Pejabat Makin Kaya, Rakyat Makin Sengsara




Oleh: Aisha Besima (Aktivis Muslimah Banua)

Memprihatinkan memang, disituasi yang masih dilanda pandemi, bisa-bisanya para pejabat serta aparatur negara meningkat kekayaannya, sedangkan disisi lain masyarakatnya justru terlihat makin sengsara. Apakah ketika Pandemi ini, meningkatnya kekayaan para pejabat ini karena mereka tidak terdampak Pandemi sama sekali ataukah ada sesuatu yang lain dibaliknya?

Sebagaimana dilansir dari JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kekayaan pejabat atau penyelenggara negara mengalami kenaikan selama pandemi Covid-19. Kenaikan harta para pejabat itu diketahui setelah KPK melakukan analisis terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama setahun terakhir. Bahkan, ujar Pahala Nainggolan (Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK), jumlah pejabat negara yang hartanya mengalami kenaikan mencapai 70,3 persen (kompas.com, Senin 13/9/2021).

Agaknya, kebalikan dari para pejabat dan pemangku kekuasaan yang di masa pandemi ini, selama setahun mengalami kenaikan harta. Lain halnya dengan rakyat, mereka malahan semakin dihimpit kesengsaraan dan kemiskinan. Seperti dilansir Merdeka.com - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, Dari data Bappenas, kelompok penghasilan kurang dari atau sama dengan Rp1,8 juta sebanyak 70,5
Persen menyatakan pendapatannya menurun. Kemudian penghasilan tertinggi sebesar Rp7,2 juta hanya 30,3 persen yang menyatakan pendapatan menurun (merdeka.com, Senin 30/8/2021).

Lantas, inilah realita yang terjadi dinegeri yang berasaskan sekularisme kapitalisme, sistem yang mengagungkan keuntungan materi di atas segalanya, serta pemisahan agama dari kehidupan. Maka para pejabatnya pun berlomba-lomba untuk memperkaya diri dan melupakan tugas pokok mereka sebagai periayah umat. Dalam sistem neoliberal ini para pemangku kebijakan yang kedudukannya diperoleh dari politik balas budi dan berbiaya mahal. Tentulah ketika mereka menjabat, mereka akan mengembalikan modal, sudah tentu juga untuk memperkaya diri sendiri.

Acapkali para pemimpin serta pemangku kebijakan justru kehilangan empati dan hati nurani ditengah rakyat yang sedang dilanda pandemi. Mereka abai bahkan justru menutup mata dengan keadaan masyarakat yang sengsara dan menanggung derita karena penyelesaian pandemic yang tiada akhirnya.  Itu semua tidak akan jadi soal dan jadi pemikiran mereka, toh mereka pikir mereka sudah melakukan kewajibannya sebagai pemimpin dan pemangku kebijakan dengan benar, padahal yang mereka lakukan adalah sebaliknya.

Berbeda dalam sistem pemerintahan Islam, Islam agama yang sempurna dan Paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan berdasarkan al-quran dan as-sunnah. Maka di dalam Islam pemerintahan yang dijalankan serta menerapkan Alquran dan Sunnah tidak akan ditemui para pejabat yang menumpuk-numpuk harta, dan abai terhadap rakyatnya. Dalam Islam mekanisme pemilihan pejabat atau pegawai negara tidak  berbiaya mahal dan pejabat/pegawai yang diangkat  adalah orang-orang yang amanah.

Dalam pengangkatan kepala daerah ataupun anggota majelis wilayah, Islam memastikan bahwa para pejabat tadi haruslah orang-orang yang amanah, berkualitas, dan tentunya mempunyai kapabilitas yang siap untuk menjalankan amanahnya dengan menerapkan Alquran dan as-sunnah. Tentu di dalam pemerintahan Islam pun juga ada aturan atau mekanisme yang mencegah untuk terjadinya korupsi atau yang biasa disebut ghulul, dengan mekanisme yang terperinci. 

Pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang dijalankan atas dasar untuk beribadah kepada Allah SWT, serta untuk tercapainya ketaatan sempurna dan Paripurna kepada Allah SWT. Sehingga dalam pemerintahan Islam ada empat tahapan penjagaan terhadap para pejabat agar tetap amanah dan terhindar dari ghulul serta menumpuk-numpuk harta. Pertama, pemerintahan Islam memiliki BPPK (Badan Pengawasan/ Pemeriksa Keuangan). Maka untuk memastikan para pejabat tadi dan pegawai tidak curang akan diawasi oleh badan pengawas pemeriksa keuangan. Jika ada harta yang dicurigai diluar dari gaji dan tunjangan yang dicurigai diperoleh secara tidak wajar, maka BPPK akan menyitanya. Kedua, gaji atau tunjangan para pejabat dan pegawai pemerintahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, baik primer, sekunder, maupun tersier. Disamping itu dalam pemerintahan Islam kebutuhan kolektif masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, jalan, dan birokrasi semuanya ditanggung oleh negara dan gratis, ditambah kebutuhan pokok yang biayanya murah.
Ketiga, ketakwaan individu dalam pemerintahan Islam memang dibentuk sedemikian rupa, sehingga individu yang hidup didalamnya barang tentu orang-orang yang bertakwa. Syarat para pegawai dan pejabat pemerintahan juga salah satunya adalah ketakwaan mereka, hingga mereka pun memiliki self control sendiri ketika menjabat harus mengikatkan diri kepada hukum syara yaitu Alquran dan as-sunnah.


Keempat amanah, syarat pegawai atau pejabat pemerintah dalam Islam adalah amanah. Yaitu wajib melaksanakan seluruh tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Firman Allah SWT, "Dan sungguh beruntung orang-orang yang memelihara amanat-amanat (melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan janjinya (menepati janjinya baik kepada Allah maupun kepada manusia)".(Ibn Abbas Tanwir Miqbas, Tafsir surat Almukminun ayat 8).

Jelas sudah ketika dalam pemerintahan Islam tentu para pejabat dan pegawainya akan jauh dari sifat menumpuk harta korupsi dan abai terhadap rakyatnya. Karena mereka sadar mereka menjalankan kepemimpinan yang akan nantinya dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Maka selayaknya kita sebagai kaum muslim hanya memilih Islam sebagai solusi. Baik dalam  menyelesaikan seluruh problematika kehidupan kita baik dalam keseharian maupun bahkan dalam bernegara. Wallahu a'alam bishowab.[].

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak