Oleh : Ummu Hanif
(Pemerhati Sosial Dan Keluarga)
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berencana menjadikan Candi Prambanan sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu di seluruh dunia. Rencana itu masih dibahas oleh Kementerian Agama sebelum direalisasikan. "Untuk pencanangan Candi Prambanan sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu nusantara dan dunia," kata Yaqut dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Jakarta, Senin (30/8).
Selain Prambanan, Kemenag juga berencana menjadikan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, sebagai pusat peribadatan umat Buddha seluruh dunia. Rencana itu sudah disampaikan Yaqut saat memberi sambutan dalam acara Dharmasanti Tri Suci Waisak 2565 pada 27 Mei 2021 lalu. Target itu dibuat tak lepas dari jumlah umat buddha di kawasan ASEAN yang mencapai 40 persen. (www.cnnindonesia.com, 30/08/2021).
Kemenag lagi-lagi bermain api. Lembaga ini telah mengumbar harapan manisnya kepada umat Hindu dan Buddha di Indonesia. Secara berlebihan, Menag ingin memberikan kesan bahwa perhatiannya terhadap pembangunan situs bersejarah merupakan upaya serius kementerian yang dipimpinnya menjunjung tinggi toleransi beragama dan menghilangkan diskriminasi.
Tentu tidak berlebihan ketika hal ini membuat sakit hati kaum muslimin. Sebagai seorang pejabat muslim, Yaqut semestinya memiliki cara pandang yang sahih didasarkan pada akidah Islam dalam mengambil kebijakan. Yaqut seharusnya mampu memberikan teladan dalam mewujudkan toleransi beragama sebagaimana yang diajarkan Islam. “Lakum diinukum waliyadin” selama ini sudah dipahami dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Tidak ada sinkretisme dalam urusan keyakinan seseorang. Pun pula dunia juga mengetahui bahwa Indonesia bukanlah tempat umat Hindu dan Buddha sedunia berhimpun. Jadi kebijakan seperti ini lebih bersifat mengada – ada.
Dan juga semestinya urusan pembangunan candi sebagai destinasi wisata bukan urusan kemenag. Pariwisata merupakan domain kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif (kemenparekraf). Tapi kenapa justru Kemenag yang sibuk mengurus pembangunannya. Adakah agenda lain selain pembangunan fisik kedua candi tersebut?
Kita tentu ingat bahwa Kemenag telah ditunjuk sebagai leading sector implementasi penguatan dan pengembangan moderasi beragama (MB) dalam rangka pencegahan radikalisme. Proyek moderasi beragama telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020—2024. Bukan hanya Kemenag saja, tapi kementerian/lembaga serta institusi lainnya wajib mengimplementasikan moderasi beragama.
Dari sini bisa dipahami mengapa Dirjen Bimas Hindu Kemenag RI, Tri Handoko Seto dalam dialog bertema Penguatan Moderasi Beragama dalam Memuliakan Candi Prambanan kembali membangun narasi moderat. (bumn.go.id, 14/6/2021)
Bagi rezim kapitalis sekuler, toleransi bukan tujuan tunggal moderasi agama. Toleransi hanyalah kulit luar agar kebijakan rezim mendapatkan dukungan masyarakat terutama minoritas (nonmuslim). Sentimen keagamaan penting dimainkan untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia sangat setia terhadap Barat, sehingga dapat mengamankan kepentingan rezim di dunia internasional.
Selain tujuan politik, proyek moderasi agama juga memiliki tujuan ekonomi. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan Menparekraf, Sandiaga Uno, bahwa ada sejumlah strategi dalam memulihkan sector pariwisata dan ekonomi kreatif pascapandemi. Fokus pembangunan diarahkan pada infrastruktur di lima destinasi super prioritas, yaitu Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, Danau Toba, dan Likupang. (kemenparekraf.go.id, 27/03/2021).
Demikianlah dalam sistem saat ini, ajaran islam diposisikan terjepit, dibenturkan dengan ajaran keyakinan lain, lalu dipersalahkan, distigma sebagai ekstremis radikal bila menolak nilai-nilai ideologi Barat. Padahal sejatinya, ada kepentingan – kepentingan lain dibalik isu yang menumbalkan islam tersebut. Lalu sampai kapan umat islam akan terus bertahan dalam sistem yang demikian? Belum saatnyakan kita kembali ke sistem yang telah diwariskan Rosulullah SAW?
Wallahu a’la