Penjaminan Rasa Aman dan Penuntasan Kekerasan Seksual: Perlu Sistem Shahih





Oleh: Nia K.
(Aktivis Muslimah & Pendidik Generasi)

Deretan panjang kasus kekerasan seksual di negeri ini semakin menegaskan bahwa Indonesia kini berstatus darurat kekerasan seksual. Tak sedikit kasus kekerasan seksual yang mencuat dan menyita perhatian publik. Pada bulan Mei 2021, anak anggota DPRD Kota Bekasi melakukan perkosaan kepada remaja putri berusia 15 tahun. Tidak hanya diperkosa, remaja putri itu juga diduga dijual oleh pelaku, hingga terkena penyakit kelamin (liputan6.com, 18/06/2021). Kasus lainnya yang tidak kalah memilukan, yaitu pemerkosaan di Denpasar pada tahun 2020. Korban hamil dan dinikahkan dengan pemerkosanya, setelah melahirkan justru kembali diperkosa oleh mertuanya (kompas.com, 07/07/2020).

Terbaru, kasus perundungan dan pelecehan seksual diduga terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sejak tahun 2011 oleh dan kepada pegawai KPI. Namun kasus ini baru mendapatkan penanganan aparat setelah pengakuan korban viral di media sosial. Jelas peristiwa ini mencederai lembaga yang semestinya menjunjung tinggi moral serta menjaga penyiaran dan menyaring konten-konten yang tidak layak bagi publik.

Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2020, di masa pandemi, terpantau peningkatan intensitas kekerasan terhadap perempuan di ranah personal, khususnya dalam bentuk kekerasan seksual. Pada 2020, sebanyak 79% atau 6.480 dari 8.234 total pelaporan kasus yang dihimpun oleh 120 lembaga layanan adalah kekerasan di ranah personal. Pada ranah publik, sebanyak 56% atau 962 kasus dari 1.731 kasus kekerasan seksual. Selain kekerasan seksual di ranah siber, 3 tindak kekerasan yang paling banyak ditemukan adalah pemerkosaan, pencabulan dan pelecehan seksual (CATAHU 2020 Komnas Perempuan).

Rentetan kasus kekerasan seksual yang terjadi menuai desakan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang telah diusulkan 8 tahun silam. Mereka beralasan, payung hukum yang ada belum cukup mengakomodir hak-hak korban kekerasan seksual khususnya dalam rehabilitasi dan perlindungan. Mereka menilai peraturan yang ada saat ini masih fokus terhadap aspek pidana dan pemidanaan pelaku, namun kurang memerhatikan pemenuhan hak-hak korban dan pemulihan psikologis korban.

Dalam perkembangannya, draf RUU P-KS mengalami perubahan. Dilansir dari Detik.com (3/9/2021), kata “Penghapusan” di dalam draf RUU P-KS dihapus dan diganti dengan “Tindak Pidana”. RUU yang semula berjudul RUU Penghapusan Kekerasan Seksual berubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

RUU TPKS ini diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk mengatasi masalah kejahatan seksual yang terjadi. Namun, alih-alih ingin menghadirkan payung hukum yang tegas dan berpihak pada korban kekerasan seksual, justru menimbulkan permasalahan yang lebih luas. Pasalnya, definisi dari kekerasan seksual hanya mengatur bentuk pemaksaan, bagaimana dengan penyimpangan dan kejahatan seksual tanpa paksaan? Seperti pelacuran, perzinahan dan penyimpangan seksual (LGBT), apakah tidak masuk kategori pidana? Padahal kejahatan seksual yang terjadi baik dengan paksaan ataupun tidak jelas menimbulkan kerusakan ditengah masyarakat. Dengan disahkannya RUU ini, para pelaku penyimpangan seksual bebas melenggang karena adanya payung hukum bagi mereka. Tampak nuansa sekuler-liberal menjiwai draft RUU ini.


*Akar Masalah Kekerasan Seksual*

Sesungguhnya, akar masalah dari munculnya kekerasan seksual dan minimnya rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat adalah akibat dari penerapan sistem sekuler-liberal. Kehidupan liberal mengagungkan kebebasan individu dalam berperilaku, termasuk dalam memenuhi hasrat seksualnya. Tak heran, berbagai perilaku seksual menyimpang seperti seks bebas, LGBT, dan sejenisnya dibiarkan, bahkan diberi ruang.

Ditambah lagi peran media yang merangsang pemenuhan naluri seksual secara liar. Paham kebebasan ini menjangkiti masyarakat sehingga berakibat pada minimnya kontrol sosial terhadap berbagai penyimpangan dan kejahatan seksual. Alhasil, kemerosotan moral di tengah masyarakat tak lagi terbendung.

Sistem kehidupan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan menghasilkan tatanan kehidupan masyarakat yang rapuh. Benteng iman dan takwa yang mestinya menjadi pencegah individu masyarakat berbuat kejahatan dan kekerasan seksual pun telah runtuh. Akhirnya, makin mudah manusia melakukan perbuatan-perbuatan bejat dan tak manusiawi. Masyarakat pun dihantui rasa khawatir karena tidak ada jaminan rasa aman dari kekerasan seksual baik di ranah personal maupun di tempat umum. 

Mustahil kekerasan seksual dapat dituntaskan secara sampai pada akarnya di tengah penerapan sistem hari ini. Gaya hidup dan pola pikir serba bebas serta peniadaan peran agama dalam mengatur kehidupan, dianggap sebagai tuntutan kehidupan modern. Sehingga, adanya payung hukum sekalipun tak mampu menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual, sebab problem utama munculnya kekerasan seksual nyaris tak tersentuh.

*Islam: Sistem Shahih Penjamin Kemanan dan Penuntas Kekerasan Seksual*

Dengan demikian, dibutuhkan sistem shahih yang mampu menuntaskan kejahatan seksual sampai ke akarnya. Sistem shahih ini adalah sistem pemerintahan Islam yang di dalamnya diterapkan Syariat Islam secara totalitas. Dengan penerapan Islam kaffah, hak-hak kemanusiaan akan terlindungi, baik terhadap perempuan maupun laki-laki.

Islam memiliki mekanisme berlapis untuk menuntaskan kejahatan dan kekerasan seksual. Sehingga sistem Islam mampu mengatasi secara komprehensif permasalahan tersebut, baik dilakukan dengan kekerasan ataupun tidak. Upaya preventif antara lain melalui penerapan sistem pergaulan Islam serta adanya kontrol sosial berupa amar ma'ruf nahi munkar di tengah masyarakat Islam.

Islam mengatur sistem pergaulan melalui mekanisme yang khas yang dapat mencegah dan meminimalisir terjadinya kekerasan seksual baik di kehidupan personal maupun di ranah publik. Di kehidupan umum, Islam mendudukkan kaum perempuan dan laki-laki sebagai mitra sejajar dalam memajukan masyarakat. Di rumah tangga, mereka seperti dua orang sahabat yang saling bekerja sama mengarungi kehidupan dan mendidik generasi. 

Islam membatasi hubungan yang bersifat seksual antara laki-laki dan perempuan serta penyalurannya hanya dalam hubungan pernikahan. Segala bentuk penyaluran naluri seksual diluar pernikahan dipandang sebagai dosa besar. 

Islam juga merintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan, menutupi auratnya dan menjaga kemaluannya. Dalam kehidupan Islam, komunitas perempuan terpisah dari komunitas laki-laki dan mendorong kaum perempuan agar tidak berdesak-desakan dengan laki-laki di tempat umum. Islam pun sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan hanya dalam urusan yang bersifat umum seperti muamalah, thalabul ilmi, dan sejenisnya. Semua aturan itu menjadikan interaksi perempuan dan laki-laki terjaga dan tidak mengarah pada hubungan yang bersifat seksual.

Adanya larangan mendekati zina dan berdua-duaan dengan yang bukan mahram, larangan tabarruj dan kewajiban berhijab syar’i bagi perempuan, merupakan upaya preventif lainnya dalam Islam untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual baik di ranah publik maupun domestik. 

Masyarakat Islam pun tumbuh dengan pondasi iman yang kokoh dan negara menjaga ketakwaan individu melalui penerapan sistem pendidikan Islam. Negara juga wajib mengawasi pemilik media untuk tidak menyebarkan konten yang berisi hal-hal yang membangkitkan naluri seksual. 

Selain itu, upaya kuratif untuk penanggulangan kasus kejahatan seksual dilakukan melalui penerapan sistem sanksi yang tegas. Hukuman tegas ini akan memberikan efek jera, sekaligus menjadi penghapus dosa yang telah dilakukannya ketika sampai waktunya di yaumul hisab nanti. 

Inilah sistem shahih yang bersumber dari Allah swt. Sistem yang paripurna menyelesaikan kekerasan seksual. Sistem shahih ini tegak dalam institusi negara Khiafah Islamiyah dan menjadi satu-satunya sistem yang memberikan jaminan rasa aman dan menuntaskan problem kekerasan seksual dalam masyarakat. Sudah selayaknya umat mengambil solusi Islam dan mencampakkan sistem sekuler-liberal.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak