Kiblat Ekonomi Syariah Tanpa Khilafah, Mungkinkah ?




Oleh : Eti Fairuzita*


Presiden Joko Widodo ingin Indonesia menjadi pemain utama sektor ekonomi syariah dan industri halal dunia.
Hal ini mengingat RI merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

"Indonesia harus menjadi pusat gravitasi ekonomi syariah dunia," kata Jokowi dalam acara Peringatan Hari Santri Nasional dan Peluncuran Logo Baru Masyarakat Ekonomi Syariah di Istana Negara, Jakarta, Jumat (22/10/2021).

Jokowi mengatakan, perkembangan ekonomi syariah Indonesia cukup pesat. Menurut data The State of Global Islamic Economy Indicator Report, ekonomi syariah RI mengalami pertumbuhan signifikan dari tahun ke tahun.

https://nasional.kompas.com/read/2021/10/22/11314851/jokowi-indonesia-harus-jadi-pusat-gravitasi-ekonomi-syariah-dunia

Akhir-akhir ini ekonomi syariah sedang naik daun, menjadi perbincangan dimana-mana tak terkecuali dari kalangan istana.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, prinsip ekonomi dan keuangan syariah yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dapat berkontribusi bagi dunia.
Kontribusi tersebut utamanya dalam hal mencari solusi berbagai masalah yang dialami negara-negara di dunia saat ini.

Ma'ruf mengatakan hal tersebut di acara International Conference oN Islamic Sstudies(ICIS) bertema Islam and Sustainable Development yang digelar Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh secara daring, Senin (4/10/2021).

"Prinsip ekonomi dan keuangan syariah yang sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan dapat memberikan kontribusi bagi dunia dalam rangka mencari solusi atas berbagai permasalahan yang dialami negara-negara di dunia saat ini," ujar Ma'ruf. 
Beberapa permasalah dunia yang dimaksud adalah tentang perdamaian, harmoni sosial, ketimpangan pertumbuhan ekonomi, dan merosotnya kualitas lingkungan hidup.

Bahkan sebelumnya, 
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sektor ekonomi dan keuangan syariah mampu bertahan di tengah guncangan krisis karena pandemi Covid-19. Kondisi itu dilihat dari rasio kecukupan modal atau CAR perbankan syariah hingga kredit macet alias non-performing loan (NPL).

“CAR dari bank syariah selama 2020 masih stabil pada angka 20-21 persen. Sedangkan NPL atau Non performing finance turun dari 3,46 persen  pada Januari 2020 menjadi 3,13 pada Desember 2020,” ujar Sri Mulyani dalam acara Seremoni Peresmian Sfafiec dan Forum Nasional Keuangan Syariah yang ditayangkan secara virtual, Jumat, 12 Maret 2021.

Ia menjelaskan sektor ekonomi dan keuangan syariah tetap bertahan di tengah banyaknya kinerja korporasi yang memburuk. Krisis ini tak pelak menyebabkan perbankan terkena dampak, terutama di sisi kredit macet.
Ketahanan keuangan syariah juga dilihat dari aset perbankan yang justru melesat sepanjang 2020. Ia menyebut, total aset perbankan syariah pada Desember 2020 meningkat menjadi Rp 608,9 triliun atau naik dari Desember 2019 sebesar Rp 538,32 triliun.

Pemerintah terus mendorong Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah karena potensi jumlah penduduk Muslim dan produk syariah yang dimiliki umat. Namun nyatanya pemerintah hanya menganggap ekonomi syariah dari aspek perdagangan riil dan keuangan saja tetapi tidak pernah menempatkannya secara holistic. Contohnya pemerintah hanya cukup mengembangkan ekonomi syariah dengan mendasarkan aktivitas ekonomi riil di pesantren.

Bukan hanya setengah hati, kebijakan ekonomi syariah sebenarnya dibidik hanya untuk mengambil potensi ekonomi dan keuangan umat. Selain menerbitkan sukuk, dana zakat, wakaf, dan dana haji pun digunakan untuk infrastruktur. Umat muslim Indonesia akhirnya hanya dimanfaatkan dari sisi potensi keuangan untuk berbagai kepentingan pemerintah.
Walhasil, ekonomi syariah Indonesia bukan untuk umat Islam.

Syariah dieksploitir untuk meraup potensi uang umat Islam.Terlebih ekonomi syariah pengawasannya diserahkan pada IMF yang notabennya adalah lembaga keuangan riba dunia.
Syariah hanya dijadikan lips service yang mengelabuhi umat Islam agar menyerahkan pasar ekonomi dan keuangan mereka pada kapitalis penguasa ekonomi dunia.
Di saat negara belum berdasarkan syariah, maka kebijakan seperti ini dimungkinkan lahir dari cara pandang kapitalistik, karena melihat peluang keuntungan negara dari sector ini begitu menggiurkan.

Sangat berbeda ketika ekonomi syariah diimplementasikan secara shahih sebagaimana diatur dalam sistem Islam, yaitu Khilafah. Dimana Khilafah memiliki paradigma paling mendasar tentang ekonomi syariah.
Selama ini ekonomi syariah hanya dimaknai sebagai industri produk halal, seperti makanan, fesyen, dan wisata. Dan keuangan syariah : meliputi perbankan, wakaf, sukuk, dan lain-lain.

Padahal ekonomi Islam meliputi aspek yang lebih luas, yaitu pengelolaan semua harta individu, rakyat, dan negara sesuai standar syariat Islam.
Baik bidang pertambangan, pertanian, perdagangan, kehutanan, perikanan, industri, dan lain-lain.
Dengan kata lain, tidak ada ekonomi konvensional-kapitalis dalam Khilafah, semuanya adalah ekonomi syariah.

Di sisi lain, hanya Khilafah yang mampu menyatukan seluruh negeri Muslim, sehingga akan mudah mempertemukan antara produsen dan konsumen dalam negeri, dan pada akhirnya tidak perlu impor untuk mencukupi kebutuhan domestik.
Perputaran ekonomi syariah terjadi hanya di dalam negara Khilafah, tidak ada uang atau devisa yang lari ke luar negeri, setiap uang yang dibelanjakan berputar di dalam negeri dan mampu mensejahterakan rakyat.

Perlu dipahami bahwa hanya Khilafah yang berhak menarik dan menyalurkan zakat, menerima wakaf dan memproduktifkanya, menghimpun sedekah sunah dan menyalurkannya.
Selama ini, di sistem kapitalisme, zakat tidak optimal karena ekonomi tak sejahtera dan negara hanya mengandalkan Badan Amil saja, wakaf pun menurun akibat ketidakpercayaan publik terhadap penguasa, bahkan sedekah dikelola oleh lembaga infak bukan negara.

Sementara itu, harta seperti fai dan kharaj hanya ada dalam negara Khilafah, sebab Khilafah yang menggelorakan jihad dan futuhat sehingga berdampak pada adanya fai dan kharaj. Sistem keuangan negara Khilafah juga menggunakan basis dinar dirham sehingga mendukung ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi yang tahan krisis. Oleh karena itu, jika Indonesia ingin jadi pemimpin ekonomi syariah global Khilafah adalah pilihan realistis. Yang jelas, penerapan ekonomi syariah butuh dukungan sistem lainnya seperti sistem politik, pendidikan, sosial, dan lain-lain. Sehingga kaffahnya ekonomi syariah memang hanya terwujud dalam Khilafah.

Dengan mayoritas penduduk Muslim semestinya pemerintah tidak ragu mengimplementasi seluruh syariat termasuk sistem ekonomi Islam karena dorongan Iman. Dengan itu maka Allah turunkan berkah, negara dan rakyat mendapat maslahat (keuntungan, kesejahteraan) dan akan menjadi gravitasi atau kiblat ekonomi global.

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

96. Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan,"(Qs.al-Araf : 96).

Wallahu alam bissawab

*(Menulis Asyik Cilacap)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak