Modernisasi Beragama Dalam Bingkai Kebhinekaan


                                                            

                                                    
Oleh : Indah Maya Sari

(Tenaga Pendidik Bimbel Hamfara Ilmi)

 

Modernisasi diterjemahkan sebagai Al-Hadasah yaitu sesuatu yang baru. Kalau kita baca dalam sejarah, ketika itu perang Khandaq atau saat itu disebut juga perang Ahzab atau koalisi, karena disitu berkumpulnya pasukan-pasukan gabungan. Disitu ada Quraisy, yahudi dan arab mereka berkoalisi sebagai pasukan. Saat itu, ada seorang sahabat bernama Salman Al Farisi bertanya “ya Rasulullah apakah turun wahyu untuk strategi Ahzab ini?”  maka kata Rasulullah tidak ada wahyu untuk ini. Kalau begitu bolehkah kita pakai strategi yang datang dari Persia?. Rasulullah bertanya, “Bagaimana strateginya”,? yaitu Menggali Parit. Maka digalilah parit dengan panjang diperkirakan mencapai 5.544 meter, lebar 4,62 meter dan kedalaman 3,2 meter. Strategi tersebut tidak ada dalam al-Qur’an dan Allah tidak memerintahkan hal tersebut, strategi menggali parit itu datangnya dari Persia. Persia itu bukan islam saat itu, Persia itu penyembah Api (Majusi). Itu menunjukkan bahwa Islam tidak menghalangi kita untuk mengambil peradaban yang universal. Peradaban dari luar, karena kalau disebut  hadasah (modernisasi) itu konotasinya adalah kecanggihan alat-alat, teknologi, dan metodologi.


 Apapun namanya yang datang dari negeri yang tidak Islam. Selama ada kebaikan didalamnya dan tidak melanggar Aqidah maka diperbolehkan. Maka Islam tidak menolak internet, Islam tidak menolak metode belajar secara online kalau itu dianggap sebagai ke moderenan (Al-Hadasah). Tapi, kalau itu terkait dengan akidah (peradaban yang khas) maka Islam dengan amat tegas “Lakum di nukum waliyadin” selama tidak terkait dengan akidah, selama itu sebuah sarana sebuah alat, sebuah cara (madaniah). Maka menggunakan handphone atau laptop, menggunakan apapun sebagai penunjang cara belajar, atau menggunakan metode belajar, cara pembelajaran, alat-alat proses belajar-mengajar, maka kita bebas dalam menggunakan itu. Mengapa demikian? Karena Islam tidak menolak hadasah, bahkan dalam tempat ibadah sekalipun.


Ketika nabi membangun masjid nabawi, saat itu masjid nabawi tidak ada menaranya, Menara itu datang ketika Nabi SAW meninggal. Digantikan oleh sayidina Abu Bakar, Abu bakar juga meninggal 2 tahun menjadi kholifah. Digantikan oleh Umar, pada masa Umar, Umar mengutus Amr bin Ash ke Pustam (Mesir). Sampai di Mesir dia melihat ada Menara tempat api atau menyebutnya mercusuar. Dia melihat mercusuar itu cantik sekali, lalu ia berfikir akan terlihat bagus jika di letakkan disamping masjid sebagai tempat Muadzin untuk mengumandangkan Adzan. Tidak ada hadist yang menyebut Bilal bin Rabbah harus adzan di atas menara, sampai nabi meninggal . jadi bangunan Menara yang tinggi untuk tempat api, apinya dibuang lalu muadzin nya yang naik ke atas dan itu bagian dari hadasah (kemodernan).


Karena itu sesuatu yang baru pada zaman itu, zaman kita tidak baru, yang baru sekarang adalah memakai microphone nearless yang muadzinnya tetap di bawah tetapi suaranya menggema kemana-mana. Ketika awal-awal microphone masuk ke masjidil haram muncul kontroversial, sebagian berkata microphone tidak boleh dipakai sholat karena sholat adalah ibadah, tidak boleh ada intervensi kemodernan dalam ibadah. Maka sampai saat ini ada yang di daerah bogor itu anti speaker.masih ada masjid dan mushollah yang tidak mau menggunakan speaker, karena speaker di anggap sebagai kemodernan. Tidak mau menerima modernisasi dan itu pernah terjadi sebagai dampak pintu ijtihad yang ditutup pada masa akhir-akhir pemerintahan islam..


Ada ulama besar Al-Azhar yang pernah di undang oleh universitas King Abdul Aziz di Makkah, yang sekarang berubah menjadi Ummul Qurro’. Mengajarlah Syaikh Muhammad Mutawalli asya’rawi di ummul Quro’ di Makkah al mukarromah. Lalu ketika itu microphone masuk ke masjidil haram di awal-awal sejarah microphone masuk.


Ulama Saudi Arabia mengharamkan microphone. Imam tidak boleh sholat menggunakan microphone, suara disampaikan kebelakang melalui mubaligh (orang yang menyampaikan suara). Sampai saat ini mubaligh itu ada dimasjidil haram, dan hanya terdiri dari satu orang saja. Sedangkan pada masa dahulu terus bersambung hingga kebelakang dan dimasjid sekarang tidak ada mubaligh karena sudah ada microphone.

           

 Ulama yang mengharamkan mikropon itu sedang membaca Al-Qur’an, dia memakai kacamata. kata Syaikh Mutawali Asya’rawi, “mikropon ini membesarkan suara dan kacamata ini membesarkan gambar”. Kenapa alat yang membesarkan suara tidak boleh, sedangkan alat membesarkan gambar boleh?. Kisah tersebut disebutkan dalam Kitab muzzakirat syaikh mutawali asya’rawi. Yang tidak boleh dimodernkan adalah sholatnya, namun alatnya maka boleh. gambaran diatas adalah contoh bahwa islam tidak menolak modernisasi.

          

  Islam itu tidak menghancurkan kebhinnekaan. Pertama kebinnekaan suku. Sahabat nabi bernama yang bernama Suaib Ar - rumi yang berasal dari Roma. Dan juga sahabat nabi ada yang berasal dari Persia yaitu Salman Al-farisi. Ada yang tidak berjumpa nabi  tapi beliau sholatkan ia adalah Najasi. Kronologi sholat ghaib ketika najasi meninggal di Euthopia. Lalu ada sahabat nabi orang Lubia yaitu Bilal Bin Rabbah, dan juga sahabat nabi orang Arab tapi bukan dari suku Quraysi, ia berasal dari kota madinah yaitu Aus dan Khazraj, lalu kemudian ada sahabat nabi orang Quraisy yaitu Umar, Abu Bakar, Ali, dll. Ketika islam datang mereka tetap dengan namanya. Maka diujung namanya ada tambahan Al Aus, Al Khazraj, Al Ansori, Al Farisi. Tidak meninggalkan kesukuan, kebhinekaan itu tetap ada dan terjaga, tidak dihilangkan. sekalipun sudah menjadi islam maka tidak hilang kesukuan. Yang dilarang itu adalah Ashobiah Fanatisme. Maka pada perang uhud, ada diantara para sahabat yang berasal dari kalangan Ansor, Muhajirin yang bersalah satu orang. Maka tidak boleh digeneralisir semua bersalah.

          

  Lalu kemudian kebhinnekaan dalam hal beragama. Maka ketika sampai di kota madinah al munawwaroh, disana ada suku Bani Nadhir, suku Bani Quroizah, suku Qoinuqa, suku Khaibar, dan orang-orang yahudi. Maka lahirlah apa yang kita kenal dengan Piagam Madinah.

           

 Yang namanya orang madinah walaupun berbeda keyakinan, memiliki kewajiban yang sama menjaga kota Madinah al munawwaroh dari serangan orang-orang dimekkah. Walaupun orang mekkah adalah orang arab, orang quraisy menyerang Madinah. Maka yang di Madinah wajib membela kota Madinah walaupun dia orang yahudi, orang islam, orang arab persaudaraan di madinah dengan orang yahudi untuk membela Madinah menghadapi saudaranya yang datang dari mekkah walaupun orang arab, walaupun orang Quraisy Artinya apa? Karena Mekkah Darul harb (zona perang). Sedangkan Madinah adalah Darussalam (negara islam) walaupun didalamnya ada yang tidak islam.

            

Maka jangan benturkan Islam dengan kebhinnekaan, karena ketika islam datang tidak untuk menghancurkan kebhinnekaan, tidak menghancurkan keberagaman tapi dia tetap menjaga dan saling menghormati. Itu dibuktikan dalam sejarah Islam yang panjang.  Dari mulai dikota makkah, hingga kota Madinah, dari Madinah hingga menyebar sampai ke Mesir sampai ke Maroko, dari Maroko menyebar ke Andalusia sampai kebagian Rusia.

           

 Alam yang begitu luas  adalah bukti kekuasaan Islam yang tidak melarang kebhinekaan. Maka kita bisa lihat contoh  Islam di Indonesia. Di Kudus menyembelih kurban tidak menggunakan sapi, kerbau. Sedangkan disumatra menyembelih kurban kerbau, sapi, kambing. Karena dikudus umat Islam mengajarkan untuk menghormati. Karena saat itu orang-orang kudus menganut agama hindu, kalau pergi ke Kudus masjidnya seperti candi karena Sunan Kudus tidak membangun kubah. Karena orang-orang kudus ketika itu agama hindu dan budha, takut terkejut melihat bangunan baru, lalu para sunan berdakwah menggunakan sesuai dengan keadaan daerah pulau jawa. Menggunakan gending dan nada-nada jawa. Gending itu adalah alat /modernisasi. Lalu banyak orang-orang jawa yang tersentuh dengan dakwah Islam dan akhirnya banyak yang mengucapkan syahadat.

         

   Akhir-akhir ini ada opini besar  yang sedang dibenturkan. Jika ingin menjadi muslim yang baik dan modern, menjadi muslim yang ta’at,  kita menjadi intoleran. Bahkan saat menjadi muslim yang taat tidak layak menjadi masyarakat Indonesia, hanya layak hidup di timur tengah. Dapat maknanya? Seakan-akan demikian. Bukan seakan-akan tapi itu adalah strategi mereka, strategi orang-orang kafir untuk memojokkan Islam, untuk mencampakkan Islam dari arena kehidupan.

        

   Mari kita lihat apa yang dimaksud dengan kebhinnekaan? Benarkah islam anti kebhinnekaan? Islam mengajarkan kebinnekaan, Islam memahami yang namanya pluralitas bahwa ada ragam suku, ada ragam bahasa, ada ragam ras, ada ragam keturunan. Ada ragam pendidikan. Manusia beraneka ragam. Bahkan al-qur’an 1400 tahun yang lalu telah menjelaskan ada yang namanya pluralitas tetapi berbeda dengan pluralisme. Pluralitas diakui dalam Islam. Allah berfirman yang artinya “Wahai manusia, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dan Allah menjadikan kalian berkabilah, bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk apa? Untuk saling mengenal untuk saling support”.

            

Oleh karena itu Islam  tidak bertentangan dengan modernisasi dalam kebhinnekaan, bertentangan dengan fitrah Islam. Islam pernah memimpin 1400 tahun dengan beraneka ragam suku, ras, bahasa dan seterusnya. Maka atas dasar apa Islam menolak kebhinnekaan justru aneh, banyak kaum muslim berpuasa tetapi malah menyuruh rakyat untuk menghormati orang yang tidak berpuasa. Apakah ini yang namanya kebhinnekaan ? Pada saat masjid umat islam dibakar di Tolikara tidak ada ceritanya tentang kebhinnekaan ?

            

Maka isu Bhinneka ini adalah isu yang aneh berbaju, berwadah, berkedok bhinneka. Padahal mereka orang-orang yang anti kebhinekaan. Kalau memang kebhinnekaan maka tidak boleh ada penolakkan orang muslim dengan jilbab, cadar, jenggot, dll dengan alasan moderenisasi. Justru itu bertentangan dengan kebhinnekaan. Tapi tidak untuk LGBT, tidak untuk homoseks, tidak untuk aktivitas lesbian dan seterusnya. Mereka mengatakan kebhinnekaan tapi saling kontradiktif. Kebhinekaan dijadikan sebagai standar ganda dan standar dipropagandakan dalam Islam termasuk versi modern mereka. Supaya memoderenkan agama yang melanggar Aqidah dan Akhlak .

           

 Mulai hari ini fahami apa-apa strategi mereka, dan fahami tentang Islam. Sehingga kita bisa menyampaikan tentang Islam kepada siapapun dan kapanpun. Islam yang tidak menolak modernisasi dalam kebhinnekan Maka semoga Allah kuatkan kita ditengah islam yang  terasing. Wallahualam. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak