Oleh : Rindoe Arrayah
Pemilu yang akan dilaksabakan pada 2024 mendatang telah menampakkan gejalanya di tahun ini. Maraknya pemasangan baliho di beberapa ruas jalan menjadikan pemilu seolah sudah ada di depan mata. Hal yang lebih menarik lagi adalah adanya kontestasi kursi dikalangan berbagai parpol dalam rangka untuk menempatkan para calonnya agar bisa mendudukinya.
Tanpa terasa pula, sudah dua tahun pandemi menggurita di negeri ini. Korban virus tak kasat mata semakin hari semakin bertambah. Sebagaimana yang dirilis kompas.com hingga Selasa (31/8/2021), total kasus Covid-19 di Tanah Air berjumlah 4.089.801 kasus. Sungguh angka yang fantastis.
Di tengah pandemi yang tanpa diketahui kapan akan berakhir, beberapa partai politik mulai riuh dalam menggalang dukungan untuk kontestasi politik 2024 menjadi salah satu hal yang menghiasi negeri ini. Partai politik dan wakil rakyat berfokus menggalang koalisi dan menjajagi berbagai posisi. Oposisi atau masuk pemerintah menjadi pilihan untuk mengamankan kedudukan.
Hal ini, sebagaimana hasil pengamatan analis politik dan Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago bahwa saat ini partai Demokrat dan PKS masih tetap konsisten di pihak oposisi dan PAN akan merapat ke koalisi pemerintah. Sementara itu, mengenai merapatnya PAN ke pemerintahan Jokowi, Pangi memprediksi PAN akan mendapat satu atau dua kursi menteri. Artinya, Pangi menilai kemungkinan reshuffle akan terjadi di tubuh kabinet setelah PAN merapat. Reshuffle kabinet, bisa saja terjadi di tahun kedua pemerintahan Jokowi yang jatuh pada Oktober 2021 mendatang.
"Reshuffle kemungkinan dua tahun pemerintahan Jokowi, menurut saya bakal ada 1-2 menteri dari kader PAN," ungkap Pangi. (Tribunnews.com).
Adanya pandemi yang belum kunjung berhenti sebenarnya sangatlah menyayat hati rakyat. Bagaimana tidak? Pandemi yang kini menyerang sangat memberikan pengaruh bagi rakyat. Diantaranya, banyak rakyat kehilangan anggota keluarga akibat korban virus Corona, perekonomian rakyat hampir sekarat, banyak rakyat yang kehilangan pekerjaan, kurang maksimalnya para terdidik melakukan aktivitas pendidikan lebih dari itu tidak kondusifnya lingkungan hidup masyarakat.
Sungguh miris, di saat pandemi yang masih melonjak jumlah para korbannya, kontestasi kursi turut menghiasi kondisi yang semakin parah ini. Kontestasi kursi sebenarnya tidak hanya terjadi pada masa pandemi saja, di saat dekat dengan pesta demokrasi kontestasi kursi terus terjadi. Kemarin oposisi dan kini berkoalisi juga sudah menjadi hal yang biasa terjadi di sistem demokrasi. Kemaren lawan sekarang berkawan sudah menjadi hal yang biasa dalam politik demokrasi.
Suatu hal yang wajar dalam demokrasi bahwa kursi dapat diraih dari suara terbanyak dan rentan dengan gelontoran dana. Maka dari itu, para calon penguasa mencari suara untuk memenangkan kursi dengan meminta dukungan rakyat. Apapun langkah akan ditempuh untuk meraih simpati dari rakyat. Seolah rakyat hanya diperlukan untuk meraih kompetisi pemilu. Sejatinya rakyat sangat butuh perhatian dari wakil rakyat, namun apa lah daya keinginan itu bagaikan mimpi di siang bolong. Ditengah pandemi dengan berbagai solusi yang di terapkan sepertinya belum ada titik terang dalam penyelesaian, kini rakyat disapa kontestasi kursi.
Islam sebagai agama Ilahi memiliki aturan dalam hal perpolitikan. Politik dalam Islam adalah bagaimana cara mengurusi urusan rakyat. Hadirnya para penguasa di tengah-tengah umat hanyalah untuk menyelesaikan permasalahan umat dan mensejahterakan umat. Sehingga, dalam Islam kontestasi kursi tidak akan pernah terjadi. Hal ini dikarenakan, para penguasa memahami bahwa mereka nantinya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah terkait apa yang mereka pimpin. Sehingga mereka menjadikan kedudukan mereka adalah amanah untuk mensejahterakan rakyat. Pada malam hari pemimpin dalam Islam duduk bersimpuh, mohon ampun, menangis, memohon petunjuk dalam mengurusi urusan rakyatnya.
Khalifah Umar ra. pernah berkata, “Aku sangat khawatir akan ditanya Allah Swt. kalau seandainya ada keledai terpeleset di jalanan di Irak, kenapa aku tidak sediakan jalan yang rata.” Ungkapan tersebut menunjukkan kesadaran Khalifah Umar yang sangat tinggi terhadap nasib rakyatnya. Kalau keledai jatuh saja beliau sangat takut, apalagi bila manusia yang jatuh akibat jalan yang tidak rata? Sungguh, nyawa manusia sangat berharga.
Apalagi di tengah pandemi seperti saat ini, seharusnya pemimpin mendahulukan menyelesaikan pandemi bukan ribut dengan kontestasi kursi. Kesejahteraan menjadi masalah utama yang harus dituntaskan. Maka pemimpin dalam Islam tidak sempat untuk jalan-jalan, liburan bahkan mengundang komedian. Mereka mengerahkan seluruh kemampuan mereka untuk mengurusi urusan rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
"“Imam adalah raa’in (penggembala) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Untuk itu, agar kepemimpinan yang amanah bisa terealisasikan, maka sudah saatnya mengembalikan tugas pemimpin sebagaimana pemimpin dalam Islam yang mampu menyejahterakan rakyat. Dengan penanganan pandemi yang serius dari pemimpin, pandemi dapat berakhir. Sehingga, akan tercipta suasana yang penuh keberkahan. Tidak hanya untuk manusia saja, namun untuk alam semesta pula.
Wallahu a'lam bishshowab.