Ajang Miss Queen: LG3T Semakin Dibiarkan

Oleh: Atik Hermawati


Miss Queen Indonesia 2021 (30/9) di Bali merupakan kontes kecantikan bagi para transgender. Terpilihnya Millen Cyrus, menjadikannya berhak mengikuti Miss Internasional Queen 2021 di Thailand. Ajang ini sama sekali tak terganggu dengan banyak cibiran. Aib yang seharusnya diperbaiki, justru dianggap sebagai prestasi.

Dilansir dari Detiknews.com (04/10/2021), Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian MUI, Prof Utang Ranuwijaya angkat bicara bahwa Miss Queen dan ajang sejenisnya tak boleh dilaksanakan di RI karena transgender haram dan aib. Beliau menekankan bahwa segala jenis kegiatan yang mempertontonkan kegiatan transgender itu merupakan perilaku buruk.


Kebebasan dalam Demokrasi

Pilar kebebasan berperilaku yang berasal dari rahim demokrasi, menjadi karpet merah bagi orang-orang yang "nyleneh" seperti L96T. Mereka berlindung di balik HAM. Padahal jelas sekali, perilaku mereka tidak manusiawi. Kebablasan yang dilakukan dianggap sebagai "kemajuan".

Masalah Miss Queen ini bukanlah hal sepele. Ajang yang diselenggarakan bertaraf internasional tersebut tentunya bukan tanpa agenda dan dukungan yang besar. Kaum kafir berada di baliknya untuk menjamurkan liberalisme dan merusak akidah kaum muslim. Garis keturunan akan kabur bahkan lost generation akan menjadi ancaman nyata.

Pengakuan ialah cita-cita kaum pelangi di negeri ini, seperti negara-negara lain yang sudah jauh-jauh hari melegalkan, baik terkait organisasi maupun pernikahan. Indonesia dianggap belum ramah terhadap kehadiran mereka. Segala aktivitas dan keorganisasiannya masih dianggap tabu oleh masyarakat, apalagi dipandang kemaksiatan oleh agama terutama Islam.

United Nations Development Programme (UNDP) dan United States Agency for International Development (USAID) menjadi payung mereka dan mendanai untuk meng-goal-kan tujuan 'Being LGBT in Asia' yakni berperan secara sosial serta politik. Kecaman yang dilakukan masyarakat bahkan tokoh tak berarti apa-apa bagi mereka, sebab dukungan besar yang ada di baliknya. Demokrasi benar-benar telah menghapus koridor dan kontrol sosial. Di sisi lainnya, Islam berusaha dibungkam dan dikubur. Hal itu dianggap sebagai perusak keragaman.


Islam Menjaga Fitrah Manusia

Islam menyuruh masyarakat agar tidak membiarkan kemaksiatan merajalela. Kontrol sosial diharuskan sebagai bentuk kepedulian dan mencegah kerusakan pada tatanan masyarakat. Lebih dari itu, azab Allah akan ditimpakan bukan hanya pada yang zalim apabila dibiarkan. Allah SWT berfirman,
"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya" (QS. Al-Anfal: 25).

Negara membina masyarakat agar berkepribadian luhur, yakni sebagai hamba Sang Pencipta. Aturan Islam diterapkan dalam segala hal, yakni politik, pendidikan, sosial, dan lainnya. Termasuk sanksi yang berfungsi sebagai jawabir (penghapus dosa) dan zawajir (pencegah hal serupa).

Islam memandang L69T sebagai kriminal (jarimah) yang harus dihukum bukan diakui. Sanksi tegas bagi pelaku liwath (homoseksual) adalah hukuman mati. Sabda Nabi saw., “Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR Al-Khamsah, kecuali An-Nasai).

Selanjutnya hukuman untuk lesbian dan transgender ialah hukuman ta’zir, yaitu sanksi yang tidak dijelaskan oleh sebuah nash khusus, melainkan jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada qadi (hakim). Ta’zir ini bentuknya bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi (tasyhir), pengasingan, dan sebagainya. Semua itu hanya bisa diterapkan total dalam bingkai sistem negara Islam yakni Khilafah Islamiyyah bukan selainnya. Keturunan dan fitrah manusia pun akan terjaga. Masihkah berharap pada demokrasi?

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak