Oleh : Mauli Azzura
Di twitter kata " Ketua KPI " menduduki trending topic teratas dengan jumlah lebih dari 10ribu twitt pada Jum'at (10/09/2021). Ketua KPI Agung Suprio menjadi pantauan warga net terkait pernyataanya mengenai publik figur Saiful Jamil tampil di televisi atau media penyiaran lain.
Seusai bebas, artis Saiful Jamil terlihat disambut meriah oleh para penggemarnya pada 2 September 2021. Kebebasan itu terjadi setelah mendapatkan remisi 30 bulan dari 2 kasus yang menjeratnya yaitu penyuapan dan pencabulan.
Mengutip dari Kompas.com Kamis (9/9/2021) ketua KPI menjelaskan bahwa dibolehkanya artis Saiful Jamil tampil di televisi hanya sebagai konteks edukasi bagi masyarakat. Menariknya meski mendapatkan penolakan dari beberapa warganet, ketua KPI masih saja mengijinkan penayangan artis yang di beri julukan sebagai predator tersebut dengan mengesampingkan hak asasi demi pendidikan bahaya predator bagi masyarakat.
Artis Saiful Jamil yang divonis bersalah dalam kasus suap untuk meringankan hukuman penjara atas kasus awal yakni kasus pelecehan seksual, tentu menjadikan sebagian masyarakat geram atas perilakunya. Seseorang yang seharusnya diberikan hukuman dan sanksi setimpal malah diberikan kesempatan untuk terus eksis di dunia hiburan dengan alih-alih demi pendidikan. Lantas edukasi seperti apa yang akan didapatkan oleh masyarakat jika pihak penyiaran mempertontonkan tindak kriminal yang diperlakukan bak pahlawan dan tetap bisa bebas dengan mudahnya memberikan penampakan seolah baik-baik saja atas kesalahan yang sudah diperbuatnya.
KPI menjadi sorotan warga atas tugasnya dalam bidang pengawasan siaran yang mengevaluasi siaran apapun yang layak ditayangkan/disiarkan. Maka dari itu KPI dibentuk untuk memberikan siaran yang sehat dan bermanfaat, namun pada kasus kali ini, KPI justru membolehkan tayangan predator dengan alasan edukasi akan bahayanya.
Pelaku tindak kriminal dengan kasus yang cukup berat seharusnya diberikan hukuman yang mampu membuat jera dan menjadikan contoh agar tidak memunculkan predator-predator lain dikemudian hari. Maka siapakah yang akan disalahkan jika tindak kriminal yang sama akan berulang terjadi lagi dengan hukum yang dinilai bisa dibeli dan tidak adanya sanksi tegas untuk pelaku?.
Kesalahan yang bisa diraba adalah karena negara meninggalkan hukum dan aturan Allah. Sistem kapitalis yang memakai hukum buatan manusia masih tetap jauh dari kata adil. Adanya ketegasan hukum akan didapat seluruh umat dengan sistem Islam, dimana hukum Allah yang diterapkan akan memberikan rasa jera bagi pelaku dan pencegah bagi yang lainnya. Dalam pandangan Islam, hukum untukm pemerkosa anak dicambuk 100 kali bila belum menikah, dan dirajam bila sudah menikah, sedangkan penyodomi, dihukum bunuh. Selain hukuman tersebut, bila dengan perkosaan yang dilakukan melukai kemaluan anak kecil, dikenai 1/3 diyat atau 1/3 dari 100 ekor unta, atau sekitar 900 juta rupiah (ibid, hal 236). Jika dilakukan sodomi sehingga merusak dubur anak, dikenakan 1 diyat (ibid, hal 233) yaitu 100 ekor onta atau sekitar 2.75 miliar rupiah. Oleh karena itu sistem Islam mampu memberikan edukasi yang benar sesuai dengan syariat beserta hukum dan peraturan dari Allah yang akan mampu memberikan kehidupan sejahtera dengan pemikiran ideologisnya.
Maka kita perlu mengingat pesan Rosulullah.
Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah saw. pernah berdoa sebagai berikut: “[Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng (ishmah) urusanku; perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan!]"
(HR Muslim no. 2720).
Wa llahu a'lam Bishowab