Oleh : Eti Fairuzita
Media sosial Twitter diramaikan dengan #PercumaLaporPolisi buntut penghentian penyelidikan kasus bapak perkosa tiga anaknya. Tagar yang mengandung ajakan tidak melapor kepada polisi itu dinilai tidak patut.
"Ajakan untuk tidak melapor ke polisi, betapa pun dilatari kekecewaan mendalam dan itu manusiawi, tidak sepatutnya diteruskan," kata psikolog forensik Reza Indragiri Amriel dalam keterangan tertulis, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Reza menegaskan pelaporan ke polisi sangat diperlukan. Hal itu agar kinerja polisi dapat ditakar berbasis data pada periode tertentu.
"Juga ajakan tersebut (#PercumaLaporPolisi) bisa direspons secara salah sebagai ajakan untuk aksi vigilantisme dan ini berbahaya," ujar Reza.
Reza mengatakan Polri perlu diberi masukan agar penyusunan laporan kinerja lebih komprehensif. Tidak sebatas jumlah laporan, tetapi mencangkum jumlah kasus yang diproses sampai ke pengadilan.
"Apa dan berapa yang ditangani dengan diversi, tren tuntutan jaksa, tren vonis hakim, ragam penghukuman pemasyarakatan, dan residivisme," tutur psikolog anak itu.
Reza menuturkan laporan selengkap itu mengharuskan seluruh lembaga penegak hukum duduk bareng dan menyajikan laporan tunggal. "Dari laporan terintegrasi itulah masyarakat bisa mengukur, sudah sejauh apa sesungguhnya kerja otoritas penegakan hukum di Tanah Air," ucap dia.
Kasus pemerkosaan bapak terhadap tiga anak di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada 9 Oktober 2019 dinilai tak memiliki cukup bukti. Polres Luwu Timur dan Polda Sulsel menghentikan penyelidikan kasus tersebut.
Reza mengatakan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) tidak mutlak. Pada alinea terakhir SP3, kata dia, ada kalimat penanganan bisa diaktifkan sewaktu-waktu jika ditemukan bukti dan saksi yang memadai.
"Jadi, saya tetap menyemangati korban dan keluarga jika peristiwa dimaksud benar-benar terjadi untuk terus berikhtiar dan berdoa," ujar Reza.
https://www.medcom.id/nasional/hukum/lKYrd2QN-psikolog-forensik-nilai-tagar-percuma-lapor-polisi-tidak-patut-diteruskan
Merespons viralnya hashtag #PercumaLaporPolisi di media sosial (medsos) Twitter.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono, mempertanyakan data dari munculnya tagar tersebut. Menurutnya, pelaporan dari masyarakat selalu ditindaklanjuti oleh kepolisian.
"Banyak diabaikan ya datanya dari mana dulu. Yang jelas apabila setiap laporan masyarakat yang menginginkan pelayanan kepolisian di bidang penegakan hukum, pasti akan ditindaklanjuti," kata Rusdi di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (8/10/2021).
Rusdi menekankan, dalam proses hukum akan ditindaklanjuti apabila ditemukan alat bukti yang cukup. Jika tidak, penyidik pasti tak akan melanjutkan laporan tersebut.
"Ketika satu laporan ternyata alat-alat bukti yang menjurus pada laporan tersebut tidak mencukupi, dan ternyata memang penyidik berkeyakinan tidak ada suatu tindak pidana, tentunya penyidik tidak akan melanjutkan laporan tersebut," ujar Rusdi.
Terkait kasus di Luwu Timur, Rusdi sebelumnya menyatakan, apabila ke depannya ditemukan Novum atau bukti baru yang terkait dugaan pemerkosaan tersebut, pihaknya bakal kembali membuka perkara ini.
"Tapi ini tidak final. Apabila memang ditemukan bukti baru maka penyidikan bisa dilakukan kembali," ucap Rusdi.
Namun berdasarkan hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat tidak puas dengan penegakan hukum di negara ini.
Peneliti LSI Dewi Arum mengatakan, dalam survei tersebut yang menilai tidak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia, cakupannya merata di semua lapisan masyarakat.
"Temuan ini menggambarkan rendahnya wibawa hukum di mata publik," kata Dewi Arum di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (7/4/2013).
Rasa keadilan telah menjadi satu barang langka di negeri ini. Hal itu disebabkan oleh aparatur yang tidak memiliki sifat amanah diperparah dengan sistem hukum dan peradilan yang carut-marut disamping rusaknya pemikiran filosofis yang menjadi dasarnya. Padahal, dimanapun lembaga peradilan diharapkan menjadi tempat bagi masyarakat mendapatkan keadilan dan menaruh harapan.
Namun, realitanya orang begitu sinis dan apatis terhadap lembaga peradilan. Harapan akan mendapat keadilan pun harus pupus ketika ditemukan adanya permainan sistematis yang diperankan oleh segerombolan orang yang bernama mafia peradilan.
Namun hal itu tentu tidaklah mengejutkan, dimana sistem dan peradilan di negeri ini sangat dipengaruhi serta dilandasi oleh sistem hukum dan peradilan sekuler yang mengesampingkan Al-Khaliq sebagai pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan. Oleh karena itu, dapat dipastikan produk hukum yang dihasilkan pasti tidak akan sempurna dan memiliki banyak kelemahan.
Kondisi ini pun semakin tampak rapuh akibat bobroknya mental para penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim bahkan pengacara menjadikan proses hukum peradilan tidak ubahnya bagaikan panggung sandiwara. Dimana permasalahan mendasarnya justru akibat tidak adanya ruhiah pada diri mereka sehingga menafikan keberadaan Allah serta tidak menjadikan halal-haram sebagai tolok ukur aktivitasnya.
Islam Menjamin Rasa Keadilan
Allah Berfirman : "Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu,"(Qs.al-Maidah: 3).
"Maka demi Rabbmu, mereka itu (pada hakekatnya) tidak beriman sebelum mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima (pasrah) dengan sepenuhnya," (Qs. An-Nisa : 65).
Sistem hukum dan peradilan Islam merupakan satu-kesatuan yang terpancar dari akidah Islam, dimana kesaksian Allah sebaga Al-Hakim sang pembuat hukum sehingga semua hukum harus merujuk atau bersumber pada firman Allah yakni al-Quran dan as-Sunah. Dengan demikian hukum Islam berada di atas semua pihak manusia manapun.
Allah telah menegaskan, bahwa Muhammad saw diutus untuk seluruh manusia dan bahwa risalah Islam diperuntukan untuk seluruh manusia agar menjadi rahmat bagi mereka.
Hukum Islam hanya bersumber dari wahyu yaitu al-Quran dan as-Sunnah, hal ini tentu akan menghalangi intervensi manusia dan kepentingannya terhadap penegakan hukum. Disamping hukum yang bersifat tetap dan konsisten penerimaan serta penerapan hukum-hukum Allah merupakan bentuk ketakwaan kepada-Nya. Bahkan hukum Islam bersifat zawajir (membuat jera) bagi pelakunya.
Dalam Islam, tidak ada ketentuan harus adanya izin dari kepala negara atau lembaga pengawas untuk memeriksa dan mengadili seorang pejabat seperti yang terjadi saat ini karena hukum Islam berlaku untuk semua tanpa perbedaan.
Rasulullah Bersabda : "Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, jika orang mulia di antara mereka mencuri maka mereka biarkan, dan jika orang lemah di antara mereka mencuri maka mereka menerapkan hukum atasnya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku memotong tangannya,"(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Maka dari itu, sudah saatnya hukum sekuler buatan manusia yang terbukti kebobrokannya wajib kita campakan, kemudian beralih kepada sistem hukum dan peradilan Islam yang mampu menjamin rasa keadilan.
Wallahu alam bish-sawab
*(Menulis Asyik Cilacap)
Tags
Opini