Oleh Citra Salsabila
(Pegiat Literasi)
Kuningan, daerah yang asri dan sejuk. Setiap orang pasti ingin berkunjung ke sana. Banyak menawarkan keindahan pariwisata dan penginapan. Belum lagi terkenal dengan ikan dewanya. Sungguh, tak kan termakan oleh waktu.
Demi mengangkat perekonomian warga Kuningan, Jawa Barat, maka pemerintah daerah yang dibantu gubernur berencana menjadikan Kuningan sebagai salah satu Kota Metropolitan. Menurut Marketing Director Aerocity Kertajati Bagian dari BIJB, Rizkita Tjahyono Widodo mengatakan bahwa Kuningan memiliki kekhasan tersendiri, yaitu adanya kawasan wisata yang indah. Ini bisa jadi alternatif untuk ditawarkan ke pihak investor. Apalagi sekarang lagi menunggu diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) berkaitan dengan rencana pengembangan Kawasan Rebana Metropolitan.
Nyatanya, hal tersebut mendapat dukungan dari Sekda Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si. yang menyatakan bahwa pembangunan daerah Kuningan harus selaras dengan pengembangan kawasan Rebana. Sehingga sifatnya regional, bukan lokal. Artinya, perlu pengembangan tempat-tempat wisata, yang akan menjadi daya tarik orang luar untuk berkunjung (Kuningankab.go.id, 24/09/2021).
Rebana Metropolitan
Lantas, apa itu Rebana Metropolitan? Rebana sendiri merupakan akronim dari Cirebon, Patimban, dan Majalengka. Pada ketiga wilayah tersebut, pemerintah pusat, khususnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berencana menjadikan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi di masa depan. Dengan adanya pengembangan kawasan industri yang terintegrasi, inovatif, kolaboratif, berdaya saing tinggi, serta berkelanjutan.
Secara data kependudukan, maka penduduk di kawasan Rebana Metropolitan berjumlah 9,28 juta atau sekitar 18,82 persen dari total 49,3 juta jiwa penduduk Jabar per 2019. Kawasan Rebana nantinya terdiri dari beberap daerah, yaitu Kabupaten Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Indramayu, dan Kuningan, serta Kota Cirebon. Wilayah ini merupakan bagian utara/timur laut dari Provinsi Jawa Barat.
Luar biasa sekali. Pemerintah pusat memang terus melakukan pembenahan untuk daerah-daerah strategis. Untuk mencapai itu semua, maka pemerintah mengundang para investor untuk menanam saham di dalamnya. Karena, program Rebana Metropolitan ini memang dicanangkan hingga tahun 2030.
Ternyata sudah ada beberapa sponsor yang akan mendanai pengembangan Rebana Metropolitan. Dimana sponsor tersebut akan masuk Program Jelajah Segitiga Rebana III, diantaranya mulai dari PLN UID, Surya Semesta Internusa (SSIA), Humas Jabar, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jabar, Bappeda Jabar, PT MUJ ONWJ, Cardinal, Chitose, Astra Infra Tol Road Cikopo-Palimanan, PT BIJB, ASDP, Dinas Pariwisata dan Kebudayan Jabar, Bank BJB, PT Pegadaian, XL Axiata, Robot Biru, PT Mitsubishi Motor Krama Yudha Sales Indonesia (Bisnis.com, 20/10/2020).
Maka, tak heran jika Rebana Metropolitan ini akan menjadi kawasan industri. Dari sana diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian rakyat pada wilayah tersebut. Dimana nantinya kawasan tersebut pun akan hadir dengan kecanggihan teknologi yang mumpuni.
Diperkirakan Rebana Metropolitan dapat mendongkrak perekonomian hingga 7,16 persen, membuka peluang 4,39 juta lapangan pekerjaan dan meningkatkan investasi hingga 7,77 persen. Sehingga pemerintah pusat sangat fokus pada pembangunan ekonomi dari pada membangun peradaban.
Itulah yang menjadikan Rebana Metropolitan akan menjadi target besar bagi pemerintah Jawa Barat. Pemerintah akan menjaga pembangunannya, agar sesuai dengan konsep.
Perekonomian Meningkat, Akankah Terjadi?
Lalu, apa hubungannya dengan Kabupaten Kuningan dengan Rebana Metropolitan? Ya, sangat jelas sekali berhubungan. Walaupun daerah Kuningan bukan yang bersinggungan secara langsung, tetapi memiliki daya tarik tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain.
Sehingga, tak heran Kuningan akan mengembangkan pariwisatanya. Hal ini akan mengundang para investor untuk hadir di Kuningan. Selain itu, Kuningan merupakan salah satu area penyangga dalam pengembangan Rebana Metropolitan. Nantinya, akan memberikan peluang-peluang besar dari sisi bisnis terkait konektivitas di sekitar kawasan Rebana Metropolitan.
Walaupun demikian, akankah memperbaiki perekonomian rakyat sekitarnya? Belum tentu. Sebab, perlu dipertimbangkan beberapa hal yang berkaitan. Mulai dari para investor asing yang hadir, dampak lingkungan, kesiapan sumber daya manusia (SDM), dan sebagainya.
Jika ditelaah, memang program Kuningan Metropolitan akan memperbaiki perekonomian warganya, akan tetapi perlu juga kesiapan SDM yang mumpuni. Percuma, jika SDM didatangkan dari luar wilayah Kuningan untuk mempercepat pengembangan. Sedangkan, penduduk lokal aslinya hanya dijadikan buruh. Ini tentu tidak adil.
Belum lagi dari sisi masuknya para invetor yang akan berinvestasi. Ini juga akan sangat mengkhawatirkan. Karena investor asing yang hadir tentu akan membawa perubahan masyarakat. Ataupun dapat menjadikan utang budi kepada investor, sehingga harus mengikuti aturannya.
Tak heran, kemungkinan investor akan berbondong-bondong mendatangi Kuningan untuk meninjau langsung wilayahnya. Kemudian akan memilih wilayah mana yang akan menguntungkan ke depannya, jika berinvestasi di sana. Jadi, walaupun dapat meningkatkan perekonomian wilayahnya, tetapi tidak stabil. Karena tetap investor akan meminta timbal baliknya.
Itulah, cermin pembangunan dan pengembangan infrastrukstur ala demokrasi. Demi menggenjot perekonomian daerah, didatangkanlah investor asing. Tak heran, demokrasi yang turunan dari ideologi kapitalime, tidak akan mementingkan kesejahteraan rakyat secara utuh.
Maka, pembangunan infrastruktur ala kapitalisme hanya berfokus pada sentra. Sebab, dalam kapitalisme semua urusan diserahkan kepada swasta (baca: investor asing). Sehingga, kepedulian penguasa pada publik hanya retorika saja. Ya, dengan dalih meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk menghantarkan kesejahteraan rakyat. Namun, pembangunannya malahan terus menggenjot investasi di tengah teriakan warga.
Akhirnya, harapan sejahtera dengan cara seperti itu bagai menjaring angin. Tak ada untung bagi rakyat. Tetapi berguna bagi para investor. Dan rakyat akan menjadi korbannya.
Pembangunan dalam Islam
Islam memandang bahwa pembangunan suatu wilayah memang diperlukan. Terutama untuk mempermudah akses rakyatnya dalam berbagai hal. Seperti berdagang, bersekolah, ke rumah sakit, dan sebagainya. Dimana infrastruktur dalam Islam adalah prasarana yang dibuat demi kemaslahatan umat. Sehingga pembangunannya tak berpusat pada sentra ekonomi, tetapi menyebar merata pada setiap pemukiman warga.
Maka dari mana biayanya? Tentu biayanya bukan berasal dari investasi asing atau utang, tetapi dari baitul maal. Dimana aturan pembatasan kepemilikan menjadikan sumber APBN tidak bertumpu pada pajak dan utang. Islam mengharamkan swasta apalagi asing dalam menguasai SDA, sehingga tidak akan ada intervensi dalam setiap kebijakannya.
Ya, baitul maal merupakan tempat untuk mengelola keuangan negara dalam Islam. Posisinya sebagai jantung peredaran perekonomian. Berbeda dengan sistem kapitalis yang menjadikan jantung perekonomiannya pada perbankan dan pasar modal. Jauh sangat berbeda.
Seyogyanya, berharap sejahtera pada sistem demokrasi sangatlah tidak mungkin. Karena prinsip yang digunakan bukanlah untuk kemaslahatan umat sejatinya. Tetapi lebih kepada para investor asing (pemilik modal). Hanya sistem Islam-lah yang dapat membangun wilayah daerah untuk kemaslahatan umat. Ya, berpedoman pada sistem ekomomi Islam tentunya dan ajarannya yang sempurna.
Wallahu a'lam bishshawab.