Oleh : Rayani umma Aqila
Persoalan tenaga pendidik terutama guru honorer terlebih mereka yang sudah berusia lanjut dan telah lama mengabdi untuk menjadi ASN melalui seleksi PPPK kini terus menuai kritikan, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Irwan Fecho mengkritik pengangkatan proses guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang harus melalui seleksi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). sindonews.com ( 19/9/2021 )
Jika dilihat berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, terdapat 3.357.935 guru yang mengajar di 434.483 sekolah. Sementara jumlah siswa mencapai 52.539.935. Dengan demikian, rasio rata-rata perbandingan guru dan siswa adalah 1:16. Yaitu rasio yang ideal dalam pemenuhan layanan belajar. Ditinjau dari status kepegawaian, terang-benderanglah peran signifikan guru honorer. Mayoritas guru honorer. Saat ini baru 1.607.480 (47,8 persen) guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), sedangkan 62,2 persen sisanya merupakan guru honorer.
Dengan demikian dari jumlah tersebut rasio guru profesional yang dibutuhkan dengan siswa yang dilayani menjadikan jauh dari ideal. Untuk memenuhi kuota tersebut pada tahun ini pemerintah membuka kran penerimaan guru ASN melalui jalur PPPK seleksi calon ASN untuk tahun ini dibuka 1.276.479 formasi khusus untuk PPPK guru pemerintah membuka 1.260.636 masih jika diterima PPPK mereka akan memperoleh hak Pendapatan berupa gaji dan tunjangan yang sama seperti PNS sesuai dengan level dan kelompok jabatan fungsional mengenai gaji dan tunjangan PPPK diatur dalam peraturan presiden nomor 98 tahun 2020 tentang gaji dan tunjangan PPPK gaji terendah sekitar 1,7 Juta rupiah dan yang tertinggi 6,7 juta rupiah mereka masih mendapatkan tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan fungsional dan tunjangan lainnya.
Disisi lain adanya program pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK menjadi jalan yang bisa ditempuh guru honorer untuk mengubah nasib dari nasib tidak tentu manjadi nasib tetap tentram namun untuk memperoleh fasilitas dari PPPK guru honorer harus melakukan tes, namun mungkin bagi sebagian yang masih muda mampu mengikuti tes tersebut, lalu bagaimana bagi guru honorer yang sudah tua, yang sudah mengabdikan dirinya puluhan tahun mengajar tidak sedikit dari mereka merasa kesulitan menghadapinya. Terhadap kebijakan ini publik menilai guru yang telah cukup masa mengabdinya seharusnya tidak mengikuti proses seleksi lagi karena akan mengalami kesulitan bersaing dengan guru yang masih muda pengabdiannya.
Memang jika dilihat sekilas program PPPK ini seolah menunjukkan penguasa memberikan perhatian pengangkatan guru honorer dengan program PPPK tetapi hal tersebut menegaskan buruknya sistem hari ini menyediakan layanan Pendidikan bagi rakyat, memfasilitasi Pendidikan dengan jumlah guru yang memadai dan berkualitas serta membiayai kebutuhan Pendidikan termasuk dengan menempatkan terhormat dan menggaji secara layak para pendidik. Bukan rahasia lagi dalam sistem kapitalisme status ASN atau honorer sangat menentukan jumlah gaji yang diterima.
Padahal, tugas dan tanggung jawabnya sama. Guru honorer seperti warga kelas dua gaji tak seberapa nasib digantung tak jelas kesejahteraan tak didapat. Tak jarang dari mereka harus mengambil pekerjaan sampingan untuk kesejahteraan hidup mereka. Inilah potret memilukan guru honorer dalam sistem kapitalisme meski sudah mengabdi puluhan tahun untuk kehidupan dan kesejahteraan mereka harus ditentukan dari lolos atau tidaknya tes PPPK.
Berkebalikan dengan sistem khilafah yang menempatkan Pendidikan sebagai hak dasar publik serta memiliki sistem polotik-ekonomi yang mendukung pembiayaan Pendidikan secara maksimal, dalam sistem Islam yakni khilafah pendidikan adalah kebutuhan yang wajib dipenuhi negara. Negara khilafah akan mempersiapkan dengan baik agar has pendidikan berjalan sesuai dengan harapan. Negara akan menyiapkan infrastruktur sekolah yang memadai secara merata. Menyediakan tenaga pengajar profesional menetapkan gaji layak bagi para guru menyiapkan perangkat kurikulum berbasis aqidah Islam.
Memberi pelayanan pendidikan dengan akses yang mudah bahkan gratis bagi seluruh warga negara. Perhatian khilafah pada sistem pendidikan sangat tinggi hal ini dapat diketahui dari fakta sejarah peradaban Islam memimpin dunia selama 14 abad karena khilafah memahami bahwa membangun manusia unggul harus dimulai dari sistem pendidikan berkualitas mengingat pentingnya pendidikan bagi masa depan generasi. Khilafah memberi penghargaan yang tinggi termasuk memberi gaji yang melampaui kebutuhan guru. Alhasil, mereka fokus melakukan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM unggul yang dibutuhkan Negara dalam membangun peradaban agung. Terbukti, hanya sistem khilafah yang bisa menyejahterakan guru sementara kapitalisme menyisakan derita berkepanjangan bagi guru. Wallahu A’lam.