Kekerasan KKB ke Nakes Bukti Impunitas



Oleh: Pujiati, S. Pd.

(Pemerhati Sosial Asal Konawe)

 

Dunia kesehatan digegerkan dengan serangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terhadap Nakes (Tenaga Kesehatan) di Puskesmas Kiwirok, Papua terhadap 9 Nakes yaitu Restu Pamanggi, Marselinus Ola Attanila, Manuel Abi, Martinus Deni Satya, Lukas Luji, Patra, Siti Khodijah, Katrianti Tandila, dan Christina Sampetonapa. Salah satu dari Nakes tersebut ada yang meninggal dunia, yaitu perawat Gabriella Meilani. Ia meninggal karena kekerasan yang dilakukan KKB setelah berusaha lari dari kejarannya hingga ia jatuh ke jurang.

 

Keadaan 8 Nakes yang masih selamat kini sangat trauma dan butuh pemulihan psikis. Pasalnya proses evakuasinya mengalami hambatan sempat ada baku tembak antara TNI dan KKB. Semua aktifitas di puskesmas Kiwirok dihentikan.

 

Berbagai kecaman pun bergulir dan menuai protes KKB atas aksinya. Apapun bentuk kekerasannya tidak dibenarkan karena setiap manusia punya hak untuk hidup yang sama yang dijamin konstitusi. Apalagi para Nakes yang mempunyai jiwa patriot sebagai seorang penyelamat dan tak pernah memandang dari kelompok manapun yang akan diselamatkan.

 

Kecaman yang dilontarkan oleh Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwerna dalam siaran persnya mendesak agar negara menindak lanjuti pelaku yang melanggar HAM atas meninggalnya perawat Gabriella. Siapa pun pelakunya harus diadili dengan seadil-adilnya.

 

Aksi kekerasan yang berulang kali seharusnya menjadi bahan evaluasi hukum yang ada di indonesi. Dalam prakteknya yang tidak pernah berujung penyelesaian sehingga untuk memutus siklus kekerasan negara harus menghentikan impunitas hukum yang terjadi selama ini.

 

Direktur Amnesty internasional Usman Hamid  juga mengecam agar tragedi ini seharusnya menjadi perhatian para politikus untuk memperjuangkan suara rakyat. Dan tragadi serangan ini bukti dari kurangnya perhatian para politikus dan negara. Acap kali ada kekerasan di Papua tidak pernah diselesaikan secara tuntas dan menyeluruh sampai ke meja hijau. (Merdeka.com, 19/9/2021).

Dampak  Impunitas

Pandangan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) tentang makna impunitas yakni dimana keadaan terpidana tidak dapat dipidana dan biasanya terjadi akibat kegagalan pemerintah mengambil hukum atau tidak melaksanakan tindakan hukum kepada pelanggar hukum. Sama halnya pernyataan peneliti dari Divisi Riset dan Dokumentasi bahwasanya praktik penyiksaan dan penghukuman yang tidak manusiawi terus terjadi karena ada ketimpangan pengetahuan soal hak asasi manusia di publik. Akhirnya masyarakat menganggap kekerasan adalah yang biasa dan berujung penyelesaian hukum ke non pidana yang berdampak pada melanggengkan terjadinya impunitas atau kekebalan hukum sehingga berakibat sikap pembiaran, perlindungan pelaku kekerasan dan tidak ada pidana. (Brilian,Rozi.2021).

Senada dengan pernyataan peneliti bahwasannya impunitas berdampak sekali di Papua yang kian menjamurnya organisasi terlarang. Dahulu OPM (Organisasi Papua Merdeka) dipimpin Kelly Kwalik. Setelah ia meninggal kemudian digantikan dengan Egianus Kogay. Seiring dengan bergantinya pemimpin, nama OPM pun berganti menjadi KKB. Perihal ini pun diketahui oleh Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono dan ia mengakui sudah tahu sosok Egianus Kogoya sebagai bagian dari Kelompok kriminal Bersenjata (KKB).

Pandangan Islam tentang  Kekerasan

Islam adalah agama yang paling mulia baik terhadap muslim maupun non muslim. Seperti kisah kafir Quraisy yang tidak mau tunduk dan patuh dengan aturan islam maka Rosullullah tetap memberikan jaminan keselamatan dan tidak melakukan pemaksaan, kekerasan dan tindakan penganiayaan.

Al- Qur'an pun melarang adanya tindakan kekerasan, seperti dalam Al-Qur'an surah Al-A'raf ayat 33 yang artinya "Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (penganiayaan)".

Senada dengan larangan Allah tentang pembunuhan seperti yang tertuang dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 32 yang artinya "Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya".

Dalam sebuah hadis Shahih Al-Bukhary, yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a  yang kandungan maknanya adalah melarang kita untuk mendzolimi sesama mahluk dan yang setiap yang melanggar hukum dalam Islam akan dikenai sanksi tazir atau fisik.

Merebaknya tindakan kriminal di negeri ini khususnya di Papua laksana seperti membunuh binatang saja yang kebanyakan status hukum tidak jelas, tidak ada titik terangnya dan bahkan banyak pembiaran oleh pemerintah.

Pada zaman kejayaan Islam banyak kaum muslim mendatangi Rasulullah saw untuk mengakui kejahatan-kejahatannya supaya beliau menjatuhkan hukuman pada mereka didunia dengan tujuan agar mereka terbebas dari azab Allah SWT pada hari kiamat kelak.mereka mampu menahan hukuman had dan qishas didunia, sebab hal itu lebih ringan ketimbang azab akhirat kelak. Seperti yang dijelaskan didalam Al-Qur'an surat Al-Maidah 45 "Dan kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishasnya), maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

 Allahu 'alam bi ash-shawab

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak