Oleh Shafiyyah AL Khansa*
Krisis energi kini mulai mengancam dunia. Beberapa negara di kawasan Eropa, China, dan juga India kini mulai menghadapi ancaman krisis energi. Krisis energi di Inggris terjadi diakibatkan karena adanya perfect storm yang merupakan kondisi musim panas dan musim dingin yang parah dan juga keterbatsan pasokan dari Rusia sebagai salah satu pemasok utama bagi Eropa. Krisis energi di Inggris ini juga diperparah dengan adanya investasi infrastruktur penyimpanan gas yang terkendala sedangkan kondisi gas di Eropa mengakibatkan impor LNG meningkat sehingga menjadikan harganya mahal.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Gubernur Indonesia untuk OPEC 2015-2016 Widhyawan Prawiraatmadja
"Krisis energi di Inggris diakibatkan adanya adanya perfect storm, yakni kondisi musim panas dan musim dingin yang parah. Kemudian keterbatasan pasokan dari Rusia sebagai salah satu pemasok utama bagi Eropa," ujarnya dalam webinar bertajuk Krisis Energi Mulai Melanda Dunia, Bagaimana Strategi RI? pada Minggu (Sindonews.com, 10/10/2021).
Sedangkan yang terjadi pada negara China, pulihnya ekonomi menjadikan permintaan energi menjadi tinggi dan membuat harga batu bara mencapai tingkat tertinggi. Dikarenakan embargo supply batu bara dari Australia yang menjadikan harganya meroket tertinggi sepanjang sejarah.
Meskipun telah tergambar bahwa dunia menghadapi ancaman krisis energi namun krisis ini tidak lantas membuat penguasa negeri ini khawatir dikarekanan Indonesia memiliki berbagai macam sumber daya energi yang mendorong penguasa untuk mengambil peluang dari kejadian ini.
Melihat peluang ini, pemerintah terlihat ingin menikmati keuntungan dari mahalnya sumber daya alam (SDA) tersebut. Sekretaris Eksekutif I Kementerian Koordinator Perekonomian Raden Pardede menyebutkan, salah satu yang bisa dilakukan Indonesia adalah dengan meningkatkan produksi dan mempersiapkan kapasitas cadangan sumber daya energi nasional (Tempo.co, 24/10/2021).
Dengan adanya sumber energi yang ada di negeri ini bersamaan dengan naikknya harga komoditas energi tersebut menciptakan harapan tersendiri bagi penguasa untuk menjadikan komoditas-komoditas tersebut sebagai alat untuk meningkatkan roda perekonomoian.
Padahal semestinya penguasa menyadari bahwa dibalik peluang krisis energi ini diakibatkan dari kapitalisasi industri yang berorientasi pada keuntungan tanpa mempedulikan dampak dari lingkungan.
Pengelolaan energi hari ini tentu sangat erat kaitanya dengan ideologi kapitalisme yang meorientasikan kehidupan untuk memperoleh materi yang meniscayakan ekploitasi dan liberalisasi Sumber Daya Alam (SDA) energi menjadikan harga energi menjadi mahal dan dapat mengantarkan pada krisis energi. Kapitalisme juga membolehkan untuk mengeruk sumber energi secara besar-besaran sehingga menghabiskan SDA energi yang ada saat ini sehingga dapat menimbulkan resource depletion. Semakin nampak bahwa persoalan krisis energi yang menancam dunia saat ini disebabkan karena bercokolnya ideologi batil kapitalisme.
Dibutuhkan solusi yang mendasar, syar’i, dan ideal untuk mengatasi problematika umat ini. Seperti yang kita ketahui bahwa energi merupakan salah satu dari tiga komoditas yang umat berserikat di dalamnya.
Rasulullah Saw bersabda :
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara : air, api, dan padang gambalan.” (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah)
Hadis ini menjelaskan bahwa haram hukumnya untuk menjadikan tiga perkara tersebut sebagai privat sektor. Sebab tiga perkara tersebut adalah milik umat yang harus dikelola negara untuk kebutuhan umat.
Dalam islam yang mengatur seluruh problematika umat termasuk dalam menjaga, mengelola, melestarikan, dan mendristibusikan SDA energi negara akan melakukan beberapa hal untuk mencapai tujuannya tersebut dalam rangka mengimplentasikan keimanannya dalam meri’ayah umat, beberapa hal yang akan dilakukan negara dalam mengelola SDA energi misalnya ;
Negara akan mengelola sumber daya energi yang ada dengan mempertimbangkan banyak aspek termasuk memperhatikan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan.
Negara hanya menarik biaya dari masyarakat sebesar biaya produksi, meskipun demikian negara dibolehkan untuk mengambil keuntungan yang tidak memberatkan rakyat dan keuntungan tersebut dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk lain.
Negara juga menghilangkan aspek-aspek kapitalisme seperti riba, flat money, pinjaman luar negeri , dll yang dapat menjadikan harga produk mahal, dsb.
Tentu saja upaya negara dalam mengelola SDA energi yang sangat rinci ini hanya akan terjadi ketika sistem yang dapat menjalankan upaya tersebut diterapkan dalam kehidupan. Maka tidak ada cara lain yang dapat dilakukan kecuali dengan menerapkan Islam sebagai sistem kehidupan sebagai solusi dalam mengatasi krisis energi yang melanda dunia.
Wallahu’alam bish shawwab.
*(Penulis Buku & Aktivis Dakwah)
Tags
Opini