Oleh : Yayat Rohayati
Transgender adalah orang yang memiliki gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan jenis kelaminnya yang dibawa sejak lahir (Wikipedia). Sebagian orang berpendapat bahwa transgender bukan suatu gangguan mental, tapi berisiko bagi kesehatan dan gangguan mental akibat konflik dirinya sendiri juga masyarakat sekitar.
Hal ini yang melatarbelakangi para transgender untuk membuat suatu komunitas dan mengadakan berbagai ajang guna menanamkan kepercayaan diri mereka di tengah masyarakat.
Belum lama ini digelar ajang Miss Queen di Bali, Kamis (30/09/2021) yakni ajang yang mempertontonkan kontes kecantikan untuk para transgender. Ajang ini mendongkrak seorang Millen Cyrus menjadi duta Miss Queen Indonesia 2021, dan berhak ikut Miss Internasional Queen di Thailand. Terkini.id (Sabtu 02/10/2021).
Terpilihnya Millen Cyrus sebagai Miss Queen 2021 menuai pro dan kontra di masyarakat. Pasalnya ajang seperti ini tak layak dihadirkan di tengah masyarakat negeri mayoritas muslim. Namun ironisnya masyarakat malah bersikap "toleran". Tak sedikit netizen yang memberi dukungan dan ucapan selamat atas keberhasilan Millen Cyrus.
Sekretaris jenderal Dewan Mesjid Indonesia (DMI) Imam Addaruthni turut menanggapi terkait acara Miss Queen. Menurutnya "kelompok transgender ini bisa terbentuk dan membuat kontes kecantikan berasal dari kasus mata rantai kesalahan. Ketika seseorang bergaya seperti lawan jenisnya, kemungkinan sebab dari orangtua, keluarga, atau lingkungan yang membiarkannya sehingga kebablasan". Republika.co.id (04/10/2021).
"Padahal Nabi Muhammad Saw telah mengingatkan dan melarang umatnya agar tidak mencoba-coba bertingkah seperti transgender, laki-laki jadi perempuan atau sebaliknya" lanjutnya.
*Krisisnya Peran Negara*
Pembiaran oleh pihak keluarga, masyarakat dan negara terhadap perilaku menyimpang seperti lesbi, gay, bisex dan transgender, juga propaganda yang marak mereka gencarkan hingga kontes-kontes yang bebas dipertontonkan semakin memupuk jiwa liberalisasi para generasi. Akhirnya, secara alami mereka bisa terjerumus dalam arus yang rusak dan merusak ini.
Peran negara dalam masalah besar ini sangat diperlukan. Namun negara yang menganut sistem kapitalisme tentu sangat menjunjung tinggi liberalisme. Dengan tameng kebebasan bertingkah laku dan hak asasi manusia (HAM), perilaku elgebete menjadi sesuatu yang harus dibela dan dilindungi oleh negara.
Selain itu negara tidak menindak tegas pelaku, sebab menurutnya bukan tindak kejahatan yang perlu dihukumi melainkan hanya bentuk penyimpangan seksual saja. Buktinya ajang Miss Queen bisa terlaksana sudah pasti atas ijin penguasa. Alhasil menjadikan negeri ini darurat elgebete, dan membutuhkan solusi yang tepat sampai ke akarnya.
*Solusi Islam yang Istimewa*
Manusia, Allah ciptakan beserta potensinya, diantaranya memiliki naluri (gharizah). Salah satunya adalah naluri berkasih sayang/mempertahankan keturunan (gharizah nau). Dalam hal pemenuhan naluri nau yang benar Islam sangat detail mengaturnya, yaitu dengan cara menikah. Bukan dengan menyukai sesama jenis ataupun yang lainnya. Jadi sangat jelas perilaku elgebete dalam Islam diharamkan.
Sebagaimana diberitakan dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Araf ayat 81:
"Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu (kepada mereka) bukan kepada mereka, maka kalian adalah kaum yang melampaui batas"
Dan dalam beberapa hadits pun ditegaskan:
"Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan seperti kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan seperti kaum Nabi Luth. Beliau sampaikan Sampai tiga kali" (H.R Ahmad).
Oleh karena itu, guna menjaga agar pemenuhan naluri itu sesuai syariat Islam. Islam menangani masalah ini dari mulai melibatkan peran keluarga, masyarakat sampai pada peran negara.
Peran keluarga terutama seorang ibu dalam keluarga sangat penting. Ibu adalah madrosatul ula, yang pertama menanamkan akidah, mengenalkan dasar-dasar syariat Islam hingga membentuk anak menjadi muslim dan muslimah yang berkepribadian Islam. Sehingga benteng internal terhadap perilaku elgebete tertancap kuat serta cara pemenuhan nalurinya sesuai dengan hukum syara.
Dalam hal ini masyarakat juga harus berperan aktif melakukan amar makruf nahi mungkar. Senantiasa mengingatkan dan menegur apabila terjadi kemaksiatan.
Benteng eksternal yang terpenting adalah peran negara. Negara menyediakan media yang bersifat mendidik bagi generasi, dan aman dari konten-konten pornoaksi dan pornografi. Negara pun menerapkan sistem pergaulan dengan melarang adanya khalwat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan, kecuali dalam perkara tertentu seperti pendidikan, kesehatan dan muamalah.
Selain itu negara akan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan. Istimewanya dalam Islam, sanksi hukum terbagi menjadi dua yakni sanksi yang bersifat jawabir dan jawazir. Jawabir yaitu sanksi yang diberikan sebagai penebus siksaan di akhirat kelak (penebus). Sedangkan jawazir yaitu sanksi yang berfungsi agar tindakan kejahatan tak berulang (pencegah).
Sebagai contoh, dalam Islam seorang perilaku menyimpang ini akan mendapatkan hukuman mati berupa dijatuhkan dari bangunan tertinggi dengan posisi kepala di bawah. Hal itu akan memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah yang lain untuk melakukan hal yang sama.
Semua itu hanya bisa didapatkan dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah yaitu Daulah khilafah Islamiyyah.
Wallahu'alam
Tags
Opini