Telah beredar video di media sosial seorang guru honorer yang sudah tak muda lagi, sedang berjuang untuk mengikuti tes seleksi PPPK 2021. Dengan kondisi tubuhnya yang kurang baik, tak menurunkan niatnya untuk melakukan tes PPPK demi bisa mengubah nasibnya menjadi lebih baik.
Seperti yang kita ketahui, bahwa keberadaan guru honorer tak bisa dianggap sebelah mata. Kehadirannya memberikan pelita di tengah kegelapan. Namun, perjuangannya dalam kancah dunia pendidikan tak membuahkan hasil sesuai harapan. Ratusan bahkan ribuan guru honorer di tiap daerah memiliki tingkat penghidupan di bawah kategori layak.
Adanya program seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) seolah memberi angin segar kepada para tenaga pendidik honorer. Namun, ternyata hasilnya tak sesuai impian. Sekretaris Dewan Eksekutif Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS) Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Wijaya mengatakan, penyelenggaraan seleksi PPPK dari kelompok guru honorer banyak bermasalah dan merugikan guru (Kompas.id, 16/09/2021).
Dilansir dari Kompas.com (21/09/2021), dalam program seleksi PPPK guru honorer yang diselenggarakan di Kabupaten Pandeglang, hanya sekitar 80 orang yang diterima dari 621 orang yang lolos seleksi administrasi. Kuota yang selayaknya ditambah, pun tak kunjung mendapatkan kepastian karena minimnya anggaran daerah.
Tingginya passing grade (nilai batas minimal yang harus dipenuhi peserta) yang ditetapkan pemerintah dalam pengangkatan guru honorer menjadi pegawai pemerintah, merupakan salah satu hambatan dominan. Demikian ungkap Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan (Mediaindonesia.com, 18/09/2021). Cecep juga menegaskan, seharusnya dikaji kembali, tentang prinsip keadilan dalam menentukan passing grade. Harus ada patokan skor, antara guru fresh graduated dengan guru yang telah lama mengabdi.
Akibatnya kekecewaan guru honorer meluap begitu luar biasa. Bagaimana tidak? Masa bakti sudah lebih dari 10 tahun, tetapi gaji masih sangat di bawah standar. Sekitar 200-300 ribu rupiah per bulan (Detiknews.com,18/09/2021). Tak layak diberikan kepada seorang yang mengemban tugas mulia. Ditambah program seleksi PPPK yang tak sesuai harapan.
Jumlah guru yang ada berdasarkan data Kemendikbud memperlihatkan bahwa jumlah guru honorer jumlahnya lebih banyak daripada jumlah guru berstatus PNS. Data menunjukkan pada tahun 2020 saja, guru non-PNS jumlahnya mencapai 937.228 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 728.461 masih berstatus guru honorer sekolah (Statistik.datakemendikbud.go.id).
Tidak heran para guru honorer saat ini nasibnya terkatung-katung, yang mana seharusnya seorang guru mendapatkan kesejahteraan, penghidupan yang layak dan terjamin. Mengingat begitu banyak jasa dan ilmu yang telah diajarkan pada siswa dan siswi. Sayangnya tidak demikian, penderitaan yang dialami para guru honorer saat ini adalah buah dari sistem yang salah. Sistem kapitalisme yang tidak mampu untuk memenuhi kesejahteraan para guru honorer.
Terlihat jelas bahwa sistem kapitalisme adalah sumber masalah dari setiap masalah. Salah satunya jaminan kesejahteraan pada tenaga pendidik. Padahal seorang guru seharusnya mendapatkan jaminan kesejahteraan dari negara, sekalipun mereka berstatus honorer tetap saja mereka adalah tenaga pendidik yang mana telah memberikan waktu, ilmu dan pikirannya untuk mencerdaskan para generasi bangsa.
Untuk mengembalikan kesejahteraan para guru honorer saat ini, tidak lain harus mengganti sistem yang saat ini menjadi masalahnya. Sistem kapitalisme yang hanya mementingkan kepentingan mereka para borjuis harus dihentikan. Beralih pada sistem yang benar-benar mementingkan seluruh kesejahteraan ummat lah yang harus diterapkan.
Sistem Islam yang mana telah terbukti pada masa kekhilafahan berdiri, jaminan kesejahteraan para tenaga pendidik benar-benar diperhatikan. Setiap guru dimuliakan sebagaimana seharusnya, mendapatkan gaji yang layak sehingga tak ada cerita seorang guru kesusahan akibat minimnya penghasilan. Karena dalam khilafah Islam dalam menggaji profesi guru diambil dari baitul mal yakni dari pos fai dan kharaj, serta pos milkiyyah’ammah’.
Dengan begitu, tak ada lagi jeritan pilu seorang guru honorer. Karena haknya untuk mendapatkan kesejahteraan telah dipenuhi. Sudah seharusnya tenaga pendidik mendapatkan kemuliaan, karena apa yang telah mereka berikan tak bisa ternilaikan.
Wallahu'alam bishowab.