Oleh : Hamnah B. Lin
Media sosial dibuat heboh dengan video sekumpulan santri yang menutup telinga saat mendengar musik barat. Dalam video itu, para santri disebutkan tengah mengantri untuk mendapatkan vaksin. Lalu, saat menunggu, terdengar musik barat. Para santri pun langsung menutup telinga mereka (okezone.com, 14/09/2021).
Sang perekam yang diduga merupakan pengajar santri itu pun menjelaskan peristiwa itu. "Santri kami sedang antre untuk mendapat vaksin, astaghfirullah, lalu terdengar musik, anda lihat santri kami langsung menutup telingga agar tak terdengar suara musik itu. Barakallah," jelas sang perekam.
Alhasil, muncullah berbagai komentar yang beragam. Ada yang nyinyir dengan mengatakan mereka terlalu lebay, ada juga yang berkomentar kasihan sejak kecil sudah diberikan pendidikan yang salah.
Namun ada juga yang empati, salah satunya datang dari Hidayat Nur Wahid atau HNW. Ia menyayangkan narasi yang dibangun bukan mengenai soal vaksinasinya justru malah fokus pada sikap santri yang menutup kuping. "Mestinya fokus pada vaksinasinya. Santri-santri tahfidh ini sudah mau ikuti program vaksinasi dari pemerintah. Apa pemerintah melarang tutup kuping? Dalam fiqih sunni ada yang larang denger musik ada yang bolehkan. Ngaji lagi yuk dengar penjelasan Wasekjen MUI," tulisnya.
Miris, sungguh sedih di negeri yang mayoritas beragama Islam, namun melihat video santri yang menutup telinganya lantaran mendengar musik barat, dikomentari negatif bak melihat viral video tak senonoh. Komentar yang tidak sama, saat mereka menonton video tak senonoh yang bukanlah cermin masyarakat timur ini, justru mereka diam seribu bahasa atas kemaksiatan yang mereka tonton.
Negeri yang berasaskan sekuler liberal telah menjadikan sebagian masyarakatnya menjunjung tinggi kebebasan, bebas berpendapat, bebas bertingkah laku. Tak ada Allah yang menjadi penjaga lisan dan sikapnya dalam mengarungi kehidupan. Allah hanya ada saat mereka melakukan shalat. Setelah itu, bebas tanpa batas.
Video para santri menutup telinga saat mendengar musik barat, seharusnya patut diapresiasi, karena itu adalah bentuk kegigihan mereka dalam menjaga hafalan mereka. Sungguh Allah akan menjaga mereka, karena mereka telah menjaga Al-Quran. Allah menjanjikan surga kepada para penghafal Al-Qur’an.
Sejumlah keutamaan pun diberikan kepada hamba-hambaNya yang menghafal dan memahami ayat-ayat suciNya, salah satunya mensejajarkan para ahlul Qur’an dengan para nabi. Allah SWT juga menggangap para penghafal Al-Qur’an sebagai keluargaNya yang ada di bumi.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri daripada manusia.” Kemudian Anas berkata lagi, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Baginda manjawab, “yaitu ahli Qu’ran (orang yang membaca atau menghafal Qur’an dan mengamalkannya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.” (HR. Ahmad)
Di dalam surga, para ahlul Qur’an diberikan derajat yang lebih tinggi. Mereka ditempatkan di surga berdasarkan banyaknya hafalan yang mereka miliki. Dalam sebuah hadist disebutkan, “Akan dikatakan kepada shahib Qur’an, Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau mentartilkan Al Quran di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Sementara para orang tua dari para penghafal Al-Qur’an juga mendapatkan kemuliaan dari Allah. Kemuliaan itu berupa diberikannya mahkota yang berupa cahaya bagi para orang tua penghafal Al-Qur’an. Kemudian para orang tua tersebut juga mendapatkan jubah kemuliaan karena telah melahirkan dan membesarkan anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Disamping membaca, memahami dan menghafalkan, Allah juga telah mewajibkan kaum muslim untuk mengamalkan seluruh isi Al-Quran hingga akhirnya masuk menjadi muslim yang seutuhnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam TQS. Al-Baqarah ayat 208, "Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian."
Maka selayaknya setelah menghafal Al-Quran, kaum muslim gigih untuk menerapkan sistem Islam yang memuliakan penghafal Al-Quran dan para orangtuanya. Dan kemuliaan yang tertinggi dengan menerapkan Al-Quran adalah menempatkan Al-Quran pada tempatnya, yakni menjadi sumber hukum dalam mengatur seluruh urusan manusia.
Wallahu a'laam bisshawwab.