Negara Sekuler, Gagal Jamin Pangan Halal



Penulis : Yenni Sarinah, S.Pd
.
OPINI – Daging anjing kembali beredar di pasaran. Sindikat perdagangan anjing rugikan konsumen yang terjadi di Jakarta baru-baru ini membangkitkan kembali rasa was-was bagi konsumen, khususnya mereka penikmat daging anjing yang tidak mengetahui dampak buruk mengkonsumsi daging anjing. Sedangkan Pemerintah hanya menjadi “pemadam kebakaran” untuk meredam kasus ini yang jelas merugikan kesehatan masyarakat. Terlepas dari itu, ada beberapa dampak buruk yang ditimbulkan jika seseorang mengonsumsi daging anjing, diantaranya : Rabies, Trichinosis, Kebal Terhadap Antibiotik, Infeksi Bakteri, dan Hipertensi.
.
Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad  menanggapi penjualan daging anjing di salah satu pasar di DKI Jakarta yang mulai meresahkan masyarakat. Menurutnya, jual beli hewan untuk dikonsumsi harus memenuhi unsur keselamatan, kehalalan dan kesehatan. Terkait jual beli daging anjing berpotensi merugikan kesehatan konsumen. Salah satunya memungkinkan adanya penularan penyakit rabies. (rri.co.id,10/09/2021)
.
UU Jaminan Halal dan Lembaga Perlindungan Konsumen dalam hal ini tidak bisa menghadirkan diri sebagai “panglima” penjamin pangan halal di masyarakat. Nyatanya untuk kasus jual beli daging anjing di ranah publik ini dalam diam sudah berjalan selama beberapa tahun. Ketua DPW Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) DKI Jakarta Miftahudin mengatakan, adanya temuan penjualan daging anjing di Pasar Senen merupakan bentuk kurangnya pengawasan dari Perumda Pasar Jaya. Temuan penjualan daging anjing baru terungkap setelah berjalan beberapa tahun. (Kompas.com, 12/09/2021)
.
Negara sekuler nyatanya telah abai dan gagal melindungi rakyat dari produk haram yang juga merugian kesehatan. Karena asas dari Negara Sekuler hanyalah pada asas manfaat semata. Dimana ada nilai ekonomi, maka disana hukum pun melemah. Padahal Indonesia termasuk negara yang mayoritas warganya adalah muslim. Agama Islam dengan tegas melarang umatnya untuk mengonsumsi daging anjing. Bahkan anjing menjadi salah satu binatang yang dikategorikan bernajis berat. Namun demikian, sejumlah wilayah di Indonesia terindikasi masih mengonsumi daging anjing. Tiga wilayah di antaranya adalah, Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Bahkan, di salah satu wilayah di kota Solo olahan daging anjing sangat mudah ditemui di warung-warung pinggir jalan. 
.
Kasus-kasus penjualan daging anjing akhir-akhir ini menunjukkan betapa lemahnya posisi Pemerintah dalam mengatur regulasi pasar. Di satu sisi pemahaman Negara terhadap konsep halal dalam Islam pun masih rendah, dan di sisi lain tidak tegasnya aturan negara dalam melindungi masyarakat dari makanan yang sudah jelas mudharatnya. Keadaan ini menyebabkan konsumen muslim rawan mengkonsumsi daging yang tidak halal ini seperti pada kasus olahan daging babi dalam bentuk bakso yang menyerupai daging sapi, pernah terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Namun kasus ini baru terungkap setelah ada laporan dari masyarakat. Padahal, sebelum masyarakat dirugikan, seharusnya Pemerintah lebih dulu mewaspadai hal ini dengan memperketat aturan regulasi pasar.
.
Sudah jelas bahwa mengkonsumsi makanan halal adalah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah SWT, Sang Pembuat Hukum Tertinggi. Allah SWT bersabda :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ [٢:١٦٨]
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
.
Untuk itu aturan adalah suatu hal yang mutlak diperlukan agar umat mendapat jaminan halal atas semua produk yang dikonsumsinya. Islam menggariskan bahwa urusan umat semacam ini adalah tanggung jawab negara sebagai bagian dari perlindungan negara terhadap agama. 
.
Rasulullah saw bersabda terkait dengan tanggung jawab pemimpin negara:

“Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.“ (HR Muslim)
.
Laits bin Abi Sulaim meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khaththab pernah menulis surat kepada para wali yang memimpin daerah , memerintahkan agar mereka membunuh babi dan membayar harganya dengan mengurangi pembayaran jizyah dari non muslim (Al Amwaal, Abu Ubaid hal. 265). Ini dalam rangka melindungi umat dari mengkonsumsi dan memperjualbelikan zat yang telah diharamkan.
.
Negara yang akan mampu mengemban amanah ini adalah negara yang berpijak pada penerapan syariat Islam. Bukan negara sekuler yang mencari keuntungan semata. Ini berarti perjuangan umat untuk mendapatkan jaminan produk halal hanya akan selesai dengan tegaknya institusi yang berlandaskan Islam yang menyejahterkan keseluruhan ummat, tanpa pandang agama apa dia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak