Oleh : Ummu Hanif
(Pemerhati Sosial dan Keluarga)
Kebakaran maut di Lapas Kelas I Tangerang merenggut 44 korban jiwa. Saat kebakaran terjadi, hanya ada 13 petugas yang berjaga di lapas yang dihuni 2.072 narapidana (napi) itu pada dini hari tersebut. Kebakaran terjadi di hunian khusus narkoba Blok C2, pada Rabu (8/9) pukul 01.45 WIB. Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan, kondisi Lapas Tangerang mengalami kapasitas over hingga 400 persen. Yasonna menjelaskan bahwa dugaan sementara penyebab kebakaran adalah korsleting listrik. Namun, penyebab pasti kebakaran masih diteliti Puslabfor Polri dan Polda Metro Jaya. (www.detik.com, 10/09/2021)
Kebakaran lapas di Tangerang bukanlah kejadian pertama. Beberapa lapas di negeri ini pernah mengalami kebakaran dengan beragam penyebab. Hanya saja, over kapasitas selalu jadi alasan klasik terjadinya kebakaran. Alasan yang terus diulang dan tidak pernah tuntas diselesaikan. Tak heran jika kemudian kondisi ini dianggap sebagai kegagalan Kemenkumham mengurai masalah klasik lapas sejak dahulu kala.
Kalua kita cermati, kelebihan penghuni lapas, hanyalah efek dari sistem peradilan Indonesia yang menjadikan penjara sebagai hukuman utama. Ia mencatat sebanyak 52 kali hukuman penjara sering kali digunakan hakim dan jaksa dalam proses pidana. Sehingga, terjadilah yang namanya lapas kelebihan beban karena narapidana selalu berakhir di penjara. Ditambah, penegakan hukum yang tidak berkeadilan. Banyak lawan politik penguasa, dijerat pasal – pasal yang menyebabkannya harus mendekam di penjara.
Harusnya pemerintah mengevaluasi, apakah hukuman penjara sudah memberi efek jera bagi pelaku kejahatan? Banyaknya residivis keluar masuk penjara harusnya memberi gambaran, bahwa hukum penjara tidaklah membuat jera pelakunya. Bahkan tidak sedikit transaksi narkoba justru dilakukan dalam penjara. Tidak sedikit pula, mereka saling bertukar ilmu dan pengalaman di dunia kriminal. Maka wajar, jika angka kriminalitas justru meningkat yang mengakibatkan penjara over kapasitas.
Menanggapi kondisi ini, penguasa berencana membuat penjara baru. Pernyataan ini disampaikan Menkopolhukam, Mahfud MD. Ia akan menggunakan dana hasil sitaan kasus BLBI untuk membangun penjara baru agar tidak overkapasitas. Solusi ini sangat terkesan pragmatis dan tidak menyentuh akar masalah utamanya. Menambah penjara baru boleh jadi mengurangi overcrowding, tapi tidak akan menghilangkan angka kriminal, jika sistem peradilan tidak dievaluasi ulang.
Meningkatnya angka kriminalitas tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem hukum sekuler. Secara individu masyarakat tidak dibekali keimanan, maka dia mudah tergoda berbuat kesalahan. Terlebih abainya penguasa dari mengurus rakyatnya, menyebabkan berbagai kesulitan hidup yang tak jarang menjadikan tindak kriminal sebagai solusinya. Betapa banyak kasus pencurian terjadi karena keterpaksaan. Pembunuhan dan kejahtaan lainnya tak jarang pula karena dampak dari kelaparan. Himpitan ekonomi sering membuat manusia kehilangan hati nurani.
Dalam pandangan Islam, penjara merupakan salah satu jenis ta’zir, yaitu sanksi yang kadarnya ditetapkan khalifah. Karena penjara adalah tempat menghukum para pelanggar dan pelaku kriminal, maka fungsinya harus memberi rasa takut dan cemas. Namun demikian, hak-hak napi sebagai manusia tetap dipenuhi. Di masa khalifah Harun Ar Rasyid, para napi dibuatkan pakaian khusus sesuai musimnya. Ada pemeriksaan secara berkala terkait kesehatan mereka.
Islam memiliki sejumlah strategi dalam mencegah angka kriminalitas. Yakni membina keimanan dan ketakwaan individi dengan akidah Islam. Baik melalui sistem pendidikan Islam maupun peran masyarakat untuk membentuk ketakwaan komunal. Dalam sistem islam, akan dibangun kepekaan sosial yang tinggi dalam wujud dakwah amar makruf nahi mungkar. Dengan lingkungan yang Islami, setiap kemaksiatan dapat dicegah oleh masyarakat sendiri. Budaya saling menasihati, mengontrol, dan mengawasi setiap pelanggaran syariat akan mampu mencegah angka kriminalitas.
Dan yang paling utama adalah peran negara. Negara harus memastikan peran aparat penegak hukum sebagai pelayan dan pelindung umat. Negara juga harus memberlakukan sanksi yang tegas kepada pelaku tindak kejahatan. Semua ini demi membuat jera pelaku dan pencegah orang lain melakukan kejahatan yang sama. Tak lupa, negara menjamin kebutuhan hidup rakyatnya, sehingga tidak ada lagi alasan kejahatan karena terpaksa. Semua ini tentu perlu dukungan penerapan seluruh sistem islam yang merupakan satu kesatuan. Wallahu a’lam bi ash showab.