tiba bermunculan dipinggiran kota.
Sebutlah mural berisi kalimat “Tuhan, Aku Lapar!” dan “Jokowi 404 Not Found”, "Dipaksa Sehat Di Negeri Yang Sakit," bahkan kalimat "Wabah Sesungguhnya Adalah Kelaparan," seolah menjadi trending saat pandemi di negeri ini tak juga kunjung usai. Mural-mural ini pun sontak menjadi viral karena berisi pesan mendalam soal kesedihan rakyat dan kekecewaan mereka atas ketidakhadiran penguasa dalam pengaturan urusan mereka.
Meski akhirnya mural-mural itu dihapus oleh aparat, bahkan sempat beredar ancaman pemidanaan atas pembuatnya, namun nyatanya hal itu tak menyurutkan semangat para kritikus jalanan untuk membuat mural lain yang tak kalah pedas. Tengok saja, mural : “Urus Saja Moralmu, Jangan Urus Muralku” akhirnya menjadi sorotan juga.
Bahkan tak hanya mural. Protes pun bermunculan dalam bentuk lainnya. Seperti poster-poster yang dipublikasikan di media sosial, serta produk video yang dibuat para vloger pemula yang lugas mengkritik para penguasa tanpa rasa takut terancam pidana.
Tak tampak rasa takut, bahkan terkesan setengah nekat. Tapi sebagaimana mural, apa yang disampaikan benar-benar mewakili perasaan rakyat atas situasi yang terjadi dan bagaimana pandangan mereka terhadap para penguasa yang dipandang makin abai dan tak peduli.
Merebaknya kritik sosial dalam berbagai bentuk seperti mural, poster, dan vlog setidaknya memotret pergolakan pemikiran dan perasaan rakyat yang sedang terjadi, bahkan kian memuncak terhadap penguasa mereka hingga hari ini.
Bayangkan saja. Saat semua saluran dianggap buntu, maka tembok dinding, aplikasi medsos, bahkan aspal jalanan pun mereka jadikan sebagai media perlawanan atas sikap penguasa yang dipandang makin hilang rasa.
Tak dimungkiri, hal ini terkait dengan situasi faktual yang memang makin tak terkendali, wabah yang berkepanjangan telah berdampak terhadap makin sulitnya kehidupan masyarakat banyak hingga taraf yang begitu sangat menyedihkan.
Di pihak lain banyak kebijakan dan sikap penguasa yang dipandang tidak pro rakyat, bahkan menambah sulit hidup mereka. Penanganan wabah yang setengah hati, kebijakan ekonomi yang pro asing terbukti dengan munculnya berbagi UU baru namun lebih memihak kepada para pengusaha, penanganan kasus hukum yang diskriminatif dan jauh dari rasa keadilan, termasuk pada pelaku korupsi dana rakyat, sungguh semua itu telah nyata mengiris dan menyayat hati rakyat.
Terlebih ketika di saat sulit seperti ini, ketika kebanyakan rakyat yang hidup susah nan kelaparan, gantung diri akibat tekanan ekonomi, para pemimpin alih-alih berkonsentrasi menyelesaikan problem bangsa mereka malah mulai sibuk adu gaya di baliho dengan biaya yang begitu besar luar biasa. Lalu mulai saling serang demi rebutan kursi di kontestasi pemilu yang akan berlangsung tiga tahun lagi.
Bahkan yang membuat lebih miris, perseteruan terjadi di antara kubu mereka sendiri, hingga panggung politik pun dipenuhi narasi tak produktif yang jauh dari perbincangan dan amalan yang menyangkut persoalan-persoalan rakyat. Kalaupun ada, tidak jauh dari sekedar liptservis tanpa bukti
Maka wajar ketika rakyat merasa greget, marah dan kecewa, terlebih catatan hitam penguasa sudah berderet panjang di belakangnya membuat kinerja pemerintah berbuah raport merah. Rakyat pun tak akan mudah melupakan berbagai kezaliman, ketidakadilan, kebohongan, dan sikap represif yang berulang-ulang dilakukan para penguasa mereka.
Tentu saja, menguatnya ekspresi dan arus kesadaran masyarakat ini belum bisa dikatakan cukup sebagai modal perubahan. Apalagi berbicara tentang arah perubahan hakiki, yakni perubahan sistemis, dari sistem sekuler kapitalis menuju sistem Islam.
Namun situasi ini setidaknya memberi harapan bahwa potensi perubahan itu masih ada di tengah umat, bahkan cukup besar. Sekalipun pihak penguasa terus berupaya membungkam suara-suara kritis dari rakyatnya. Seperti melalui penerapan UU ITE, polisi siber, membayar buzzer, dan lain-lain rupanya tidak membuat mereka surut untuk terus bersuara.
Juga sekalipun penguasa terus berupaya melanggengkan apatisme masyarakat. Baik melalui penerapan pendidikan sekuler, maupun propaganda pemikiran yang terus memarjinalkan Islam. Seperti pengarusan ajaran Islam moderat, kesetaraan gender, dan ide-ide HAM, bahkan berbagai program internasional terus digulirkan.
Oleh karenanya yang menjadi PR (pekerjaan rumah) selanjutnya adalah membangun kesadaran masyarakat agar berbasis pemikiran ideologis, bukan pragmatisme. Sehingga kekecewaan, kemarahan, dan aksi protes yang menguat ini tak berhenti hingga sebatas viral, trending, ataupun mengundang banjir komentar tapi benar-benar menjadi modal perubahan ke masa depan, sehingga fakta-fakta yang sudah begitu jamak terindra tidak sekedar menjadi obyek pemikiran mereka.
Sebaliknya, justru kesemuanya itu harus mampu menjadi sumber pemikiran mereka, berpikir mendalam, bahkan cemerlang agar dapat menganalisa yang menjadi akar masalah sesungguhnya sekaligus mampu menawarkan solusinya.
Masyarakat harus diajak berpikir mendalam, bahwa apa yang terjadi atas mereka sesungguhnya adalah dampak penerapan sistem rusak dan merusak, yakni "Kapitalisme" bukan semata-mata problem orang per orang.
Sehingga yang semestinya diprotes bukan cuma buruknya keadaan, atau kezaliman yang dilakukan individu akan tetapi juga kerusakan sistem yang diterapkan. Yakni sistem sekuler kapitalisme yang tegak di atas akidah batil dan senyatanya menjadi akar persoalan alias menjadi sumber berbagai kerusakan dan kesengsaraan.
Umat harus sadar, bahwa karena sistem inilah, politik kekuasaan tak punya kedaulatan dan kemandirian. Bahkan demokrasi yang dielu-elukan sebagai sistem terbaik dalam memilih kepemimpinan justru menjadi alat bagi kekuatan modal dan kapitalisme global untuk menyetir kekuasaan.
Tak heran jika berbagai kebijakan, termasuk di bidang ekonomi, semuanya pro pada kepentingan asing dan kekuatan modal. Sehingga kekayaan rakyat yang melimpah ruah pun tidak terbuktikan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun mereka harus susah payah menguras keringat.
Pada saat yang sama, rakyat pun harus sadar bahwa solusi tuntas atas semua problem ini adalah menggagas perubahan sistem ke arah terwujudnya sistem Islam. Karena memang hanya Islam yang memiliki solusi tuntas atas berbagai masalah kehidupan.
Islam datang dari Zat yang Mahaadil dan Mahasempurna. Karenanya Islam tak hanya mengatur soal ibadah dan moral saja, tapi juga mengatur masalah hidup secara keseluruhan. Seperti masalah ekonomi, politik, sosial, termasuk pendidikan dan kesehatan, hukum, dan yang lainnya.
Sejarah membuktikan, penerapannya secara kaffah dalam institusi negara telah berhasil mewujudkan kesejahteraan dan keadilan lebih dari seribu tiga ratus tahun lamanya. Umat Islam hidup sebagai entitas yang mulia dan sejahtera, damai, aman sentosa.
Menularkan arus perubahan dengan asas sahih dan arah yang benar tentu bukan perkara mudah, namun Islam telah sekaligus memberikan peta jalan.
Apa yang dilakukan baginda Rasulullah saw. sesungguhnya cukup sebagai teladan sekaligus kompas untuk meraih tujuan. Beliau meletakkan asas perubahan hakiki dengan pertama kali menancapkan keyakinan bahwa manusia adalah hamba Allah. Dan bahwa mereka hanya akan mulia dan sejahtera jika hidup di bawah naungan aturan-Nya.
Maka seluruh langkah dakwah yang dilakukan Rasul hanya mengarah pada arah yang sama, yakni tertancapnya keyakinan ini pada diri setiap umat.
Termasuk ketika beliau berinteraksi dengan umat dan mengarahkan dakwah bagi terwujudnya kekuasaan politik di Madinah Al Munawwarah. Semuanya dalam rangka penghambaan sekaligus mewujudkan kesejahteraan dan keadilan Islam yang didambakan setiap umat.
Maka, jalan perubahan inilah yang semestinya kita tapaki di masa sekarang. Bukan jalan perubahan demokrasi yang berulang kali menjebak umat Islam pada kubangan kesesatan yang begitu dalam. Bahkan dampak lanjutanya pun kian mengukuhkan penjajahan mereka atas Kaum Muslimin di berbagai belahan dunia.
Allah Swt. berfirman,“Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS Yusuf: 108)
Wallahu alam bisa-sawab
*(Menulis Asyik Cilacap)
Tags
Opini