Oleh
: Dina
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan
menggusur rumah yang dihuni sedikitnya 50 keluarga di Jalan Mutiara RT 07 RW
04, Kelurahan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Mereka yang tergusur akan dipindahkan ke
rumah susun karena tanah seluas 4.695 yang mereka tempati saat ini adalah milik
Pemprov DKI berdasarkan putusan pengadilan.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengelolaan
Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta Reza Pahlevi mengatakan, lahan tersebut nantinya
akan dibangun kantor untuk kebutuhan Pemprov DKI. "Kami optimalisasi,
gunakan sebagai kantor," kata Reza saat dihubungi, Senin (11/10/2021)
Reza mengatakan, saat ini kebutuhan akan
ruang kantor bagi pemprov DKI sangat besar. Di sisi lain, lahan yang dimiliki
sangat terbatas.
Oleh karena itu Pemprov DKI harus
memanfaatkan seluruh aset yang ada, termasuk lahan di Karet Tengsin yang masih
ditempati warga.
Reza mengatakan, nantinya bukan tidak
mungkin kantor yang akan dibangun di lahan itu juga akan disewakan ke pihak
swasta.
"Saya rasa juga terbuka untuk itu
(disewakan). Karena bagaimanapun juga kami sekarang ini harus mengoptimalkan
seluruh aset tetapi prioritas kami tentu adalah untuk kebutuhan kantor kami
dulu. Kalau kebutuhan kantor itu sudah terpenuhi sisanya kita manfaatkan,"
ujarnya.
Reza menambahkan, saat ini proses relokasi
warga ke rusun masih dalam tahap sosialisasi.
BPAD DKI Jakarta telah memasang plang yang
menandakan tanah itu adalah aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di
plang tersebut juga tertulis 'Barang siapa merusak/memasuki/memanfaatkan tanah
tanpa izin, diancam hukuman penjara/denda sesuai Pasal 167 jo. 385 jo. 389
jo.551 KUHP
Adapun awal mula sengketa lahan ini terjadi
sejak tahun 80-an. Saat itu, Dinas Perumahan dan Pemukiman DKI Jakarta membeli
tanah itu dari sang pemilik. Bentuknya masih berupa lahan kosong.
"Tetapi sayang ketika mereka beli itu
tidak melakukan pengamanan dalam bentuk pemagaran. Tanah itu satu per satu
muncul bangunan," kata Reza.
Rupanya ahli waris dari pemilik tanah
sebelumnya yang mendirikan bangunan-bangunan tersebut. Bahkan mereka juga
menyewakan lahan itu kepada warga lain hingga akhirnya saat ini ada 50 keluarga
yang tinggal disana.
"Kami Pemprov DKI selaku pemilik
berusaha untuk meyakinkan tanah itu sudah dijual. Buktinya ada. Kan kita beli
dari bapaknya dulu. Tapi ahli waris bersikeras juga. Mungkin karena karena
harganya saat ini sudah luar biasa," kata Reza.
Akhirnya kasus sengketa lahan ini pun
dibawa ke jalur hukum. Proses pengadilan ini berjalan hingga ke tingkat
Mahkamah Agung. Pada 2019 lalu, Pemprov DKI dinyatakan sebagai pemilik sah
tanah tersebut.
Perkara tanah merupakan perkara yang
penting bagi masyarakat, pasalnya mereka membangun tempat berteduh untuk mereka sendiri ataupun untuk
keluarga mereka Disana. Sehingga menjadi hal yang wajar mereka menunjukkan
penolakan terhadap penggusuran tersebut.
Meskipun terdapat wacana bahwa pemerintah
akan menyediakan mereka tempat tinggal yang lain namun jika melihat kondisi
saat ini.
Perlu waktu lama pemerintah mampu mengganti
tempat tinggal yang baru sementara dalam waktu menunggu tersebut rakyat
terlantar tanpa ada tempat tinggal yang layak.
Inilah wajah asli sistem sekuler demokrasi
lebih berpihak pada kepentingan penguasa dan pengusaha ketimbang nasib rakyat.
Rakyat yang sudah sekian lama tinggal di
wilayah tersebut dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka tentu sangat
berpotensi menorehkan kekecewaan di hati mereka.
Sudah saatnya rakyat memutus kepercayaan
pada sistem yang ada saat ini. Kemudian, beralih kepada sistem yang sudah
terbukti mampu memberikan kesejahteraan hidup umat manusia.
Dalam sistem Islam, pemimpin negara
berkewajiban memberikan penghidupan yang layak terhadap rakyatnya termasuk
dalam hal tempat tinggal. Sehingga pemerintah wajib memastikan seluruh
rakyatnya memiliki tempat tinggal yang layak. Pemimpin dalam negara yang
menjadikan Sistem Islam sebagai ideologinya memiliki kesadaran yang tinggi akan
kewajibanya mengurusi urusan rakyat. Sadar bahwa kewajiban itu turun dari Sang
Pencipta Yang Maha Sempurna. Kalaupun pemimpin negara melalaikan kewajibannya
tersebut rakyat diberi kemudahan dalam mengemukakan pendapatnya dan mengadukan
pemimpinya kepada pihak yang berwenang mengadilinya.