Membincang Nasib Guru Honorer, Antara Haparan Sejahtera dan Realita



Oleh : Ummu Hanif  (Pemerhati Sosial dan Keluarga)

Guru adalah sosok yang tidak pernah habis diperbincangkan. Mulai dari keilmuan, adab sampai kehidupan keluarganya. guru merupakan ujung tombak dunia pendidikan dan pembinaan generasi di lingkungan sekolah. Dari tangan – tangan merekalah, sosok – sosok penerus bangsa ini mendapat tempaan. Sehingga bisa dikatakan, sungguh di punggung guru telah terletak beban amanah dan kewajiban yang sangat berat. Namun terkadang, terdapat ketimpangan antara pemenuhan hak terhadap tanggungjawab besar tersebut. 

Seperti kisah guru honorer yang masih terus mewarnai dunia pendidikan negeri ini. Kesejahteraan guru honorer sepertinya masih jalan di tempat. Kendati sudah mengabdi selama puluhan tahun, tapi masih dihargai dengan upah yang terbilang sedikit.

Secara definisi, PPPK guru honorer adalah seseorang yang ditugaskan sebagai guru bukan ASN di satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Nasib guru honorer kembali mencuat di permukaan dalam proses seleksi PPPK Guru 2021. Banyak pihak menilai, nasib guru honorer masih terkatung-katung tak jelas.

Sebagaimana yang diungkap oleh Ketua Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Timur, Eko Mardiono, dia menyebut bahwa afirmasi bagi guru usia 50 tahun ke atas hanya akal-akalan.  Menurut dia, hal itu lantaran banyak guru honorer K2 yang rata-rata berusia di atas 50 tahun tumbang pada tes PPPK tahap I.  
"Janji afirmasi 50 tahun ke atas hanya tong kosong nyaring bunyinya. Akal-akalan pemerintah saja seolah-olah mengafirmasi,  padahal tidak," kata Eko kepada JPNN.com, Sabtu (9/10). 

Eko mencontohkan di Jawa Timur bukan cuma satu atau dua guru honorer usia 50 tahun ke atas yang tumbang.  Sejak diumumkan kelulusan PPPK guru tahap I pada 8 Oktober, makin banyak pengaduan yang masuk ke PHK2 I Jatim. Menurut dia, pada umumnya dalam pengaduan itu menanyakan janji Mendikbudristek Nadiem Makarim bahwa ada afirmasi berupa passing grade komptensi teknis dinolkan, sosio-kultural dan manajerial turun dari 130 menjadi 110, sedangkan wawancara dari 24 menjadi 20. Ini strategi yang merugikan honorer K2 karena teman-teman usia 50 tahun ke atas justru tidak bisa menikmati kebijakan afirmasi baru karena sudah kalah di perhitungan kelulusan pertama," tuturnya. Kebijakan afirmasi yang baru sesuai KepmenPAN-RB 1169 Tahun 2021 akan bisa dirasakan honorer usia 50 tahun ke atas bila penghitungan pertama masih ada formasi.

Inilah salah satu gambaran penerapan sistem pendidikan dalam alam kapitalisme. Sistem sekuler menempatkan sistem pendidikan hanya sebagai komponen ekonomi, yakni sebagai bagian pencetak mesin industri bukan pembangun peradaban. Sehingga kental dengan hitungan untung rugi. Ketika pemerintah menganggap anggaran untuk membayar guru terlalu membebani APBN, maka akan sulit para guru hidup sejahtera. Karena pemerintah menganggap hal ini akan merugikan negara.

Selama ini kacamata pendidikan dalam sistem kapitalisme-demokrasi hanya memandang sebelah mata peran guru honorer dengan gaji yang mereka peroleh tidak sebanding dengan jasa mereka yang tanpa pamrih untuk meningkatkan intelektualitas dan membentuk akhlak mulia pada peserta didik.

Sebagai perbandingan, Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan itu artinya gaji guru sekitar Rp30.000.000. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru. Tidak heran di masa Khilafah kita jumpai banyak generasi cerdas dan shaleh. Selain itu, berbagai fasilitas pendukung pendidikan dapat dinikmati tanpa beban biaya yang besar.

Kita hanya bisa berharap hasil Pendidikan menjadi optimal, jika para guru sudah berkarakter baik, ditambah kesejahteraan mereka dipenuhi. Tentu para guru akan optimal dalam mendidik putra – putri bangsa ini. Sehingga selama masih diterapkan sistem bobrok kapitalisme-demokrasi, maka tidak akan pernah kita rasakan pendidikan yang bermutu dan murah. Apalagi ingin mencapai kesejahteran guru honorer, itu adalah hal yang mustahil. Terkadang janji-janji pengangkatan sebagai PNS serta penawaran berbagai tunjangan hanya sekedar wacana saja dan iming-iming menjelang pemilihan kepala daerah atau pun pemilihan presiden.

Mari kita kembali pada sistem islam, sistem yang dipimpin oleh soerang penguasa yang bertakwa pada Allah dan berani menerapkan syariat islam secara total. Termasuk optimal dalam penerapan sistem pendidikan islam. Wallahu'alam biash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak