Pembelajaran Tatap Muka Di Masa Pandemi, Perlu Ditimbang Dan Dievaluasi




Oleh : Ummu Hanif
(Pemerhati Sosial dan Keluarga)

Diumumkan pada konferensi pers evaluasi dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Senin (9/8), pukul 20.00 WIB, pemerintah menyampaikan beberapa informasi terkait kondisi terkini Covid-19 dan sejumlah penyesuaian yang diberlakukan. Berdasarkan aturan PPKM terbaru, pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dapat dilakukan pada satuan pendidikan di wilayah PPKM level 1-3. Sementara itu, satuan pendidikan di wilayah PPKM level 4 tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan wilayah PPKM level 1-3 dapat dilakukan melalui PTM terbatas dan/atau PJJ sesuai dengan pengaturan dalam Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03/KB/202l, Nomor 384 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021, Nomor 440-717 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), atau yang disebut dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri. (www.kemendikbud.go.id, 10/08/2021)

Hal ini tentu membawa angin segar bagi para orang tua. Belasan purnama anak-anak harus berjibaku dengan kegiatan daring. Sudah dipahami Bersama, berbagai masalah harus dihadapi,, begitu pun target pendidikan yang tak terpenuhi.

Meski demikian, kita perlu persiapan yang tidak boleh sembarangan. Semua pelaku PTM harus menerapkan protokol kesehatan, terlebih lagi setidaknya semuanya juga sudah divaksinasi. Sayangnya, dengan adanya rencana PTM bulan September, tercatat jumlah siswa yang sudah divaksinasi belum memenuhi target.

Dari data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah anak yang divaksinasi hanya 9,34% atau 2.494.621 untuk dosis pertama. Sementara vaksin dosis kedua sudah 1.432.264 atau 5,36%. Dengan target vaksinasi anak usia 12—17 tahun sebanyak 26.705.490 orang. (radarbogor.id, 26/8/21).

Menjadi hal yang disayangkan, jika kebijakan PTM ternyata hanya mengejar target tahun ajaran baru, tanpa ada persiapan yang optimal untuk menyalurkan ilmu. Benar, kebjakan PJJ telah menurunkan kualitas pendidikan. Namun juga perlu dievaluasi, semua tidak semata karena ketidakmampuan, tapi banyak disebabkan karena mendapat fasilitas daring pun kesulitan. Sehingga seharusnya, pemerintah memperbaiki sarana pendidikan dan mempersiapkan civitas pendidikan agar siap menghadapi tantangan zaman, bukan justru mengambil keputusan PTM padahal pandemi masih berlangsung. 

Selain itu, kebijakan vaksinasi bagi seluruh civitas akademik juga tidak menjamin mereka terlindungi dari virus. Hal ini bisa dilihat dari masih banyaknya orang yang terinveksi, padahal mereka sudah melakukan vaksinasi. 

Di masa pendemi, tentu kita harus memahami konteks kehidupan secara menyeluruh. Benar, pendidikan memang kebutuhan mendasar, tetapi kesehatan tetaplah menjadi prioritas. Apa yang akan bisa dipelajari oleh orang yang teriveksi? Terlebih dampak virus yang mungkin menyebar, tidak hanya membahayakan diri sendiri, namun juga orang lain nya. 

Dalam sistem Islam, kewajiban negara adalah mengurusi kebutuhan rakyat. Negara wajib menjamin terpenuhinya semua keperluan. Baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Di masa pandemi Islam telah memberikan contoh dengan melakukan kebijakan karantina wilayah. Dengan begitu virus akan terlokalisasi karena tidak ada pergerakan yang signifikan antar daerah. 

Selain itu, sistem keuangan Islam yang akuntabel juga ikut memberikan sumbangsih yang besar. Melalui pendapatan pengelolaan Sumber Daya Alam, jiziyah, khoroj, fai, harta tak bertuan, harta curang dan lain-lain dapat membiayai keperluan negara termasuk kebutuhan di masa pandemi. Sehingga rakyat tidak harus bingung memilih, antara mati terpapar atau mati karena lapar. Dan tentunya, ini akan sangat membantu mempercepat penghentian laju penyebaran virus. Karena mobilitas masyarakat bisa dihentikan.

Adapun mengenai Pendidikan, Islam memandang bahwa Pendidikan bersifat fleksibel dengan syarat tujuan, dasar dan metodenya tetap terlaksana. Jika   tidak dimungkinkan tatap muka, negara akan memanfaatkan teknologi dengan melakukan pembelajaran daring. Semua  fasilitas dan kualitas tentu akan disiapkan dari kas negara. Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak