Oleh : Mesliani (Ummu Athifah)
Pandemi COVID-19 yang sudah melanda Tanah Air hampir dua tahun ini ternyata membuat warganet justru banyak yang terpapar konten negatif. Salah satunya karena penggunaan teknologi komunikasi digital yang masif selama pandemi.
Demikian disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dalam World Economic Forum (WEF) Global Coalition on Digital Safety Inaugural Meeting 2021. Politikus Nasdem itu menyampaikan marak konten negatif yang menyesatkan selama pandemi.
“Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun, telah memunculkan seluruh aktivitas manusia bermigrasi. Dari interaksi secara fisik menjadi media komunikasi daring. Kondisi ini dapat memicu terjadinya konten negatif di ruang digital," kata Johnny, dalam keterangannya yang dikutip pada Sabtu, 18 September 2021.
Johnny menjelaslan pemerintah punya tiga pendekatan untuk meredam sebaran konten negatif di internet yaitu di tingkat hulu, menengah, dan hilir. Untuk hulu conohnya, Kominfo telah menggandeng 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital ke masyarakat.
Menurut dia, harapannya bisa membantu masyarakat memahami informasi yang akurat
"Mendidik masyarakat guna menyebarkan informasi yang akurat dan positif untuk menghentikan penyebaran konten negatif seperti hoax, misinformasi, disinformasi, serta malinformasi," jelas Johnny.
Pun, dia melanjutkan untuk pendekatan di tingkat menengah, Kominfo juga mengambil langkah preventif dengan menghapus akses konten negatif yang diunggah ke situs web atau platform digital. Menurut dia, langkah ini diterapkan jika menemui akun yang mendistribusikan kabar bohong terkait COVID-19 seperti vaksinasi.
Kemudian, di tingkat hilir, ia menambahkan, Kominfo juga mengambil tindakan demi mencegah penyebaran informasi yang salah dan menyesatkan di ruang digital. Upaya ini dengan melakukan pendekatan yang melibatkan instansi pemerintah, komunitas akar rumput, media konvensional dan sosial, hingga akademisi.
"Pendekatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan situs web, akun media sosial, dan saluran lainnya yang dioperasikan pemerintah, antara lain untuk menangkal penyebaran hoax, disinformasi, misinformasi maupun malinformasi terkait pandemi COVID-19,"
Diakuai selama pendemi terjadi perubahan besar dalm penggunaan media dan pemerintah sudah mengantisipasi dengan bwragam edukasi yang berfokus mendidik masyarakat guna menyebarkan informasi yang akurat dn positif untuk menghentikan penyebaran konten negatif seperti hoax misinformasi disinformasi serta malinformasi.
Faktanya konten negatif terus diproduksi karena
1. Edukasi tidak bersandar pada asfwk mendasar yakni ketakwaan
2. Tidak diiringi regulasi yang sektor lain yang menyebar aktivitas yang negatif ( sektor pergaulan , ekonomi dan politik masih toleran terhadap pornografi dn manifulasi
3. Tidak ada defenisi yang baku terhadap konten makna negatif
Sehingga bagaimana pengaturan media dalam Islam ? Melihat dan kita rasakan bagimana
Media dalam sistem kehidupan hari ini juga sudah nyaris melupakan fungsi utama sebagai penjaga dan pendidik masyarakat agar nalar sehat dan moral kebaikan senantiasa hadir di tengah-tengah mereka. Media, bahkan menjadi alat penyebar hoax, penyebar fitnah sekaligus penebar racun pemikiran dan budaya yang merusak moral dan pemikiran masyarakat, khususnya generasi muda.
Akibatnya, tolok ukur kebenaran dan kebaikan pun makin pudar di tengah masyarakat. Benar dan salah terbalik-balik. Halal haram terkikis oleh diksi dan narasi soal kebebasan serta oleh berbagai produk paham permisivisme yang terus diaruskan oleh media. Wajar jika bencana moralpun tak bisa dihindarkan tersebab disfungsi peran media.
Kondisi ini memang sangat diniscayakan ketika sekulerisme, liberalisme menjadi paradigma sistem kehidupan yang diterapkan, termasuk dalam urusan kemediamassa-an. Sistem demokrasi kapitalisme neoliberal yang dikukuhi umat ini, dan lantas dipertahankan secara sadar oleh rezim penguasa memang telah menempatkan media sebagai alat penjaga rezim kekuasaan sekaligus perekat lingkaran bisnis kapitalis tanpa batas.
Perusahaan-perusahaan media massa bahkan telah menjadi bagian penting jaringan korporasi internasional. Setidaknya, media berposisi menjadi pengiklan seluruh produk kapitalisme, baik produk barang maupun pemikiran, hingga tak heran jika antara rezim penguasa, kapitalis dan perusahaan media terjalin hubungan yang saling menguntungkan dn mengukuhkan.
Dalam Islam, media didaulat sebagai sarana menebar kebaikan, alat kontrol dan sarana syiar dakwah Islam baik di dalam maupun ke luar negeri. Dengan kata lain, media memiliki peran politis dan strategis sebagai benteng penjaga umat dan negara, sehingga suasana taat terus tercipta dan wibawa negara terus terjaga.
Peluang penyelewengan fungsi media sebagai alat penguasa maupun alat propaganda kebatilan pun ditutup oleh paradigma Islam tentang fungsi kekuasaan atau kepemimpinan itu sendiri.
Dimana dalam Islam, kekuasaan dan kepemimpinan dipandang sebagai amanah yang berdimensi dunia akhirat. Bukan alat untuk meraup materi atau kepentingan pribadi dan kelompok.
Islam dengan tegas mengajarkan, seseorang yang dipilih sebagai penguasa, terikat dengan baiat dan sumpahnya, bahwa kekuasaan yang terbeban di pundaknya hanya akan digunakan untuk menerapkan syariat islam kaffah atas seluruh rakyat atau warga negara tanpa kecuali. Justru dengan syariat itulah, kepemimpinan seorang penguasa –siapapun dia– akan dipandu. Sang khalifah atau penguasa kaum muslimin –siapapun dia– akan terus menjaga dan dijaga agar seluruh amanahnya, sebagai pengurus dan perisai umat bisa terlaksana dengan baik, semata atas dorongan motivasi ruhiyah. Tak perlu pencitraan ataupun pengakuan.
bahwa kerja media adalah bagian dari berlomba-lomba dalam kebaikan dan ikhtiar menguatkan ketaatan, bukan sebagai alat untuk saling menjatuhkan apalagi menyebarluaskan kebohongan dan keburukan. Sehingga diluar media yang dikelola oleh negara, diniscayakan muncul media-media swasta yang siap beramal mengokohkan fungsi negara sebagai pengurus dan perisai rakyat, sekaligus sebagai pengemban risalah Islam ke seluruh alam.
Paradigma inilah yang seharusnya dihadirkan kembali ke tengah-tengah umat. Terutama pada situasi saat umat dikungkung oleh kerusakan dan kedzaliman akibat hegemoni sistem sekuler tengah mendera umat. Umat harus menyadari bahwa akar problem kerusakan hari ini justru ada pada sistem buruk yang dikukuhkan oleh rezim penguasa, dan didukung para kapitalis yang diuntungkan, serta dijaga oleh media sekuler milik mereka.
Oleh karenanya, wajib dan urgen bagi umat agar segera Islam diterapkan dalam kehidupan.