Oleh : Rindoe Arrayah
Rencana pemindahan Ibu Kota Negara ke Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur tetap akan dilanjutkan. Hal ini sebagaimana yang telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pun telah merampungkan masterplan pembangunan Ibu Kota baru yang diperkirakan selesai dalam kurun waktu 15 hingga 20 tahun ke depan.
Pemerintah sendiri sudah berencana untuk membangun Istana Kepresidenan dan kantor pemerintahan mulai tahun depan. Rencana ini tentu akan bergantung pada pengesahan RUU Pemindahan Ibu Kota yang ditargetkan selesai akhir tahun ini. Dilansir dari (tempo.co), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Suharso Monoarfa membeberkan perkembangan proyek pembangunan ibu kota baru atau ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur. “Asumsi saya kan kita harus bergerak terus. Kita enggak bisa terhenti langkahnya gara-gara pandemi Covid-19,” ujar Suharso dalam wawancara di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 2 September 2021.
"Agenda untuk ibu kota baru ini tetap dalam rencana," kata Jokowi dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Senin (27/9/2021). Jokowi menyebutkan untuk saat ini pembangunan ibu kota baru sedang dalam tahap pembangunan infrastruktur.
Tentunya sikap yang ditunjukkan oleh para pejabat negara tersebut sangatlah disayangkan, disaat masa pandemi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menurun, pemerintah Indonesia masih saja bersikeras untuk melanjutkan Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Seharusnya pemerintah harus fokus dulu mengurus pandemi yang berdampak pada perekonomian rakyat secara signifikan. Banyak rakyat yang menjadi korban keganasan covid-19. Mulai dari hilangnya pekerjaan, sehingga sulit bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan riset INDEF, pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur hanya menyumbang 0,0001% terhadap PDB Nasional, alias tidak berpengaruh signifikan atas PDB, tutur Hidayatullah selaku Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi PKS (fraksi.pks.id). Pemindahan Ibu Kota ini, jelas akan membebani APBN. Utang negara saja sudah tembus RP 6,361 triliun dan rakyat pasti akan menanggungnya nanti dengan setoran pajak yang lebih tinggi lagi. Alih-alih demi kepentingan rakyat, namun ini tidak lain akan menggadaikan rakyatnya sendiri. Rakyatlah yang akan menjadi korban.
Pemerintah telah mengumumkan secara resmi lokasi kepindahan Ibu Kota Negara adalah di Pulau Kalimantan, sejak dua tahun lalu pada tanggal 26 Agustus 2019. Tepatnya Kalimantan Timur di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kerta Negara (KuKar). Meski sejuta tanya di benak para ahli atas pemilihan wilayah ini, namun pemerintah tetap ingin memuluskan rencananya. Lalu untuk kepentingan siapa rencana IKN baru ini? Ada apa dibalik ini semua?
Di tengah kondisi keuangan negara sedang morat-marit, utang luar negeri yang terus meroket, rupiah makin melemah, adanya wabah, ekonomi yang makin sempit, rasanya sulit bagi rakyat untuk bisa memahami kehendak pemerintah. Terlebih, dana yang dibutuhkan untuk pindah IKN sekitar 466 triliun rupiah (CNBCIndonesia.com). Berdasarkan catatan Bisnis, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menganggarkan dana Rp2 triliun pada APBN 2020 untuk persiapan Ibu Kota Negara. Namun, pemerintah melalui APBN secara total hanya akan menanggung Rp89,4 triliun atau 19,2 persen. Sisanya akan dipenuhi swasta, termasuk BUMN. Sungguh jumlah yang sangat berarti jika direalokasikan untuk menangani wabah Corona.
Rencana pemerintah ini ditentang oleh banyak kalangan, salah satunya adalah Ekonom Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan Eric Sugandi menilai pemerintah sebaiknya menunda atau bahkan menghentikan proyek infrastruktur di tingkat nasional dan daerah dalam waktu dekat."Termasuk proyek yang berkaitan dengan pemindahan Ibu Kota Negara. Ini bukan proyek urgent sehingga dananya lebih baik dialihkan untuk penanganan wabah Covid-19 yang butuh biaya 405 T," katanya ketika dihubungi Bisnis.com, Minggu (5/4/2020).
Rakyat seharusnya menjadi prioritas utama bagi pemeritah. Namun, nyatanya rakyat harus menelan pil pahit kebijakan. Pemerintah justru lebih berpihak pada kepentingan pengusaha dan asing daripada rakyat kecil. Sungguh kebijakan yang salah prioritas dan menyakiti rakyat. Pindah Ibu Kota Negara jelas bukan masalah sederhana. Banyak aspek yang harus dipertimbangkan, mulai dari aspek ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan politik. Terlebih posisi Kalimantan yang merupakan paru-paru dunia. Tentu akan banyak dampak dari rencana ini. Semua kebijakan ini lahir dari paradigma ekonomi kapitalistik yang lebih mengutamakan kepentingan para pemilik modal dibandingkan rakyat kebanyakan. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam.
Dari sinilah mengapa Islam mengharuskan sebuah negara mengelola negaranya sendiri dan tidak bergantung kepada negara lain dengan cara utang. Karena, utang luar negeri dan investasi sesungguhnya merupakan bagian dari bentuk penjajahan gaya baru yang dilancarkan oleh negara kafir terhadap negeri-negeri muslim. Sehingga, negeri-negeri muslim akan selalu bergantung pada negara kafir.
Sudah saatnya, kita campakkan sistem Kapitalisme-Sekularisme yang tidak akan pernah bisa mengantarkan rakyat menuju kesejahteraan. Sistem yang rusak dari sejak kelahirannya ini selamanya hanya akan menimbulkan kerusakan di muka bumi ini tiada henti.
Solusi pasti yang bisa menjadikan rakyat merasakan keberkahan dalam menjalani kehidupan adalah dengan menerapkan kembali syari’at Islam yang telah terbukti selama kurun waktu 13 abad lamanya memimpin dunia. Wahai saudaraku, mari kita rapatkan barisan demi tegaknya sebuah institusi yang akan menaungi seluruh bumi, yaitu Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bish-shawwab.