(Tenaga Pendidik Bimbel Hamfara Ilmi)
Modernisasi diterjemahkan sebagai Al-Hadasah yaitu sesuatu
yang baru. Kalau kita baca
dalam sejarah, ketika itu perang Khandaq atau saat itu disebut juga perang
Ahzab atau koalisi, karena disitu berkumpulnya pasukan-pasukan gabungan. Disitu
ada Quraisy, yahudi dan arab mereka berkoalisi sebagai pasukan. Saat itu, ada
seorang sahabat bernama Salman Al Farisi bertanya “ya Rasulullah apakah turun
wahyu untuk strategi Ahzab ini?” maka
kata Rasulullah tidak ada wahyu untuk ini. Kalau
begitu bolehkah kita pakai strategi yang datang dari Persia?. Rasulullah
bertanya, “Bagaimana strateginya”,? yaitu Menggali Parit. Maka digalilah parit
dengan panjang diperkirakan mencapai 5.544 meter, lebar 4,62 meter dan
kedalaman 3,2 meter. Strategi tersebut tidak ada dalam al-Qur’an dan Allah
tidak memerintahkan hal tersebut, strategi menggali parit itu datangnya dari
Persia. Persia itu bukan islam saat itu, Persia itu penyembah Api (Majusi). Itu
menunjukkan bahwa Islam tidak menghalangi kita untuk mengambil peradaban yang
universal. Peradaban dari luar, karena kalau
disebut hadasah (modernisasi) itu
konotasinya adalah kecanggihan alat-alat, teknologi, dan metodologi.
Apapun namanya
yang datang dari negeri yang tidak Islam. Selama ada kebaikan didalamnya dan
tidak melanggar Aqidah maka diperbolehkan. Maka Islam tidak menolak internet, Islam
tidak menolak metode belajar secara online kalau
itu dianggap sebagai ke moderenan (Al-Hadasah). Tapi, kalau itu terkait
dengan akidah (peradaban yang khas) maka Islam dengan amat tegas
“Lakum di nukum waliyadin” selama tidak terkait dengan akidah, selama itu
sebuah sarana sebuah alat, sebuah cara (madaniah). Maka menggunakan handphone
atau laptop, menggunakan apapun sebagai penunjang cara belajar, atau
menggunakan metode belajar, cara pembelajaran, alat-alat proses
belajar-mengajar, maka kita bebas dalam menggunakan itu. Mengapa demikian?
Karena Islam tidak menolak hadasah, bahkan dalam tempat ibadah sekalipun.
Ketika nabi membangun masjid nabawi, saat itu masjid
nabawi tidak ada menaranya, Menara itu datang ketika Nabi SAW meninggal. Digantikan
oleh sayidina Abu Bakar, Abu bakar juga meninggal 2 tahun menjadi kholifah.
Digantikan oleh Umar, pada masa Umar, Umar mengutus Amr bin Ash ke Pustam
(Mesir). Sampai di Mesir dia melihat ada Menara tempat api atau menyebutnya mercusuar.
Dia melihat mercusuar itu cantik sekali, lalu ia berfikir akan terlihat bagus
jika di letakkan disamping masjid sebagai tempat Muadzin untuk mengumandangkan
Adzan. Tidak ada hadist yang menyebut Bilal bin Rabbah harus adzan di atas
menara, sampai nabi meninggal . jadi bangunan Menara yang tinggi untuk tempat
api, apinya dibuang lalu muadzin nya yang naik ke atas dan itu bagian dari
hadasah (kemodernan).
Karena itu sesuatu yang baru pada zaman itu, zaman
kita tidak baru, yang baru sekarang adalah
memakai microphone nearless yang muadzinnya tetap di bawah tetapi suaranya
menggema kemana-mana. Ketika awal-awal microphone masuk ke masjidil haram
muncul kontroversial, sebagian berkata microphone tidak boleh dipakai sholat
karena sholat adalah ibadah, tidak boleh ada intervensi kemodernan dalam
ibadah. Maka sampai saat ini ada yang di daerah bogor itu anti speaker.masih
ada masjid dan mushollah yang tidak mau menggunakan speaker, karena speaker di
anggap sebagai kemodernan. Tidak mau menerima modernisasi dan itu pernah terjadi
sebagai dampak pintu ijtihad yang ditutup pada masa akhir-akhir pemerintahan
islam..
Ada ulama besar Al-Azhar yang pernah di undang oleh
universitas King Abdul Aziz di Makkah, yang sekarang berubah menjadi Ummul
Qurro’. Mengajarlah Syaikh Muhammad Mutawalli asya’rawi di ummul Quro’ di
Makkah al mukarromah. Lalu ketika itu microphone masuk ke masjidil haram di
awal-awal sejarah microphone masuk.
Ulama Saudi Arabia mengharamkan microphone. Imam tidak boleh sholat menggunakan microphone, suara
disampaikan kebelakang melalui mubaligh (orang yang menyampaikan
suara). Sampai saat ini mubaligh itu ada dimasjidil haram, dan hanya terdiri
dari satu orang saja. Sedangkan pada masa dahulu terus bersambung hingga
kebelakang dan dimasjid sekarang tidak ada mubaligh karena sudah ada
microphone.
Ulama
yang mengharamkan mikropon itu sedang membaca Al-Qur’an, dia memakai kacamata. kata Syaikh Mutawali Asya’rawi, “mikropon ini
membesarkan suara dan kacamata ini membesarkan gambar”. Kenapa alat yang
membesarkan suara tidak boleh, sedangkan alat membesarkan gambar boleh?. Kisah tersebut
disebutkan dalam Kitab muzzakirat syaikh mutawali asya’rawi. Yang tidak
boleh dimodernkan adalah sholatnya, namun alatnya maka boleh. gambaran diatas adalah contoh
bahwa islam tidak menolak modernisasi.
Islam
itu tidak menghancurkan kebhinnekaan. Pertama kebinnekaan suku. Sahabat
nabi bernama yang bernama Suaib Ar -
rumi yang berasal dari Roma. Dan juga sahabat nabi ada
yang berasal dari Persia yaitu Salman Al-farisi. Ada yang tidak berjumpa nabi tapi beliau sholatkan ia adalah Najasi. Kronologi
sholat ghaib ketika najasi meninggal di Euthopia. Lalu
ada sahabat nabi orang Lubia yaitu Bilal Bin Rabbah, dan juga
sahabat nabi orang Arab tapi bukan dari suku Quraysi, ia berasal dari kota
madinah yaitu Aus dan Khazraj, lalu kemudian ada sahabat nabi orang Quraisy yaitu Umar, Abu Bakar, Ali, dll. Ketika islam
datang mereka tetap dengan namanya. Maka diujung namanya ada tambahan Al Aus, Al Khazraj, Al Ansori, Al Farisi. Tidak
meninggalkan kesukuan, kebhinekaan itu tetap ada
dan terjaga, tidak dihilangkan. sekalipun sudah menjadi islam
maka tidak hilang kesukuan. Yang dilarang itu adalah Ashobiah Fanatisme. Maka
pada perang uhud, ada diantara para sahabat yang berasal dari kalangan Ansor, Muhajirin yang
bersalah satu orang. Maka tidak boleh digeneralisir semua bersalah.
Lalu
kemudian kebhinnekaan dalam hal beragama. Maka ketika sampai di kota madinah
al munawwaroh, disana ada suku Bani Nadhir, suku Bani Quroizah,
suku Qoinuqa, suku Khaibar, dan orang-orang yahudi. Maka lahirlah apa yang
kita kenal dengan Piagam Madinah.
Yang
namanya orang madinah walaupun berbeda keyakinan, memiliki kewajiban yang sama
menjaga kota Madinah al munawwaroh dari serangan orang-orang dimekkah.
Walaupun orang mekkah adalah orang arab, orang quraisy menyerang Madinah. Maka
yang di Madinah wajib membela kota Madinah walaupun
dia orang yahudi, orang islam, orang arab persaudaraan di madinah dengan
orang yahudi untuk membela Madinah menghadapi saudaranya yang datang dari mekkah
walaupun orang arab, walaupun orang Quraisy Artinya apa? Karena Mekkah Darul harb
(zona perang). Sedangkan Madinah adalah Darussalam (negara islam) walaupun didalamnya ada yang
tidak islam.
Maka
jangan benturkan Islam dengan kebhinnekaan, karena
ketika islam datang tidak untuk menghancurkan kebhinnekaan, tidak
menghancurkan keberagaman tapi dia tetap menjaga dan saling menghormati. Itu
dibuktikan dalam sejarah Islam yang panjang.
Dari mulai dikota makkah, hingga kota Madinah, dari Madinah hingga
menyebar sampai ke Mesir sampai ke Maroko, dari Maroko menyebar ke Andalusia sampai
kebagian Rusia.
Alam
yang begitu luas adalah bukti kekuasaan Islam yang tidak
melarang kebhinekaan. Maka kita bisa lihat contoh Islam di Indonesia. Di
Kudus menyembelih kurban tidak menggunakan sapi, kerbau.
Sedangkan disumatra menyembelih kurban kerbau, sapi, kambing. Karena dikudus umat Islam mengajarkan
untuk menghormati. Karena saat itu orang-orang kudus menganut agama hindu, kalau
pergi ke Kudus masjidnya seperti candi karena Sunan Kudus tidak membangun
kubah. Karena orang-orang kudus ketika itu agama hindu dan budha, takut
terkejut melihat bangunan baru, lalu para sunan berdakwah menggunakan sesuai
dengan keadaan daerah pulau jawa. Menggunakan gending dan nada-nada jawa.
Gending itu adalah alat /modernisasi. Lalu banyak orang-orang jawa yang
tersentuh dengan dakwah Islam dan akhirnya banyak yang mengucapkan syahadat.
Akhir-akhir
ini ada opini besar yang sedang
dibenturkan. Jika ingin menjadi muslim yang baik dan modern,
menjadi muslim yang ta’at, kita menjadi
intoleran. Bahkan saat menjadi muslim yang taat tidak layak menjadi masyarakat
Indonesia, hanya layak hidup di timur tengah. Dapat maknanya? Seakan-akan
demikian. Bukan seakan-akan tapi itu adalah strategi mereka, strategi
orang-orang kafir untuk memojokkan Islam, untuk mencampakkan Islam dari arena
kehidupan.
Mari
kita lihat apa yang dimaksud dengan kebhinnekaan? Benarkah
islam anti kebhinnekaan? Islam mengajarkan kebinnekaan, Islam memahami
yang namanya pluralitas bahwa ada ragam suku, ada ragam bahasa, ada ragam ras,
ada ragam keturunan. Ada ragam pendidikan. Manusia beraneka ragam. Bahkan
al-qur’an 1400 tahun yang lalu telah menjelaskan ada yang namanya pluralitas tetapi
berbeda dengan pluralisme. Pluralitas diakui dalam Islam. Allah
berfirman yang artinya “Wahai manusia, Allah menciptakan laki-laki dan
perempuan dan Allah menjadikan kalian berkabilah, bersuku-suku,
berbangsa-bangsa untuk apa? Untuk saling mengenal untuk saling support”.
Oleh
karena itu Islam tidak bertentangan
dengan modernisasi dalam kebhinnekaan, bertentangan dengan fitrah Islam. Islam pernah
memimpin 1400 tahun dengan beraneka ragam suku, ras, bahasa dan seterusnya.
Maka atas dasar apa Islam menolak kebhinnekaan justru
aneh, banyak kaum muslim berpuasa tetapi malah menyuruh rakyat untuk
menghormati orang yang tidak berpuasa. Apakah ini yang namanya kebhinnekaan ? Pada saat
masjid umat islam dibakar di Tolikara tidak ada ceritanya tentang kebhinnekaan ?
Maka isu Bhinneka ini adalah isu yang aneh berbaju, berwadah, berkedok bhinneka. Padahal
mereka orang-orang yang anti kebhinekaan. Kalau memang kebhinnekaan maka tidak
boleh ada penolakkan orang muslim dengan jilbab, cadar, jenggot, dll dengan alasan moderenisasi. Justru itu bertentangan dengan kebhinnekaan. Tapi
tidak untuk LGBT, tidak untuk homoseks, tidak untuk aktivitas lesbian dan
seterusnya. Mereka mengatakan kebhinnekaan tapi saling kontradiktif. Kebhinekaan dijadikan
sebagai standar ganda dan standar dipropagandakan dalam Islam termasuk
versi modern mereka. Supaya
memoderenkan agama yang melanggar Aqidah dan Akhlak .
Mulai
hari ini fahami apa-apa strategi mereka, dan fahami tentang Islam. Sehingga kita
bisa menyampaikan tentang Islam kepada siapapun dan kapanpun. Islam yang tidak menolak modernisasi dalam kebhinnekan
Maka semoga Allah kuatkan kita ditengah islam yang terasing. Wallahualam.