Oleh : Aisha Besima (Aktivis Muslimah Banua)
Ironis, pendidikan yang sejatinya mencetak generasi gemilang untuk peradaban ke depan, di negeri kita justru pendidikan dijadikan ajang untuk menambah pundi-pundi pendapatan. Semiskin itukah negeri kita, hingga pendidikan pun dipaksa pungutan pajak. Padahal yang kita tahu negeri gemah ripah yang katanya tongkat saja jadi tanaman, sumber daya alam melimpah, tetapi berkebalikan dengan negerinya yang tidak makmur. Yang mengandalkan pajak sebagai pendapatan utama negara.
Seperti dilansir dari Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani secara resmi mengajukan kebijakan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang kebutuhan pokok atau sembako, jasa pendidikan atau sekolah, dan jasa kesehatan kepada Komisi XI DPR. Pengajuan dilakukan dalam rapat yang digelar pada hari ini, Senin (13/9) (cnnindonesia.com, Senin 13/9/2021).
Lantas bagaimana masyarakat dan para pengamat melihat hal ini. Seperti dilansir KONTAN.CO.ID - JAKARTA, Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa pendidikan sebesar 7%. Asal tahu saja, saat ini, jasa pendidikan masih dikecualikan dalam objek Jasa Kena Pajak (JKP). Pemerhati pendidikan sekaligus anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Doni Koesoema mengungkapkan, bila memang ingin mengenakan PPN terhadap jasa pendidikan, maka pemerintah harus jelas dalam mengatur ruang lingkup jasa pendidikan. “Jangan sampai salah sasaran, pendidikan yang harusnya non profit ini dikenakan pajak,” ujar Doni kepada Kontan.co.id, Jumat (3/9) (kontan.co.od, Jum'at 3/9/2021).
Agaknya, pemerintah sekarang jor-joran untuk menambah pemasukan pajak di negeri kita. Sampai hal yang paling vital sekalipun seperti sekolah dan bahan pokok juga dikenakan pajak oleh pemerintah. Memang dalam sistem sekulerisme kapitalisme sumber pemasukan negara yang utama adalah dari pajak. Maka sudah sewajarnya, di negeri kita yang asasnya kapitalisme memberikan pungutan pajak dalam hampir seluruh aspek.
Sehingga, dengan adanya pungutan pajak di sekolah tentu saja semakin menambah sulitnya masyarakat yang ingin mendapatkan pendidikan, terutama kaum menengah ke bawah. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara, namun apa boleh dikata ketika saat ini pendidikan Justru di komersilkan dan ditambah lagi dikenakan pungutan pajak. Semakin mempersempit kesempatan atas hak untuk dapat mengenyam pendidikan bagi masyarakat menengah kebawah.
Selain itu, tentu saja publik dan masyarakat harusnya bertanya, sumber daya alam yang berlimpah ruah, hasil bumi seperti batubara, nikel, biji besi, dan lain sebagainya hasilnya ke mana. Seharusnya dengan kekayaan yang berlimpah yang dimiliki oleh negara kita, masalah kekurangan pendapatan anggaran negara ketika sumber daya alam dikelola negara tidak akan mungkin terjadi.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara. Diberikan dengan sukarela oleh negara kepada para korporasi, sehingga negara hanya mendapatkan remah-remah nya saja. Akibatnya, untuk mencukupi dan memenuhi anggaran pemenuhan pengeluaran negara, tidak ada jalan lain selain pemungutan pajak yang terus-menerus digencarkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Berbeda jauh dengan Islam, dalam Islam negara berkewajiban memenuhi kebutuhan kolektif seluruh warganya secara gratis seperti pendidikan, kesehatan, jalan dan birokrasi. Maka sejatinya pendidikan di dalam Islam sangatlah diutamakan, bahkan dikategorikan sebagai kebutuhan primer bagi masyarakat.
Dalam pemerintahan islam pendidikan harus dipenuhi oleh negara bagi seluruh masyarakat, dengan pendidikan yang berkualitas dan berbiaya murah bahkan gratis. Negara tentu akan mencegah pendidikan dari bisnis ataupun komersialisasi, sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme hari ini. Dalam Islam tujuan pendidikan ialah memelihara akal sebagaimana firman Allah SWT (Lihat: TQS al-Maidah: 90-91; TQS az-Zumar: 9; TQS al- Mujadilah: 11). Dalam pemerintahan Islam negara menyadari bahwa pendidikan adalah investasi peradaban
Sehingga dalam Islam pendidikan memiliki tujuan yang jelas, sistem pendidikan Islam menetapkan bahwasanya kurikulum Pendidikan Islam berasaskan aqidah Islam. Mata ajaran serta metodologi pengajaran seluruhnya itu berlandaskan aqidah Islam. Pendidikan dalam Islam adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa islami, sehingga strategi pembelajarannya pun berdasarkan hal tersebut.
Selain itu, tujuan pendidikan dalam pemerintahan Islam ada 4. Pertama, memiliki kepribadian Islam. Kedua, mereka handal menguasai pemikiran Islam. Ketiga, menguasai ilmu-ilmu terapan IPTEK (Ilmu, pengetahuan, dan teknologi). Keempat, memiliki keterampilan yang tepat dan berdaya guna. Dari keempat tujuan tadi maka akan lahir generasi yang memiliki kepribadian Islam, generasi yang menguasai pemikiran Islam, yang handal dalam IPTEK, generasi yang akan terjun ke tengah masyarakat untuk menegakkan kebenaran maupun mengamalkan ilmunya.
Ditambah lagi dengan biaya pendidikan yang gratis, yang merupakan kewajiban negara untuk menyediakan sarana prasarana pendidikan, guru-guru yang kompeten di bidangnya, serta hak seluruh warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak hingga ke jenjang level pendidikan tinggi.
Seluruh pembiayaan pendidikan dalam Islam diambil anggarannya dari Baitul mal, pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Melalui sistem pendidikannya, Islam akan lahir generasi yang berkualitas, baik dari sisi kepribadian maupun penguasaan ilmu pengetahuan. Inilah sistem pendidikan yang didambakan oleh umat. Tentu semua itu tidak akan kita jumpai dalam sistem pendidikan sekuler kapitalisme saat ini. Maka wajib seharusnya Kita sadar, hanya kembali kepada Islamlah, umat Islam akan kembali peradabannya yang mulia. Wallahu a'alam bishowab.
Tags
Opini